PSBB Dinilai Tidak Membuat Kualitas Udara Membaik

Rabu, 31 Maret 2021 – 13:12 WIB
Ilustrasi kualitas udara Jakarta buruk. Foto : Natalia Laurens/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Analis Centre for Research on Energy and Clean Air (CREA) Isabella Suarez menyoroti penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) selama masa pandemi Covid-19, yang disebut berdampak baik bagi kualitas udara di Jakarta.

Isabella mengungkapkan, kualitas udara di Jakarta selama pandemi memang menunjukan adanya penurunan tingkat polusi udara, dari 40 mikrogram per meter kubik PM 2.5 pada 2019, turun 2 poin jadi 38 mikrogram.

BACA JUGA: Ruben Onsu dan Ivan Gunawan Sudah Buat Kesepakatan Jika ada yang Meninggal Duluan

"Sebenarnya bukan penurunan yang sangat besar. (Angka tersebut) masih hampir tiga kali lipat dari tingkat paparan PM 2.5 udara tidak sehat yang direkomendasikan WHO. Ini masih sangat merugikan kesehatan manusia," ujar Isabella lewat video yang diunggah melalui akun komunitas Bicara Udara, Senin (29/3).

Namun menurutnya, penurunan tingkat kualitas udara yang tetap terjadi selama pandemi Covid-19, justru mengkhawatirkan karena beberapa aktivitas berhenti dan beralih secara virtual selama tiga bulan ketika PSBB diberlakukan secara ketat.

BACA JUGA: Lakukan Transformasi, BGR Siap jadi Lead Logistik di Indonesia

"Kami bahkan tidak melihat penurunan tingkat polusi udara (di Jakarta) secara substansial seperti yang kami lihat di belahan dunia lainnya," ungkapnya.

Jika dilihat lebih jauh, Jakarta bukan hanya satu-satunya kota besar dengan tingkat polusi udara di Indonesia. Isabella mengungkapkan kota lain seperti Tangerang Selatan memiliki 74,9 dari tingkat paparan PM 2.5 udara tidak sehat pada tahun lalu.

BACA JUGA: Isu Polusi Udara Ramai Dibicarakan, Jadi Top 5 di Change.org

"IQAir melaporkan kota mana saja yang dimonitor dan dapat diakses datanya, yang memiliki PM 2.5 di atas level yang direkomendasikan, yakni Jakarta, Bekasi, Surabaya, Pekanbaru dan Ubud. Mereka memiliki PM 2.5 di atas 20 mikrogram per meter kubik pada 2020," paparnya.

Untuk mengurangi dampak buruk tersebut, langkah yang harus dilakukan adalah dengan transparansi data, yang saat ini sedang digiatkan oleh banyak kelompok di lapangan.

"Ada teknologi agar kita dapat memantau dampak (polusi udara). Salah satunya adalah aplikasi bernama Nafas yang berdiri sejak 2019 dan sudah memiliki begitu banyak alat monitoring udara di sekitar Jakarta," terang Isabella.

Ketika data mengenai kualitas udara yang baik semakin mudah diakses, maka hal itu akan membantu menumbuhkan kesadaran masyarakat dan diharapkan semua pihak membantu memperbaiki kualitas udara.

"Mereka sedang berkembang dan akan menunjukkan Anda lokasi tertentu di kota dan tingkat polusi udara di lokasi tersebut. Data tersebut dapat diakses setiap jam, setiap hari," tukas Isabella.(chi/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Lawan Covid-19, Jaga Kualitas Udara Bersih dalam Ruangan


Redaktur & Reporter : Yessy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler