Rajapaksa

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Minggu, 10 Juli 2022 – 20:25 WIB
Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa (kanan) dan saudara laki-lakinya, mantan presiden Mahinda Rajapaksa (kiri). Foto: ANTARA/REUTERS/DINUKA LIYANAWATTE/TM

jpnn.com - People power akhirnya menumbangkan rezim yang tidak kompeten mengurus negara. 

Sri Lanka menjadi contoh mutakhir bagaimana sebuah rezim yang keropos oleh korupsi, kolusi, dan nepotisme akhirnya ambruk oleh amuk massa yang menjelma menjadi people power yang gelombangnya tidak bisa lagi ditahan. 

BACA JUGA: Dinasti Politik Rajapaksa di Sri Lanka Terancam Ambruk, Apa Penyebabnya?

Politik dinasti keluarga Rajapaksa akhirnya ambyar dipaksa mundur oleh kekuatan rakyat.

Ribuan rakyat mengepung dan menjarah rumah Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa, Sabtu  (9/7).

BACA JUGA: Vladimir Putin Diminta Jadi Dewa Penyelamat Sri Lanka

Ribuan orang menduduki rumah, menjarah ruang tidur dan ruang dapur, serta mencebur dan  berenang di  kolam renang. 

Krisis ekonomi dan politik di Sri Lanka mencapai puncaknya, dan memaksa Presiden Rajapaksa mengundurkan diri. 

BACA JUGA: Sri Lanka Negara Bangkrut, tetapi Ratusan WNI Memilih Bertahan di Sana ketimbang Pulang ke Indonesia

Dalam sebuah pengumuman resmi, Rajapaksa menyatakan akan menyerahkan kekuasaan pada 13/7 untuk menenangkan rakyat yang sudah telanjur marah.

Keluarga Rajapaksa menjadi klan politik yang menjadi dinasti yang paling berkuasa di Sri Lanka. 

Sejak 2010, klan Rajapaksa menguasai Sri Lanka setelah berhasil memadamkan pemberontakan Tamil Nadu yang sudah berlangsung selama 12 tahun. 

Ketika itu, Gotabaya menjadi menteri pertahanan dan kakaknya Mahinda Gotabaya menjadi presiden. 

Saat ini, jabatan kakak beradik itu berbalik, Gotabaya menjadi presiden dan Mahinda menjadi perdana menteri.

Kolusi, korupsi, dan nepotisme membuat rakyat marah ketika akhirnya terbukti rezim Rajapaksa gagal mengelola ekonomi. 

Puluhan ribu orang berdemonstrasi selama beberapa minggu terakhir memprotes salah urus ekonomi yang menyebabkan rakyat kelaparan karena ketiadaan bahan makanan. 

Seorang demonstran datang ke ibu kota Kolombo dari sebuah daerah pedesaan dengan bersepeda pancal selama 16 jam. 

Di desanya, tidak ada lagi yang bisa dimakan, rakyat kelaparan, dan anak-anak menangis karena tidak ada yang bisa dimakan.

Gotabaya lari meninggalkan istananya sebelum rakyat menyerbu. 

Sebuah video yang beredar menggambarkan beberapa orang yang diduga ajudan presiden dengan tergesa-gesa melarikan diri dari rumah kepresidenan dengan mendorong 3 kopor besar yang diduga berisi harta benda milik presiden. 

Sebuah video lainnya menunjukkan massa menyerang sebuah rumah yang diduga milik anak Gotabaya.

Terlihat beberapa mobil mewah di garasi rumah seperti Lamborghini, Ferrari, Rolls Royce, dan McLaren. 

Ada jilatan api di sekitar rumah yang diduga dibakar oleh massa demonstran. 

Rakyat marah karena Sri Lanka bangkrut terlilit utang yang menggunung, sementara keluarga pejabat menikmati kekayaan yang berlimpah di atas penderitaan rakyat. 

Serangan terhadap rumah anak Gotabaya menunjukkan bahwa rakyat sangat marah terhadap praktik nepotisme akut oleh keluarga Gotabaya.

Di istana kepresidenan, rakyat menerobos masuk setelah satuan pengamanan presiden mundur karena terdesak oleh serangan rakyat yang bergelombang. 

Rakyat kemudian berbondong-bondong masuk rumah dan menduduki sofa serta masuk ke kamar tidur presiden. 

Sambil meneriakkan yel-yel dan menyanyikan lagu-lagu perjuangan, massa naik ke lantai atas dan membuat siaran langsung melalui kanal media sosial.

Terlihat sejumlah massa mencebur ke kolam renang dan sebagian lainnya masuk ke dapur dan mempergunakan alat-alat dapur untuk memasak. 

Seorang demonstran menunjukkan hasil masakannya berupa kari yang menjadi masakan khas India dan juga Sri Lanka.

Kejatuhan rezim Rajapaksa sudah terlihat tanda-tandanya sejak April lalu ketika menyatakan tidak sanggup membayar utang dan menyatakan bangkrut. 

Dalam beberapa bulan terakhir, Sri Lanka mengalami krisis kebutuhan dasar. Bensin dan gas sulit didapatkan, bahkan untuk kebutuhan memasak pun rakyat sulit mendapatkan bahan bakar.

Di ibu kota Kolombo, setiap hari terlihat antrean mengular untuk mendapatkan pasokan gas yang harganya melonjak sampai dua kali lipat. 

Selama setahun terakhir, Sri Lanka juga mengalami kesulitan pasokan pangan akibat kebijakan pemerintah melarang impor pupuk kimia dengan alasan akan mengembangkan pertanian organik. 

Larangan impor ini diduga dipengaruhi oleh kepentingan bisnis oligarki perkoncoan keluarga Gotabaya yang menikmati rente dari hasil persekongkolan dengan pengusaha istana. 

Alih-alih pertanian organik berkembang, produksi pangan malah merosot dan mengakibatkan krisis pangan. 

Krisis ekonomi memburuk setelah diantam oleh pandemi Covid-19. Pariwisata yang selama ini menjadi salah satu andalan, anjlok menjadi hampir nol. Pemasukan dari devisa tenaga kerja asing Sri Lanka yang bekerja di luar negeri juga merosot tajam.

Situasi menjadi makin akut setelah terjadi invasi Rusia terhadap Ukraina Februari silam. 

Pasokan gas menjadi makin seret dan Sri Lanka mengalami tiga krisis sekaligus, yaitu krisis keuangan, krisis energi, dan krisis pangan. Inilah tiga pukulan telak beruntun yang membuat Sri Lanka KO.

Gotabaya Rajapaksa menjadi presiden sejak 2019. Krisis ini merupakan yang terburuk sejak negara itu merdeka pada 1948.  

Negara itu mengalami kekurangan mata uang asing karena habis untuk membayar utang luar negeri. Akibatnya, antara lain, Sri Lanka tidak bisa membayar impor bahan bakar yang akhirnya menjadi pemicu krisis ekonomi yang lebih parah.

Alat-alat kesehatan dan obat-obatan sulit didapat. Kondisi kesehatan rakyat makin merosot. Ekonomi Sri Lanka yang sebelumnya sempat booming karena pariwisata dan devisa dari luar negeri mendadak ambruk dan rakyat menjadi sangat miskin. Uang lokal tidak ada artinya karena infalsi yang menggila.

Bank Sentral mengatasi kriris dengan mencetak lebih banyak uang. Akibatnya uang beredar terlalu banyak yang barang tidak tersedia di pasar. Akibatnya inflasi makin menggila. Puncaknya, pemerintah tidak bisa membayar cicilan utang.

Ekonomi memburuk akibat praktik korupsi yang meluas. Keluarga Gotabaya banyak menerima suap dan sogok dari berbagai transaksi ekonomi. 

Karena merasa mempunyai legitimasi yang kuat, maka keluarga Gotabaya merasa bebas melakukan apa saja. 

Kekuasaan klan Rajapksa yang nyaris mutlak mengakibatkan tidak adanya oposisi yang efektif. Hampir dua per tiga kursi parlemen dikuasai oleh Rajapaksa yang menyebabkan mekanisme checks and balances tidak berjalan dengan efektif.

Rajapaksa makin memperkuat konsolidasi politiknya dengan melakukan amendemen terhadap konstitusi yang memberi kewenangan yang sangat besar kepada presiden. 

Dengan amendemen itu, masa jabatan presiden yang semula hanya dua periode diperpanjang menjadi tiga periode.

Ketiadaan oposisi menyebabkan pemerintah berjalan miring, tidak seimbang, karena tidak ada kontrol. Karena itu, ketika kondisi sudah makin parah dan gawat, tidak ada early warning yang memberi peringatan. Tidak adanya warning inilah yang menyebabkan krisis politik meledak.

Rakyat yang kehilangan kesabaran mulai berani melakukan protes dan demonstrasi. 

Rezim Rajapaksa menjawab protes ini dengan menurunkan demonstrasi tandingan yang menyebabkan benturan yang mengakibatkan sejumlah kematian.

Akhirnya, kesabaran rakyat habis setelah hidup makin susah. Puluhan ribu orang bergerak seperti gelombang people power. 

Sejarah berulang seperti people power yang menjatuhkan Ferdinan Marcos di Filipina pada 1986. Hal yang sama terjadi di Indonesia pada Reformasi 1998.

Ketika rezim yang berkuasa menjadi buta karena korupsi, kolusi, dan nepotisme, lalu muncullah gelombang kriris ekonomi internasional, dan terjadilah krisis ekonomi di dalam negeri. 

Rakyat yang sudah lapar akhirnya bergerak, dan people power pun muncul menjadi gelombang besar yang tidak lagi ditahan. (*)


Redaktur : M. Kusdharmadi
Reporter : Cak Abror

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler