jpnn.com - PRAKTISI teknologi informasi (TI) I Putu Agus Swastika menuturkan bahwa kunci dari penanganan kasus prostitusi online adalah penegakan hukum.
Apalagi, Indonesia sudah punya UU ITE. ”Ada cara yang lebih ekstrem, seperti registrasi akun social media pakai KTP, tapi kan tidak mungkin,” kata staf ahli BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) itu.
BACA JUGA: Bagaimana Tekan Prostitusi Online? Ini Jawaban Orang Kementerian
Seharusnya, lanjut Putu, Kemenkominfo menggandeng Bareskrim Polri yang memiliki subdirektorat cyber crime. Sebab, mereka punya teknologi yang bisa menyadap keberadaan pemilik akun vulgar.
Namun, menurut pakar telematika Abimanyu Wachjoewidajat, pemerintah akan kehabisan tenaga jika berusaha menghentikan arus informasi negatif yang dilakukan melalui media sosial seperti Twitter atau Facebook. Menurut pakar TI yang akrab dipanggil abah tersebut, penelusuran akun media sosial seperti itu membutuhkan tenaga dan biaya besar.
BACA JUGA: Ini Modus Curang PSK Online Gaet Hidung Belang
Padahal, jumlah pelaku prostitusi online ribuan, baik yang secara terang-terangan maupun samar-samar. ”Kalaupun ditangkap, pasti mati satu tumbuh seribu. Sementara jumlah polisi tidak banyak. Siapa yang mau nguber satu per satu?” cetusnya.
Nah, sampai kapan saling lempar tanggung jawab tersebut berlangsung? Sementara pertumbuhan pengguna media sosial semakin tak terbendung. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) sudah me-warning bahwa kini dunia maya bukan hal yang sulit dijangkau anak-anak.
BACA JUGA: Cerita PSK Prostitusi Online yang Kena Tipu
Karena itu, KPAI meminta pemerintah terus bergerilya menutup situs-situs yang mengarah ke bisnis prostitusi, termasuk situs penjualan PSK secara online.
”Kami sangat berharap pemerintah lebih protected lagi pada anak-anak dengan menutup situs-situs berbau-bau pornografi. Ini sudah sangat mencemaskan,” tutur Sekretaris KPAI Erlinda kemarin. (mia/gen/dod/wir/c9/kim/habis)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sehari Enam Tamu, Tarif Rp 600 Ribu Sekali Kencan
Redaktur : Tim Redaksi