"Dua berkas perkara ini didistribusikan ke tiga Hakim Agung di MA pada 19 September 2012 dan dalam kurun waktu 1 bulan yaitu pada 18 Oktober 2012 telah diputuskan. Tanpa melihat keganjilan yang terjadi dalam kasus ini, padahal tiga hakim ini juga masih punya tunggakan 19 kasus yang belum diputus dua tahun terakhir ini, kenapa yang punya Sun An ini terkesan buru-buru tanpa melihat dan memeriksa keganjilan yang ada," ujar kuasa hukum Sun An dan Ang Ho, Edwin Partogi dalam jumpa pers di kantor KontraS, Jakarta Pusat, Minggu (4/11).
Hakim yang dimaksud keluarga Sun An adalah Achmad Yamanie, Andi Abu Ayyub Saleh dan Zaharuddin Utama. Ketiganya mengabaikan sejumlah keganjilan yang saat ini sedang diupayakan keluarga untuk diungkap.
Awalnya, paman dan keponakan itu dituduh membunuh suami istri Kwito dan Dora Halim pada 29 Maret 2011 lalu di Medan, Sumatera Utara. Dalam proses penegakan hukum keduanya banyak kejanggalan seperti pemaksaan dan kekerasan untuk memberikan keterangan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) sesuai yang diperintahkan polisi, selain itu selama ditahan keduanya disiksa setiap dini hari sejak 3 April hingga 9 April 2011.
Hansen, anak Sun An menuturkan, ayahnya disiksa dengan cara ditutup matanya dengan lakban, hanya memakai celana pendek, tangan dan kakinya diikat dan dipukuli hingga babak belur.
"Waktu ketemu, wajahnya sudah penuh lebam, matanya bengkak," tutur Hansen sambil menunjukkan sejumlah gambar Sun An dan Ang Ho usai disiksa polisi.
Tak hanya menyiksa, menurut keluarga, polisi pun memeras istri Sun An, Sie Kim Tui.
"Sekitar 80 juta kami keluarkan seperti yang polisi minta. Waktu itu tanggal 3 April 2011 di hotel J.W. Marriot, Medan. Pertama minta 12 juta dulu, setelah itu sore minta 20 juta. Setelah itu beberapa kali minta sampai sekitar 80 juta," kata Sie Kim Tui menahan airmatanya.
Alih-alih suaminya diperlakukan dengan baik, Sun An dan Ang Ho tetap dijerat dan dituduh sebagai otak pembunuhan. Mereka juga tetap disiksa selama di penjara.
"Mereka tuduh suami saya membunuh tapi tidak pernah ada bukti-buktinya, hanya berdasarkan pada BAP yang mereka rekayasa, paksa suami saya itu. Pembunuh sebenarnya tidak pernah ditangkap. Tapi MA tidak melihat itu semua," lanjut Sie Kim Tui.
Keluarga Sun An bukan baru kali ini mengadu nasib hingga ke KontraS Jakarta, mereka sudah melaporkan sejumlah keganjilan itu pada Komnas HAM, Propam Polri, Wantimpres, UKP4 terkait mafia peradilan dan Ombudsman. Sayangnya, mekanisme koreksi ini tidak menjadi pertimbangan proses hukuum terutama di Mahkamah Agung.
"Seharusnya MA menunda dulu proses putusan mengingat banyak kejanggalan dan pelanggaran HAM dalam kasus ini," kata istri Sun An tersebut.
Rencananya, untuk memperoleh keadilan bagi Sun An dan Ang Ho, keluarga dan penasehat hukum akan membawa kasus ini ke Komisi Yudisial dan meminta sejumlah instansi koreksi sebelumnya mengeluarkan hasil penyelidikan mereka agar bisa dijadikan novum (bukti baru) dalam mengajukan Peninjauan Kembali (PK) di Mahkamah Agung. (flo/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Penetapan UMP Harus Mengacu Dewan Pengupahan
Redaktur : Tim Redaksi