Publik Menanti MK Lakukan 3 Hal Ini dalam Mengadili Sengketa Pilkada

Selasa, 09 Februari 2021 – 17:00 WIB
Kuasa hukum pasangan calon Pilkada Kalimantan Tengah Ben Brahim-Ujang Iskandar, Ramdansyah di ruang sidang Mahkamah Konstitusi. Foto: dok pribadi for JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Eks Ketua KPK Bambang Widjojanto mengatakan ada tiga ujian Mahkamah Konstitusi saat mengadili sengketa pemilukada.

Ketiganya mendorong harapan kepada Mahkamah Konstitusi untuk memutuskan perkara berbasis pada asas materiil dan penyelenggaraan pemilu yang berintegritas.

BACA JUGA: Respons Ahmad Yani Buat MK Terkait Penanganan Sengketa Pilkada, Tegas!

“Ujian pertama, apakah MK akan memeriksa hal-hal yang sifatnya material, tidak sekedar formal. Karena proses itu akan mempengaruhi hasil, maka MK bisa menguji semua dalil-dalil, alat bukti, argument yang dijadikan dasar oleh pemohon terjadinya kecurangan,” ujarnya dalam diskusi “PolemikGugatan Sengketa Pilkada,” Selasa (9/2).

Ujian pertama ini terkait sejauh mana MK melihat ambang batas selisih suara dalam pasal 158 UU Pemilukada, bukan hanya sekadar hasil tapi memeriksa prosesnya sedetil mungkin.

BACA JUGA: Adili Sengketa Pilkada, MK Diharap Tak Jadi Mahkamah Kalkulator

Pasal ini juga terkait sejauh mana proses pemilukada bukan hanya luber dan jurdil, tetapi juga memenuhi prinsip-prinsip demokrasi.

Kemudian bagaimana kinerja lembaga penyelenggara pemilu dan pengawasan pemilu sudah berjalan optimal.

BACA JUGA: Saran Margarito Kamis Kepada MK Terkait Sidang Gugatan Perselisihan Pilkada

Ia mencontohkan bagaimana MK perlu melihat satu proses yang diduga melanggar aturan Pemilukada.

Hal itu itu adalah kebijakan mutasi yang dilakukukan petahana di Kalimantan Tengah yang dalam pasal 71 ayat 3 dalam UU Pilkada, gubernur dan kepala daerah lainnya tidak boleh melakukannya dalam waktu 6 bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon pilkada.

”Dalam UU tersebut mutasi harus memiliki harus ada izin tertulis dari menteri, ketika mendapat izin dari menteri, kalau sulit sekali mendapatkan akses untuk itu, bahkan harusnya Komite ASN dilibatkan karena beberapa hal tertentu terkendala, artinya ada persoalan fundamental selain angka,” ujarnya.

Bambang menambahkan, dalam persoalan diatas, Mahkamah harus memberi ruang yang cukup untuk memanggil dan menanyakan alasan Kementerian tidak memberikan akses terkait informasi mutasi tersebut.

Termasuk alasan kementerian tidak melibatkan Komisi ASN sebagai saksi kebenaran rekomendasi dalam mutasi tersebut.

“Ujian kedua adalah seberapa banyak saksi dan ahli bisa diakomodasi, karena ini speedy trial, sejauh mana itu bisa diberi ruang untuk pembuktian permohonan dan jawaban dari termohon,” ujar Bambang. 

Bambang mengutip pasal 28 h ayat 2 UUD 45 yakni setiap orang berhak mendapatkan kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.

Karena itu, publik akan menunggu MK mewujudkan the guardian of constitution.

“Ketiga adalah sejauh mana MK membuka ruang untuk mengakomodasi bila ada konflik of interest penyelenggaraan pemilu yang itu hanya bisa diuji di MK, Karena diproses sebelumnya itu sangat rumit sekali,” ujarnya.

Ia mencontohkan Orient P Riwu yang tersandung masalah kewarganegaraan pasca terpilih menjadi bupati Sabu Raiju.

Bambang menilai hal itu menunjukan sehebat apapun proses, maka terbuka peluang penyelenggara pemilu kecolongan.

“Kalau kasus itu dibawa ke MK itu akanmenunjukan sejauh mana MK menguji persoalan fundamental tersebut,” ujarnya.

Terakhir Bambang berharap persidangan pmeriksaan ke depan MK nantinya menguji semua dalil-dalil yang dijadikan dasar permohonan adanya kecurangan.

Ia meminta MK tidak hanya sekadar memutuskan sengketa Pilkada berdasarkan angka sesuai pasal 158 UU Pemilu.

Pasal 158 UU Pemilukada sendiri pernah digugat 5 tahun lalu oleh calon gubernur DKI dari jalur independen, Ramdansyah.

Dia menggugat pasal itu karena melihat potensi  pelanggaran terstruktur, sistematis dan massif akan dikalahkan oleh masalah teknis ambang batas.

Hasil dari gugatan itu ditolak, namun sejak saat itu MK mengembalikan marwah keadilan subtansial dengan tidak memutus perkara sengketa pemilukada di awal permohonan karena tidak memenuhi syarat ambang batas.

“Saya melihat peraturan MK no 6 tahun 2020 sejalan denganpermintaan saya  waktu uji materi,” ujarnya. (dil/jpnn)


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler