JAKARTA - Ketersediaan converter kit bagi kendaraan yang akan beralih ke bahan bakar gas (BBG) diragukan jumlahnya jelang penerapan pembatasan BBM bersubsidi per 1 April. Padahal, converter kit menjadi piranti penting program konversi BBM ke BBG.
Namun, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Widjajono Partowidagdo mengatakan, PT Dirgantara Indonesia (DI) bisa memenuhi kebutuhan converter kit itu. "Hari Jumat (13/1) saya mau ke PT DI. Mereka bilang kalau mau bikin berapa saja bisa," kata Widjajono setelah menghadiri pelantikan anggota Wantimpres di Istana Negara, kemarin (10/1).
Dia menjelaskan, converter kit dijual dalam kisaran Rp 12 juta. Namun harga itu masih bisa turun jika jumlah pesanan meningkat. "Kan sekarang 12 juta itu pesanannya sedikit. Kalau pesanannya banyak bisa murah," ujarnya.
Widjajono optimis dengan converter kit produksi PT DI itu. Sementara sebelumnya, Menko Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan, penggunaannya harus melalui suatu proses pengujian. Pertimbangannya, faktor keamanan tetap menjadi perhatian.
"Bikin pesawat saja bisa kok, bikin gituan saja ga bisa," kata Widjajono, lantas tertawa. "Saya percaya sama PT DI. Mereka punya alat untuk uji material," sambung guru besar Institut Teknologi Bandung (ITB) itu.
Dia menjelaskan, kesiapan penerapan kebijakan per 1 April juga terus dilakukan. Misalnya ketersediaan SPBG (stasiun pengisian bahan bakar gas). "Sekarang kan punya sepuluh. Sebelum April nanti tambah sembilan, jadi 19," katanya. Bulan depan, converter kit juga sudah mulai dijual.
Di tempat yang sama, Menteri Perindustrian MS Hidayat mengaku akan meninjau ulang kesiapan PT DI dalam memproduksi converter kit. Jika memang mampu, kemungkinan impor bisa dibatalkan. "Kalau misalnya nanti industri nasional bilang saya sanggup ikut kontrak, nanti saya akan kasih pertimbangan dan dilaporkan ke Menko (Menko Perekonomian, Red)," katanya.
Sebelumnya, Hidayat sempat mengatakan, pemerintah membutuhkan sekitar 2,5 juta unit converter kit untuk bahan bakar gas. Untuk tahap awal, 250 ribu kebutuhan itu akan dipenuhi melalui impor. Alasannya, industri lokal belum mampu memproduksi sendiri.
Hidayat mengungkapkan, siap atau tidaknya industri lokal untuk memproduksi converter kit akan diketahui dalam waktu dekat. "Kalau industri nasional PT DI menyanggupi, silakan," katanya.
Namun jika belum siap, impor akan menjadi salah satu solusi memenuhi kebutuhan converter kit untuk tahap awal. "Kalau mau impor 5 sampai 10 persen, ditanggung beres," ujar Hidayat. (fal)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Malaysia Airlines Serius Garap Tarakan-Tawau
Redaktur : Tim Redaksi