PADANG--Keberpihakan pemerintah terhadap rakyat patut diragukan. Apa pun program untuk kalangan masyarakat menengah ke bawah, kerap tak berjalan mulus. Sebut saja program pupuk bersubsidi, penyerapannya yang rendah menyebabkan kelangkaan di mana-mana.
Rendahnya penyaluran pupuk bersubsidi di Sumbar, membuat Kementerian Pertanian (Kementan) gerah. Pasalnya, kuota yang diberikan jarang dimanfaatkan maksimal oleh kabupaten/kota di Sumbar.
"Terus terang, saya heran di Sumbar ini. Banyak kepala daerah yang mengeluh kelangkaan pupuk. Padahal, realisasi pemanfaatan pupuk itu yang rendah di Sumbar. Tak pernah mencapai 100 persen," kritik Deputi Direktur Jenderal dan Sarana Pertanian Kementan, S Gatot Irianto dalam Rapat Koordinasi Kepala Daerah se-Sumbar di Hotel Pangeran Beach, (12/3).
Malahan, kata Gatot, kebutuhan pupuk di Sumbar masih di bawah dua kabupaten di Jawa Timur, yakni Lamongan dan Bojonegoro. Anehnya, hampir di seluruh daerah di Sumbar, selalu ribut soal kelangkaan pupuk.
Belum maksimalnya penyerapan pupuk bersubsidi di Sumbar, disebabkan pembuatan Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) asal jadi. Selain itu, belum seluruh petani yang masuk ke dalam kelompok tani.
"Karena itu, RDKK perlu dilakukan penyempurnaan. Selain itu, kapasitas bongkar muat dan sarana transportasi juga menjadi penyebab penyaluran pupuk bersubsidi," terang Gatot.
Faktor lainnya, jelas Gatot, penebusan oleh distributor dan pengecer di bawah kebutuhan riil, pasokan pupuk tidak sesuai kebutuhan, adanya oknum petugas Dinas Pertanian yang melarang penyaluran pupuk sebelum perbup/perwako keluar.
"Jika tak salah, daerahnya itu Mentawai, Pasaman, Solsel, Bukittinggi dan Pariaman. Kalau saya salah, tolong juga dikoreksi. Namun itulah data yang masuk ke saya," ujarnya.
Persoalan lainnya, Komisi Pengawas Pupuk dan Pestisida (KP3) di Sumbar mati suri. Bahkan, ada daerah yang sama sekali tidak mengalokasikan anggaran untuk KP3, yaitu Kabupaten Solok Selatan, Mentawai dan Bukittinggi.
Mengantisipasi hal itu, Kementan memperluas kewenangan kepala daerah dalam penataan distribusi pupuk bersubsidi. Kini, kepala daerah berhak mengusulkan, mengganti dan mencopot distributor pupuk bersubsidi yang terbukti melakukan penyimpangan distribusi pupuk. Namun, sebelum bupati/wali kota memangkas jumlah distributor, diwajibkan memberikan sosialisasi terlebih dulu.
Di tempat yang sama, Bupati Solok Syamsu Rahim membantah pihaknya tidak mengalokasikan anggaran untuk KP3. "Kami belum mengeluarkan perbup soal penyaluran pupuk. Namun, hal ini tidak mengganggu distribusi pupuk. Kami minta kewenangan kepala daerah dalam mengevaluasi penyaluran pupuk, diperluas. Sebab, dengan keterbatasan kewenangan saat ini, kami sulit menindak distributor atau kios nakal," tukas Syamsu.
Hal senada dikatakan Bupati Tanahdatar, Shadiq Pasdiqoe. "Di Tanahdatar, saya telah memangkas distributor pupuk dengan hanya menunjuk 1 distributor. Keputusan itu diambil agar jelas ada yang bertanggung jawab, apabila terjadi persoalan dalam pendistribusian pupuk," tuturnya.
"Saya terpaksa buka baju bupati, dan menanyakan apa maunya distributor yang telah saya berhentikan itu. Alhamdulillah, sejak itu saya lakukan, dalam dua bulan ini, tak ada lagi petani yang menjerit akibat kelangkaan pupuk. Sebab, kalau ada petani yang menjerit kelangkaan pupuk, maka distributor yang telah saya tunjuk itu yang bertanggung jawab," tegasnya.(ayu)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Lima Ribu Koperasi Mati Suri
Redaktur : Tim Redaksi