Pungutan Liar Hingga Penahanan Ijazah

Dua Persoalan Laten di Masa Pergantian Tahun Ajaran Baru

Sabtu, 05 Mei 2012 – 09:05 WIB

JAKARTA - Setiap musim pergantian tahun ajaran pendidikan, dunia pendidikan selalu menghadapi dua persoalan laten. Kedua persoalan yang hampir tidak pernah tuntas pengusutannya ini adalah, pungutan liar bagi siswa baru dan kasus penahanan ijazah bagi siswa yang memiliki tunggakan-tunggakan uang ke sekolah.

Ditemui usai memberikan anugrah kepada pemenang Tanoto Education Grant di Jakarta kemarin (4/5) Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh meminta masyarakat melapor jika mendapatkan atau menemukan dua persoalan tadi. "Kita siap menidaklanjutinya," tutur menteri asal Surabaya itu.

Dia berpesan, bagi masyarakat yang melapor juga harus menunjukkan lokasi ternjadinya penyakit pendidikan ini. Nuh mengatakan, lokasi dan waktu kejadian ini penting untuk mempercepat pengusutannya. Diantara nomor telepon yang bisa digunakan untuk mengadu adalah, call center 177, dan nomor telepon : (021) 57950226, (021) 5703303, serta faksimil: 021 5733125.

Nuh menuturkan, dalam aturannya segala pungutan liar di sekolah negeri itu dilarang. "Terutama di SD dan SMP," katanya. Larangan pungutan ini sudah tertuang dalam Permendikbud Nomor 60 Tahun 2011 tentang Larangan Pungutan Biaya Pendidikan di SD dan SMP.

Menjelang penerimaan siswa baru, pungutan ini cukup beragam sekali. Mulai untuk biaya pendaftaran, biaya pembelian seragam, hingga biaya ekstrakulikuler. Menurut Nuh, potensi pungutan semakin besar dan nilainya tinggi terjadi di sekolah-sekolah berlabel sekolah rintisan berstandar internasional (RSBI).

Menurut Mantan Menkominfo itu, pungutan semakin bersifat haram jika dikaitkan dengan penerimaan siswa. Maksudnya, dalam menentukan siswa A diterima atau tidak, pihak sekolah melihat orang tua siswa tadi kuat membayar berapa. "Laporkan ke kita jika ada sekolah yang menerapkan praktek wani mbayar piro (berani membayar berapa)," tukas Nuh.

Dalam kesempatan kemarin, Nuh menerima laporan dari salah satu warga asal Bekasi. Dalam laporan itu disebutkan jika pada awalnya ada siswa X dinyatakan diterima berdasarkan nilai rapor yang baik dan orang tuanya sanggup membayar uang masuk Rp 5 juta. Kasus ini terjadi di sebuah sekolah berlabel RSBI.

Tetapi beberapa saat kemudian, posisi siswa X ini digeser oleh siswa Y. Padahal nilai rapor siswa Y ini lebih rending dibandingkan dengan siswa X tadi. Usut punya usut, ternyata orang tua siswa Y ini berani atau sanggup membayar uang masuk hingga Rp 25 juta.

Mendengar laporan ini, Nuh lantas memerintahkan untuk ditindaklanjuti jajaran terkait. Jika benar-benar terbukti menerapkan pertimbangan uang dalam menentukan penerimaan siswa, dia meminta dinas pendidikan setempat menjatuhkan sanksi untuk sekolah tersebut. "Sebenarnya ketahuan saja, tanpa diberi sanksi itu sudah malu sekali," tuturnya.

Persoalan pendidikan yang terus jadi setiap tahun berikutnya adalah, kasus penahanan ijazah. Banyak siswa di semua jenjang pendidikan melaporkan ijazahnya ditahan pihak sekolah. Alasannya rata-rata siswa yang bersangkutan masih memiliki tunggakan uang kepada pihak sekolah. Nuh meminta kasus ini tidak terjadi lagi, terutama di sekolah SD dan SMP negeri. "Kalau SMA itu kan masih boleh ada pungutan, tetapi penahanan ijazah itu tidak benar," kata dia.

Sikap sekolah  yang tega menahan ijazah siswanya ini cukup menghawatirkan. Sebab, bisa menghalangi siswa ini untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Atau juga dijadikan sebagai pemenuhan persyaratan bekerja. Namun dalam praktenya, ada sekolah yang mengakali memberikan fotokopian ijazah terlegalisir. Sedangkan lembar ijazah aslinya tetap ditahan.

Nuh lantas memberikan solusi supaya sekolah tidak sampai menahan ijazah siswa. Solusi yang dia lontarkan adalah, meminta sekolah untuk berkoordinasi dengan jajaran dinas pendidikan kota atau kabupaten. Dalam koordinasi ini, pihak sekolah menyampiakan kerugiannya jika seorang siswa tadi tidak juga melunasi tunggakannya.

Menurut Nuh, rata-rata sekolah itu menggunakan alasan jika uang tunggakan tadi digunakan untuk pembangunan gedung atau renovasi sekolah. "Hampir tidak akan ada yang beralasan untuk gaji guru," tegasnya.

Dengan alasan tadi, pihak sekolah dan jajaran dinas pendidikan bisa langsung meminta bantuan pembangunan gedung atau renovasi sekolah ke Kemendikbud. "Bantuan akan kita berikan, tapi ijazah harus dikeluarkan dulu," katanya. Dengan sistem ini, persoalan penahanan ijazah tidak akan menjadi keluhan yang terjadi setiap tahun. (wan)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Hati-hati Pegang Ijazah Palsu


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler