jpnn.com - Kali ini kisah Paulo Coelho. Satu di antara penulis legendaris dan terlaris sedunia. Bukunya yang paling terkenal berjudul Sang Alkemis.
WENRI WANHAR – JAWA POS NATIONAL NETWORK
Ketika gerakan-gerakan gerilya dan hippies merebak dalam gejolak 1968, Coelho jatuh cinta pada Marx, Engels, dan Che Guevara. Ia bagian dari generasi love and peace. Cinta dan perdamaian.
Di kampusnya, pria kelahiran Rio de Janeiro, 24 Agustus 1947 di bawah tanda bintang Virgo itu terlibat dalam gerakan progresif. Pernah jadi demonstran berhaluan Marxist, sebelum akhirnya kerja jadi jurnalis.
“Saat itulah Coelho mulai mengalami krisis ateisme dan pergi mencari pengalaman-pengalaman spiritual baru. Berpaling pada narkoba, zat-zat halusinogen, sekte-sekte dan ilmu hitam,” tulis Juan Arias, penulis dan reporter El Pais yang berbasis di Spanyol.
Lama dia kelana mengampuh ilmu magis, hingga kemudian hari menjelma jadi penulis.
Menurut Juan Arias, sebelum jadi penulis tenar yang hak terjemahan buku-bukunya diperebutkan di empat benua, Coelho dikenal sebagai “orang pintar”. Dukun yang punya kekuatan-kekuatan istimewa.
Juan adalah wartawan-cum-penulis yang meraih Italian Culture Prize dan penghargaan Best Foreign untuk karya jurnalistiknya.
Insting jurnalistik-lah yang membawanya mencari Coelho dan mewawancarainya secara mendalam. Berkat kepiawaiannya, Coelho yang terkenal “tertutup”, membuka diri.
Reportase itu terbit jadi sebuah buku bertajuk Paulo Coelho: Las Confesiones Del Peregrino. Terjemahannya dalam bahasa Indonesia; Paulo Coelho: Obrolan Dengan Sang Penziarah, terbitan Gramedia saya dapatkan di pasar loak Pekanbaru, Riau, tempo hari.
Juan bertanya, “apakah kau masih merasa diri sebagai “orang pintar”? Banyak yang berkata bahwa Paulo Coelho, pada zamannya, adalah “seorang pintar”…”
“Bukan cuma pada zamannya,” sahut Coelho. “Aku orang pintar, seperti semua manusia…aku meyakini kita semua memiliki karunia-karunia yang tidak kita kembangkan, karena ilmu pengetahuan resmi, ruang kosong itu, tidak menerimanya, mencapnya sebagai takhayul atau apalah.”
Bagi Coelho, dirinya hanya mencoba mengembangkan karunia dan kekuatannya. Dalam pengertian itu, semua orang bisa menjadi “orang pintar”.
“Bila selama bertahun-tahun Paulo Coelho dikenal sebagai “orang pintar” yang disegani, konon dengan kekuatan-kekuatan istimewa seperti kemampuan mendatangkan hujan, kini sebagai penulislah pamornya berasal,” tulis Juan.
Coelho berbagai satu di antara rahasianya menulis. Ketika memulai sebuah buku, jangan berhenti sehari pun. Karena, bila begitu, kau akan kesulitan untuk memulainya lagi.
“Kadang, agar tak berhenti, saat sedang berpergian, aku menulis di pesawat dan hotel,” kata pria yang mengidolakan John Lennon, tapi menganggap The Beatles konservatif.
Semua penulis, menurut dia, perlu bergerak. Paling tidak secara batin. Sebab, semua karya sastra klasik adalah cerita-cerita perjalanan yang hebat.
“Mengapa kau merasakan kebutuhan untuk menulis?” Juan bertanya.
“Sebab aku percaya,” jawab Coelho, “satu-satunya cara berbagi cinta personal kita adalah dengan melalui kerja. Dan kerjaku ya menulis. Sama seperti sopir taksi yang menyopir.”
Begitulah Coelho. Penulis sekaliber dia rupanya tak mengeksklusifkan diri. “Harus dipahami bahwa seorang penulis tak lebih penting ketimbang seorang penjual kelapa,” kata penulis yang mengaku dari buku-bukunya punya cukup uang untuk tiga reinkarnasi. (wow/jpnn)
BACA JUGA: Waktu Kecil, Ani Yudhoyono Jagoan Lho...
BACA ARTIKEL LAINNYA... Wartawan Nyentrik dan Berkaliber itu Bernama...
Redaktur & Reporter : Wenri