Protes Mahalnya RSBI, Ibu-ibu Gantung Panci di HI

Kemendikbud Tampung Dua Laporan PSB 2012

Jumat, 22 Juni 2012 – 07:01 WIB
DEMO PENDIDIKAN : Puluhan massa yang tergabung dalam Federasi Guru Independen Indonesia menggelar aksi di Bundaran HI Jakarta, Kamis (21/6). Mereka menuntut pemerintah agar segera membubarkan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) dan menggratiskan sekolah. FOTO: M IQBAL ICHSAN/RM

JAKARTA - Protes mahalnya biaya pendidikan rintisan sekolah berstandar internasional (RSBI) tidak hanya terjadi di daerah pinggiran. Di Jakarta pun ibu-ibu wali murid keberatan dengan biaya pendidikan di RSBI. Bentuk protes mereka wujudkan dengan menggantung panci dan alat dapur lainnya di bundaran HI kemarin (21/6).

Aksi protes yang diikuti sekitar 50 wali murid dan sejumlah guru ini mendapat pengawalan ketat dari polisi. Aksi ini diantaranya terdiri dari anggota Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Ikatan Guru Indonesia (IGI), dan Forum Musyawarah Guru Jakarta (FMGJ).

Sekjen FSGI Retno Listyarti yang ikut memimpin aksi protes ini menuturkan, pihaknya sengaja membawa sejumlah orang tua siswa yang telah mengeluarkan biaya besar untuk menyekolahkan anaknya di sekolah berlabel RSBI. Dari pengakuan sejumlah wali murid, mereka telah menyetor antara Rp 7 juta hingga Rp 15 juta supaya anaknya bisa masuk RSBI.

"Kondisi mahalnya biaya pendidikan di RSBI ini tidak bisa dibiarkan," tandasnya. Untuk itu, dia meminta Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh menghapus dengan segera kebijakan RSBI ini. Retno menuturkan, kalau RSBI tidak dicabut minimal biayanya bisa dikembalikan lagi seperti sekolah yang bersangkutan belum berlabel RSBI.

Dia mengatakan, dengan tingginya biaya pendidikan di sekolah RSBI terkesan telah terjadi swastanisasi sekolah negeri. Retno menegaskan, RSBI yang jelas-jelas sekolah negeri saat ini biayanya sudah melebihi sekolah swasta. Padahal, sekolah negeri RSBI masih mendapatkan bantuan biaya dari Kemendikbud hingga Rp 500 juta per tahun. Tapi tetap saja sekolah ini menarik biaya pendidikan tinggi ke siswanya.

Retno menuturkan, untuk kawasan Jakarta masa penerimaan siswa baru di RSBI sudah rampung. Sampai kemarin dia mengatakan belum ada laporan dari orangtua yang menjadi korban pungutan biaya pendidikan selangit. "Teman-teman yang ikut demonstrasi saat ini adalah yang anaknya sudah masuk RSBI tahun lalu," jelasnya.

Menurut kebiasaan, wali murid sedikit takut jika diajak protes ketika anak mereka belum pasti diterima di RSBI. Retno mengatakan, banyak modus yang dijalankan pihak sekolah untuk mengeruk biaya tinggi kepada wali murid.

Diantara caranya adalah, mengumpulkan wali murid yang anaknya sudah ditetapkan diterima di sebuah RSBI. Dalam pertemuan ini, pihak sekolah secara terang-terangan meminta bantuan biaya pendidikan kepada wali murid. Meskipun namanya bantuan, tetapi jumlah minimalnya sudah ditentukan oleh pihak sekolah.

"Nanti kalau pertemuan ini sudah dijalankan, kami akan tahu berapa rata-rata minimal sumbangan yang disetor wali murid," ujar Retno. Apakah masih berkisar Rp 7 juta per siswa atau melonjak hingga Rp 15 juta per siswa untuk tingkat SD, SMP, hingga SMA.

Dia berharap, sebelum masa pertemuan dan negosiasi bantuan ini dijalankan, Kemendikbud segera mengeluarkan kebijakan strategis. Yang intinya melarang adanya sumbangan dengan nominal yang dibatasi jumlahnya. Selain itu, Retno juga berharap sumbangan yang dipungut ini tidak lantas menjadi pertimbangan untuk membatalkan siswa yang sudah ditetapkan diterima di sebuah RSBI.

"Jangan sampai gara-gara sumbangannya kecil, lantas dinyatakan tidak diterima dengan alasan administrasi dan lain-lain," tutur Retno yang juga guru itu. Retno mengingatkan pemerintah supaya jika ingin menghadirkan layanan pendidikan berkualitas harus untuk semua lapisan masyarakat. Pendidikan berkualitas bukan hanya menjadi hak masyarakat kaya saja.

Dia juga meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk mengingatkan jajaran Kemendikbud supaya kembali ke UUD 1945. Sebagaimana tercantum dalam UUD 1945 tercantum jika tujuan pendirian republik ini adalah mencerdaskan kehidupan bangsa.

Di bagian lain, koordinator posko pengaduan masa penerimaan siswa baru (PSB) 2012 Kemendikbud Setyono mengatakan sudah ada aduan dari masyarakat. Tetapi, sampai saat ini pengaduan masih belum soal mahalnya biaya pendidikan.

Setiyono mengatakan, satu pengaduan masuk dari warga Jakarta yang mengeluhkan website PSB yang lelet. "Pelapor sudah berkali-kali daftar online tapi tidak masuk-masuk," kata dia.

Satu pengaduan lain muncul dari Kota Magelang. Ada seorang wali murid dari luar kota yang ingin menyekolahkan anaknya di sebuah SMA RSBI di kota Magelang. "Tetapi orang tua ini merasa dihambat dan mendapatkan diskriminasi," jelas dia. Hingga tadi malam, Setyono mengatakan dua laporan ini sedang ditindaklajuti tim Inspektorat Jenderal (Itjen) Kemendikbud. (wan)


BACA ARTIKEL LAINNYA... 54 Ribu Calon Mahasiswa, Ujian SPMB-PTAIN


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler