jpnn.com - SETELAH dua tahun akrab, baru kemarin dahulu saya bertemu orangnya: drh. Indro Cahyono. Ia muncul di rumah saya. Habis Magrib. Bersama istrinya.
Saya juga baru tiba dari Samarinda. Istri ditinggal di sana.
BACA JUGA: 10.58
Polda Jatim mengundang ahli virus itu ke Lamongan. Yang bersama Harian Disway mengadakan acara ini: Lokakarya dan Simulasi Penyembuhan Sapi. Yakni sapi yang terkena penyakit mulut dan kuku (PMK).
Mengundang drh. Indro ternyata tidak harus menyediakan tiket pesawat. Ia datang ke Surabaya naik kereta. Hanya ada syarat khusus: harus juga mengundang istrinya.
BACA JUGA: Inisiatif Hitam
Meski sudah punya anak tiga orang, pasangan ini masih seperti pacaran. Mereka satu angkatan di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Satu kelas.
Indro orang Semarang, sang istri priyantun Ngayogyokarto.
BACA JUGA: Varian Siluman
Pagi-pagi kemarin kami ke Lamongan. Acara itu dilakukan di pendapa kabupaten. Bupati Dr Yuhronul Efendi MBA hadir. Kepalanya gundul –pertanda baru pulang dari naik haji. Saya menjadi moderatornya.
Anda sudah tahu apa yang dipaparkan drh. Indro di situ. Sudah hafal. Sudah lima kali saya menuliskannya di Disway.
Akan tetapi peserta masih sangat antusias. Pak Bupati ikut dialog sampai selesai.
Lamongan adalah kabupaten pertama yang mengakui secara terbuka: bahwa virus PMK sudah masuk Indonesia.
Dari acara tersebut terlihat ternyata masih begitu banyak yang salah praktik.
Banyak peternak yang menyembuhkan PMK dengan berbagai macam antiseptik. Yang sama sekali salah.
Pengalaman selama covid rupanya membentuk pola berpikir antiseptik segala-galanya. Padahal yang diperlukan untuk PMK ini cairan ber-pH rendah.
Hebatnya, bahkan ada yang menangani PMK pakai formalin. "Mungkin saja virusnya bisa mati, tetapi bakteri tetap menyerang," ujar Indro berkomentar.
Seorang ketua koperasi mengaku: dari 200 sapi milik anggotanya hanya 8 yang mati. Itu bagus.
Namun, ternyata yang 58 lagi harus dipotong dini. "Kukunya sudah lepas. Tidak bisa berdiri. Tidak mungkin bisa lebih gemuk lagi. Dipotong saja," ujarnya.
Itu, kata Indro, akibat salah penanganan. Luka kaki akibat virus diperburuk oleh bakteri. Akhirnya membusuk.
Kukunya lepas, padahal virusnya sudah negatif. Letak kaki sapi yang di bawah membuat mudah dihinggapi segala macam bakteri yang ada di kandang.
Buktinya luka yang di mulut tidak membuat mulut busuk dan gigi lepas.
Indro menyayangkan terjadinya panik-jual sapi. Itu sangat merugikan peternak.
"Sapi seharga Rp 25 juta dijual di bawah Rp 5 juta," ujarnya.
Sekretaris Dinas Peternakan Jatim Aftabuddin juga mengungkapkan itu.
Anak Medan lulusan Fakultas Peternakan Universitas Syiah Kuala Aceh itu jadi orang Jatim sejak muda. Sejak menjadi atlet olahraga anggar Jatim ketika provinsi itu jadi tuan rumah PON.
Yang paling disayangkan, penjualan itu biasanya dilakukan pada hari ke-6 setelah sapinya terkena PMK. Yakni ketika sapi itu sudah tidak bisa berdiri dan tidak bisa makan.
"Padahal tunggu dua hari lagi sapinya sembuh," ujar Indro. Tentu kalau sapi itu tetap diberi makan.
Itulah sebabnya Indro menciptakan bubur sapi. Juga menciptakan salep untuk kaki. Agar sapi tetap dapat asupan vitamin dan gizi. Juga agar luka di kaki bisa sembuh –kuku pun tidak copot.
Salep itu juga bisa untuk mulut. Tanpa membahayakan sapinya.
Ada keluhan: cara memaksa sapi tetap makan itu ternyata membuat sapinya kembung. Lalu mati.
Indro langsung menjawab: itu karena makanannya tidak dilembutkan.
Sistem pencernaan sapi tidak sama dengan manusia. Perut manusia bisa mencerna makanan apa saja. (*)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Single Image
Redaktur : M. Fathra Nazrul Islam
Reporter : Tim Redaksi