jpnn.com, BRUSSEL - Raja Belgia Philippe menyatakan penyesalan mendalam atas penderitaan dan penghinaan yang pernah ditimbulkan kerajaanya terhadap Republik Demokratik Kongo (DRC) selama wilayah tersebut berada di bawah kekuasaan Belgia.
Suratnya kepada Presiden DRC Felix Tshisekedi untuk merayakan peringatan 60 tahun kemerdekaan negara itu adalah ungkapan penyesalan pertama dari raja Belgia atas tindakan pada masa-masa kolonial.
BACA JUGA: Sudah Positif Corona, Pangeran Belgia Kena Denda Rp 166 Juta Pula
"Saya ingin mengungkapkan penyesalan terdalam saya atas luka masa lalu ini, rasa sakit yang secara rutin dimunculkan kembali oleh diskriminasi yang masih ada di masyarakat kita," menurut surat yang dilihat oleh Reuters.
DRC memperoleh kemerdekaan pada tahun 1960 setelah negara Afrika Tengah itu menjadi koloni Belgia selama 52 tahun. Sebelum itu, wilayah DRC menjadi milik pribadi Raja Leopold II selama 23 tahun hingga 1908.
BACA JUGA: Belgia Mulai Longgarkan Aturan Lockdown
Philippe dalam suratnya mengakui bahwa selama pemerintahan Leopold, masyarakat di wilayah DRC mengalami penyiksaan yang kejam. Sementara pada periode kolonial berikutnya mereka mengalami penderitaan dan penghinaan.
Patung-patung Leopold, yang pasukannya membunuh dan melukai jutaan orang di Kongo, telah dirusak atau diturunkan di Belgia setelah protes anti-rasisme global yang dipicu oleh pembunuhan pria kulit hitam Amerika Serikat George Floyd oleh polisi, menyapu Eropa.
BACA JUGA: Ada Tanda Rakyat Belgia Kembali Bahagia, Tak Diteror Corona, Semoga Saja, Amin
Philippe berjanji untuk terus memerangi segala bentuk rasisme dan menyambut baik langkah parlemen Belgia untuk meluncurkan komisi rekonsiliasi guna mengatasi rasisme dan masa lalu kolonial negara itu.
"Proses refleksi ini dapat membantu rakyat Belgia untuk akhirnya berdamai dengan sejarah kita", katanya.
Pandemi virus corona mencegah raja Belgia dari bepergian ke DRC untuk merayakan ulang tahun itu.
Philippe menyampaikan pesan yang berbeda dibandingkan adik laki-lakinya, Pangeran Laurent, yang mengatakan awal bulan ini bahwa Leopold tidak mungkin "membuat orang menderita" di DRC karena dia tidak pernah mengunjungi koloninya itu.
Redaktur & Reporter : Adil