jpnn.com, JAKARTA - Ketua Harian Gema MKGR Raden Rahmat Bastian SH ikut menolak kebijakan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly membebaskan sejumlah narapidana alias napi dengan dalih mencegah penyebaran virus corona COVID-19 di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas).
Menurut Rahmat, membebaskan narapidana itu merupakan kebijakan yang tidak adil, melanggar prinsip prinsip kepastian hukum.
BACA JUGA: Mendikbud Nadiem Makarim: Wabah COVID-19 Memaksa Guru Harus Kreatif
Juga akan mencewakan bagi majelis hakim yang dulunya menyidangkan perkara yang bersangkutan.
“Apalagi Jaksa Penuntut maupun kerja keras para penyidik yang didanai oleh uang rakyat,” ujar Rahmat dalam keterangan tertulisnya, Senin (6/4).
BACA JUGA: AS Memasuki Pekan Mengerikan, Mayat-mayat Korban Corona Ditumpuk dalam Kantong Oranye
Dia juga menandaskan, gerakan di rumah saja tidak bisa berlaku bagi warga negara yang sedang kena sanksi hukum.
"Ada kondisi khusus yang menghalangi dan membatasi hak para napi akibat UU yang lebih awal dan lebih khusus (lex specialis derogat lex generalis). Bahkan pembatasan dan penghalangan hak para napi ini terbit dalam bentuk peraturan lebih awal (UU Pokok Kekuasaan Kehakiman dan UU Pemasyarakatan yang terbit jauh sebelum 2020) dan peraturan berkedudukan lebih tinggi pula (UU) dibandingkan Permen tahun 2020,” ujar Rahmat.
BACA JUGA: Seruan Terbaru Habib Rizieq untuk Anggota FPI, PA 212, dan GNPF Ulama
Apalagi, lanjutnya, di dalam LP ada tenaga medis yang bisa mencegah penularan virus corona di kalangan napi. Bisa juga digencarkan gerakan pemakaian masker dan rajin cuci tangan dengan sabun di lingkungan Lapas.
Diketahui, Menkumham Yasonna menerbitkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor 10 Tahun 2020 tentang Pemberian Asimilasi dan Hak Integrasi bagi Narapidana dan Anak dalam Rangka Pencegahan Penanggulangan Covid-19.
Juga ada Keputusan Kemenkumham Nomor 19/PK/01/04/2020 untuk mengeluarkan sejumlah narapidana.
Yasonna memproyeksikan, sekitar 30-35 ribu narapidana bisa dikeluarkan dengan beleid ini. Politisi PDI Perjuangan itu beralibi, beleid itu dikeluarkannya agar warga binaan lembaga pemasyarakat tidak terpapar Covid-19 lantaran over kapasitas di sana.
"Kami menyadari betul bahwa lapas yang over kapasitas kami sadari dampaknya jika ada yang sampai terpapar (Covid-19) di lapas," kata Yasonna dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR RI pada Rabu (1/4) lalu.
Dia mengaku akan merevisi Peraturan Pemerintah nomor 99 tahun 2012. Rencananya, akan ada narapidana dengan sejumlah kriteria yang akan dikeluarkan, antara lain narapidana kasus narkotika yang dihukum 5-10 tahun penjara dan telah menjalani 2/3 masa hukumannya. Nantinya, mereka akan menjalani asimilasi di rumah.
Selain itu, pihaknya juga akan membebaskan narapidana kasus korupsi yang telah berusia di atas 60 tahun yang telah menjalani 2/3 masa tahanannya. Diperkirakan ada 300 orang yang akan dibebaskan.
Kemenkumham juga akan mengeluarkan narapidana tindak pidana khusus yang memiliki penyakit kronis dan telah dinyatakan oleh rumah sakit pemerintah, jumlahnya sekitar 1.457 orang. Lalu, narapidana warga negara asing yang jumlahnya 53 orang.
Menko Polhukam Mahfud MD sudah memastikan pemerintah sejauh ini tidak memiliki rencana untuk memberikan remisi atau pembebasan bersyarat kepada napi kasus korupsi, teroris, dan bandar narkoba. (esy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad