Psikolog Dampingi Keluarga Korban Sukhoi

Untuk Melihat Jenazah Hari Ini

Selasa, 22 Mei 2012 – 06:39 WIB

JAKARTA- Tim Disaster Victim Identification (DVI) Polri telah berhasil mengidentifikasi seluruh korban kecelakaan pesawat Sukhoi Superjet 100 (SSJ 100). Pihak keluarga pun diizinkan menyaksikan jenazah untuk terakhir kalinya pada hari ini. Namun, ada sejumlah prosedur yang harus dilakukan pihak keluarga. Sebab, seluruh jenazah korban dalam kondisi tidak utuh dan menggenaskan.

Menurut Direktur Eksekutif DVI Polri Kombes Pol dr Anton Castilani, jika pihak keluarga ingin menyaksikan jenazah korban, harus mendapat pendampingan dari tim psikolog RS Polri dan tim ante morthem. Mereka pun diminta mendaftar dahulu sesuai prosedur di pos ante morthem RS Polri. "Pendaftarannya bisa kapan saja. Mulai sekarang (kemarin, Red) juga bisa, tapi proses melihatnya tetap besok (hari ini, Red)," jelas Anton ditemui di RS Polri, Kramat Jati, kemarin (21/5).

Setelah mendaftar, kata Anton, tim psikolog akan melakukan interview terhadap keluarga korban. Mereka akan mengajukan beberapa pertanyaan, misalnya pemakaman jenazah. Tim psikolog juga akan memberikan penjelasan terkait kondisi jenazah yang sebenarnya. Tim tersebut akan menilai kesiapan mental keluarga korban saat proses interview berlangsung.

"Setelah interview, tim akan menentukan apakah keluarga mampu secara psikologis atau tidak. Karena kalau tidak kuat, tidak usah. Lebih baik percayakan saja prosesnya pada kami," kata dia.

Anton melanjutkan, tim psikolog juga akan membatasi jumlah anggota keluarga yang diperbolehkan melihat jenazah korban sebelum dimakamkan. Dia menegaskan, maksimal hanya tiga orang dari masing-masing pihak keluarga. Mereka pun hanya diberi waktu 10 menit sebelum akhirnya peti ditutup. Pembatasan tersebut semata untuk ketertiban. "Memang kita batasi maksimal hanya tiga orang untuk setiap keluarga korban. Kalau terlalu banyak nanti malah kacau," ujarnya.

Sejatinya, pihak tim DVI Polri telah menyarankan kepada pihak keluarga untuk tidak melihat jenazah. Sebab, kondisi jenazah yang tidak utuh justru akan menimbulkan dampak buruk bagi kondisi psikis keluarga yang bersangkutan. Menurut Anton, sebagian besar memang tidak ingin melihat, namun beberapa keluarga masih berniat menyaksikan jenazah tersebut.

"Yang mau melihat silahkan, tapi harus mendapat izin dari tim psikologi dulu. Sebab, kalau tidak siap, bisa membuat trauma yang berkepanjangan, ada ingatan-ingatan mengenai kondisi korban. Tidak akan nyaman juga saat melihatnya," ujarnya.

Rencananya, tim DVI akan memberikan kesempatan kepada keluarga korban yang telah lolos "uji psikis" untuk menyaksikan jenazah korban sejak pukul 13.00 WIB hingga pukul 21.00 WIB. Dalam kurun waktu tersebut, pihak keluarga bisa melihat jenazah korban dalam peti mati, sebelum ditutup dan dikirimkan ke Bandara Halim Perdanakusuma untuk menjalani proses penyerahan jenazah dari tim DVI ke Basarnas.

"Saya imbau kepada pihak keluarga supaya besok (hari ini) mulai jam 13.00 WIB sudah datang ke sini (RS Polri), untuk mempercepat proses selanjutnya. Kita akan persiapkan jenazahnya sesuai dengan data keluarga yang sudah mendaftar hari ini (kemarin). Kita beri waktu sampai pukul 21.00 WIB. Setelah itu peti ditutup dan dilas, lalu dibawa ke Halim Perdanakusuma untuk upacara pada hari Rabu,"jelas Kepala Rumah Sakit RS Polri Brigjen Pol Agus Prayitno, di RS Polri, kemarin.

Agus melanjutkan, ada dua tim yang menangani proses penyerahan jenazah. Tim pertama bertugas merekonstruksi potongan jenazah korban. Tim kedua bertanggung jawab atas urusan surat menyurat. "Mereka mengurusi persiapan sertifikat identifikasi dan surat kematian, termasuk berita acara untuk serah terima jenazah besok (hari ini),"jelasnya.

Soal prosedur keagamaan, Agus memastikan, pagi ini akan ada beberapa pemuka agama sesuai dengan data agama para korban. Para pemuka agama tersebut akan melakukan prosesi keagamaan sesuai keyakinannya masing-masing. "Besok (hari ini) ada ulama yang ke sini, ada juga yang dari gereja. Kita lakukan sesuai dengan agama masing-masing. Makanya waktu proses pemanggilan keluarga, kita sudah mulai mendata agama para korban,"urainya.

Ketika ditanya soal prosedur bagi jenazah Warga Negara Asing (WNA), Agus mengatakan, keluarga korban WNA juga harus menempuh prosedur yang sama, jika ingin melihat jenazah. Namun, bedanya, jenazah korban WNA akan diserahkan kepada pihak Kedutaan Besar (Kedubes) negara asal para korban, yakni Amerika, Prancis dan Rusia.

Sementara itu, hingga kemarin tim DVI masih menyelesaikan proses rekonstruksi atas potongan-potongan jenazah korban untuk "disatukan" dan dikelompokkan sesuai dengan identitasnya. Menurut Anton, sebagian besar potongan jenazah sudah tidak utuh. "Karena itu, sebenarnya sulit juga kalau mau direkonstruksi. Tapi tetap kita upayakan agar dikelompokkan,"kata dia.

Pada saat yang sama, pihak keluarga korban sudah mulai berdatangan. Mereka mendaftarkan diri sekaligus mencari informasi terkait kondisi jenazah keluarganya. Salah satu pihak keluarga yang berniat melihat jenazah korban adalah keluarga pramugari Susana Famela Rompas. "Kami datang ke sini (RS Polri) untuk mengetahui lebih jelas, sebelum terakhir kali melihat langsung jenazah,"jelas ayah almarhumah Terry Rompas di RS Polri.

Selain Terry, Santa Fransisca, istri almarhum Darwin Pelawi mengaku ingin menyaksikan jenazah suaminya untuk terakhir kali. Namun, dia mengakui dirinya tidak akan kuat jika melihat sendiri. Karena itu, Santa akan didampingi dua saudaranya. "Sebenarnya saya tidak ingin lihat. Tapi nanti saya didampingi keluarga yang lain, karena maksimal tiga orang. Semoga saya siap,"ujarnya.

Di bagian lain, Basarnas akhirnya menyerah dalam pencarian Flight Data Recorder (FDR) SSJ 100 di Gunung Salak. Kemarin, Kepala Basarnas Marsekal Madya Daryatmo memastikan penghentian tersebut. Medan berat serta kondisi pesawat yang hancur menjadi alasan utama. "Mulai hari ini (kemarin, red), operasi pencarian FDR ditutup," ujarnya

Lebih lanjut dikatakan kalau tim gabungan Indonesia - Rusia sudah berusaha maksimal. Ternyata, upaya pencarian dengan metal detektor dan perluasan hingga 1 kilometer tetap tidak membuahkan hasil. Oleh sebab itu, langkah realistis yang bisa diambil adalah menghentikan pencarian terlebih dahulu.

Ketua KNKT Tatang Kurniadi membenarkan ucapan Daryatmo. Menurutnya, wajar jika pencarian FDR dihentikan terlebih dahulu. Apalagi, KNKT juga sudah mengantongi berbagi data yang bisa mendukung proses investigasi. "Kami akan melakukan investigasi meski tanpa FDR, dan itu tetap bisa," katanya.

Meski demikian, Tatang mengatakan tetap menyiapkan sebuah tim untuk melakukan alat perekam pergerakan pesawat tersebut. Tim tersebut nantinya akan kembali terjun ke Tebing Gunung Salak untuk mencari FDR. Tetapi dia mengaku belum tahu pasti kapan pencarian tersebut bakal dilakukan kembali.

"Nanti akan kami cari lagi setelah Basarnas sudah memiliki tenaga lagi," jelasnya. Disebutkan juga, pencarian FDR tahap kedua nanti, KNKT akan turun bersama Basarnas. Nah, kondisi tim pencari yang sudah dua belas hari di lapangan diniliai Tatang perlu waktu untuk memulihkan diri sebelum kembali bekerja.

Terkait keputusan untuk menghentikan pencarian, Tatang menyebut itu sesuai kesepakatan dengan pihak Rusia. Begitu juga dengan keputusan untuk melakukan pencarian kembali nanti. Kalau nantinya FDR ditemukan setelah tim melakukan pencarian, data tersebut akan dikombinasikan dengan laporan yang ada.

Tetapi, rencana pencarian FDR tampaknya belum bisa dilakukan dalam waktu dekat. Itu dikarenakan seluruh tim SAR Rusia akan kembali ke negaranya pada hari ini. Yang tersisa hanya tim ahli. Mereka akan membantu proses investigasi KNKT. "Kami sepakat meneruskan investigasi meski tanpa FDR," tambahnya.

Ketua Tim Investigasi dari KNKT, Prof Mardjono Siswosuarno lebih suka menyebut operasi pencarian tidak sepenuhnya berhenti. Tentu saja, tim yang lebih kecil akan kembali untuk mencari FDR adalah alasannya. Sebab, tanpa FDR timnya harus menebak-nebak banyak hal seperti kecepatan, kemiringan, hingga power mesin.

Kalau terpaksa tanpa FDR, Mardjono mengatakan beberapa data sudah cukup untuk memulai investigasi. Data tersebut di antaranya adalah pembicaraan antara tower dengan pilot, data cuaca, profil pesawat, tinjauan ke lapangan, hingga riwayat perawatan pesawat. "Syukur-syukur FDR bisa ketemu,"katanya.

Terpisah, kemarin Wakil Menteri Perindustrian dan Perdagangan Rusia, Yury Slyusar menyerahkan 53 serpihan pesawat nahas SSJ 100 ke KNKT. Beberapa barang tersebut diantaranya flight plan, CVR, ELT, sampai ke uang dollar yang terbakar. Barang-barang tersebut nantinya akan jadi bahan untuk membantu proses investigasi.

Penyerahan itu sekaligus menjadi tanda kalau pekerjaan tim investigasi tahap pertama sudah selesai. Oleh sebab itu, hari ini timnya akan kembali ke Rusia. Dia juga menyampaikan rasa optimistisnya terkait investigasi tanpa FDR. "Tim sudah memperoleh banyak data, kami berharap itu cukup untuk membuat kesimpulan," tuturnya.

Dia juga yakin, laboratorium KNKT Indonesia yang sangat lengkap bisa mengungkap kenapa persitiwa memilukan Rabu (9/5) itu bisa terjadi. Baginya, kemampuan KNKT Indonesia yang sangat berpengalaman dalam investigasi kecelakaan pesawat bakal sangat membantu.

Sebagai Wamenperindag, Yury juga kembali menyampaikan hasratnya untuk membuat burung besi Rusia bisa lalu lalang di langit Indonesia. Oleh sebab itu, dia memastikan kalau hasil investigasi nantinya akan sangat membantu penyempurnaan Sukhoi Superjet. "Meski kami yakin, kecelakaan itu bukan karena masalah pesawat," tandasnya.

Itulah mengapa, Yury berharap agar maskapai yang sudah membeli pesawat tersebut tidak membatalkan niatnya. Memang, saat ini penjualan di stop karena ada peristiwa duka tersebut. Tetapi ke depannnya dia yakin Sukhoi bisa ada di Indonesia. Promonya, SSJ 100 adalah pesawat super canggih dengan keamanan dan kenyamanan memadai.

ATC: Pilot Sukhoi Tidak Izin Ke Gunung

Teka-teki penyebab kecelakaan pesawat Sukhoi Superjet 100 di Gunung Salak Bogor Jawa Barat sedikit terbuka. Pihak ATC (Air Traffic Control) Bandara Soekarno-Hatta menyatakan pilot Rusia Alexander Yablontsev tidak melapor ketika keluar dari area aman Lanud Atang Sanjaya.

Manager Umum ATC (Air Traffic Control) Bandara Soekarno Hatta, Mulya Abdi membantah bahwa peralatan ATC yang dioperasikannya sudah kuno. Dia mengaku setiap hari ATC Bandara Soetta mampu melayani 1800 pesawat, terdiri dari 700 pesawat yang melewati udara Jakarta (over flying) dan 1.100 pesawat yang take-off atau landing di bandara terbesar itu. "Kalau tidak layak pasti banyak kecelakaan," ujarnya.

Menurutnya, peralatan navigasi udara yang cukup berumur bukan menjadi alasan untuk mengatakan layak atau tidak layak, sebab pemeliharaan yang dilakukan sangat baik. Pihak Angkasa Pura II juga sudah melakukan banyak peremajaan peralatan sejak tiga tahun lalu. Bahkan, sistim navigasi tidak hanya diserahkan pada satu sistem saja akan tetapi didukung oleh pendukung lainnya. "Jadi ada tiga sistem yang kita siapkan khusus untuk itu," katanya.

Sistem utama yang digunakan adalah JATS (Jakarta Air traffic control system. Jika sistem itu gagal akan di-back-up oleh sistem kedua yaitu JASS (Jakarta Airtraffic system support). Jika sistem kedua gagal pula, maka sistem ketiga yang berperan yaitu EJATS (Emergency Jakarta Airtraffic Sytem). "Tiga peralatan itu dalam kondisi yang sangat prima saat kecelakaan Sukhoi," ujarnya.

Terkait dengan kejadian Sukhoi itu, Mulya berdalih pihak ATC sudah melakukan tugas sesuai standar internasional dan otoritas penerbangan dalam negeri. Demikian juga pilot Sukhoi, seharusnya sudah mempelajari AIP (Aeronautical Informations Publication) yang berisi tentang kondisi jalur yang akan ditempuh. "Pilot Rusia itu sudah mengetahui ketinggian Gunung Salak, jarak gunung dengan area aman diatas Lanud Atang Sanjaya dan lain-lain," tuturnya.

Buktinya, pilot berani meminta turun dari ketinggian 10 ribu kaki ke 6 ribu kaki. ATC menyetujui karena saat itu lalu lintas udara sangat aman tanpa ada pesawat lain yang melintas. Disamping itu pesawat juga masih berada di area aman Lanud Atang Sanjaya. "Waktu dia minta izin melakukan orbit memutar 360 derajat juga ATC setujui karena masih di atas Lanud Atng Sanjaya," tegasnya. (ken/dim/wir)



BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemborosan Bukan Hanya Perjalanan Dinas


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler