Puluhan Fakultas Kedokteran Terancam Ditutup

Jika Tidak Menyediakan RS Pendidikan

Rabu, 08 Februari 2012 – 06:06 WIB

JAKARTA - Sejumlah perguruan tinggi pengelola fakultas kedokteran (FK), harus segera berbenah. Terutama bagi yang belum memiliki rumah sakit pendidikan (RSP). Sebab, Pasal 5 RUU Pendidikan Kedokteran (Dikdok) mewajibkan pendirian FK harus memiliki rumah sakit pendidikan dulu. Izin FK yang tidak memiliki RSP dicabut.
 
Ketua Program Studi (Prodi) Sub Spesialis Jantung Anak FKUI-RSCM Dr Sukman Tulus Putra SpA (K) dalam diskusi Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PB PAPDI) di Jakarta, Selasa (7/2) menjelaskan, memang saat ini UU Dikdok masih berupa rancangan. "Tetapi pembahasannya sudah tahap finalisasi. Perkiraan dua bulan lagi disahkan," jelas dia.
 
Mantan ketua umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) periode 2005-2008 itu mengatakan, dalam RUU Dikdok itu secara tegas disebutkan jika syarat mutlak pendirian FK di seuatu perguruan tinggi negeri maupun swasta adalah keberadaan RSP. Syarat pendirian FK berikutnya adalah, tenaga pendidik yang tersertifikasi, gedung, laboratorium biomedik, ketrampilan klinis, dan kesehatan masyarakat.
 
Dia menjelaskan, kampus-kampus pengelola FK yang belum memiliki RSP, diberi waktu empat sampai lima tahun dari pengesahan RUU Dikdok untuk membangun RSP. "Jika sampai batas waktu itu belum mendirikan RSP, maka izin pengelolaan atau pendirian FK dicabut," katanya.
 
Jika ijinnya dicabut, otomatis FK tersebut ditutup. Sehingga, mereka sudah tidak bisa menerima mahasiswa baru lagi.
 
Sukman menerangkan, saat ini di seluruh Indonesia ada 72 FK di kampus negeri maupun swasta. Dia menjelaskan, FK di kampus negeri masih banyak yang belum dilengkapi RSP. Akibatnya, mahasiswa mereka kerap dilempar ke daerah lain untuk menjalani pendidikan kedokteran. Sedangkan di kampus swasta, Sukman mengatakan kondisinya semakin mencemaskan. "FK di kampus swasta yang memiliki RSP bisa dihitung dengan jari," tandasnya.
 
Dia tidak hafal rincian kampus-kampus yang memiliki RSP. Sukman menyebutkan diantara kampus yang sudah memiliki RSP diantaranya Universitas Indonesia (UI) yang berkerjasama dengan RSCM, Universitas Airlangga (Unair) dengan RSUD dr Soetomo.  Dua kampus ini sejatinya sudah mulai mengembangkan RSP sendiri. Tetapi hingga saat ini pembangunannya masih tersendat.
 
Sukman mengatakan RSP lainnya juga dikembangkan di Universitas Gajah Mada (UGM), Universitas Sumatera Utara (USU), dan Universitas Hassanudin (Unhas). Selanjutnya juga ada di Universitas Diponegoro (Undip), Universitas Negeri Solo (UNS), Universitas Andalas (Unand).
 
Bagi Sukman, pengembangan RSP kedepan harus sesuai dengan jalurnya. Yaitu lebih mengutamakan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. "Bukan menjadi pusat penelitian atau didominasi kegiatan akademik," tandasnya. Dia mengatakan, kampus-kampus pengelola FK tidak bisa selamanya menyandarkan RSP dengan rumah sakit miliki Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
 
Secara umum, sebagai staf pengajar sekaligus professional Sukman mendukung kebijakan pembangunan FK wajib dibarengi dengan pendirian RSP. Sebab, selama ini kontrol terhadap kualitas dokter jebolan FK yang tidak memiliki RSP cukup sulit. (wan)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Telkom Gelar Olympiade Speedy Cerdas


Redaktur : Antoni

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler