JAKARTA - Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Teguh Santosa mengatakan rakyat harus berhenti memilih calon presiden (Capres) karena popularitas yang dikemas melalui media darling. Cara inilah yang dianggap bisa menghasilkan pemimpin yang berkualitas untuk mengurus bangsa dan negara ini.
"Satu-satunya cara untuk mendapatkan pemimpin bangsa dan negara yang berkualitas harus ada keberanian untuk mendorong rakyat tidak memilih Capres populer yang dikemas melalui media darling," kata Teguh Santosa, di gedung DPD, Senayan Jakarta, Jumat (14/6).
Keberanian untuk mendorong rakyat memilih Capres secara lebih kritis inilah yang tidak dimiliki oleh elit bangsa. Opsi yang ditawarkan ke masyarakat menurut Teguh Santosa selalu berdasarkan politis yang memberikan keuntungan terhadap salah satu kelompok.
"Akibatnya, rakyat secara disengaja oleh elit didorong untuk mengulangi kesalahan yang sama dan selalu memilih orang yang salah," tegasnya.
Dalam perspektif kelembagaan lanjutnya, Dewan Perwakilan Daerah (DPD) bisa berperan dalam mendorong masyarakat untuk menentukan pilihannya berdasarkan rasionalitas yang teruji. "Caranya, DPD bisa saja mengundang para bakal Capres nantinya dan menggali pemikirannya paling tidak untuk mengetahui pemikirannya tentang Indonesia 5 tahun ke depan," sarannya.
Dengan cara begitu, publik akan terhindar dari proses pemaksaan opini yang dibangun secara sistematis oleh tim sukses bakal Capres. "Layak atau tidaknya seseorang jadi Capres mestinya ditentukan oleh respon langsung para kandidat dalam menyikapi satu masalah. Bukannya membangun mimpi melalui media darling atau spanduk yang bertebaran," tegasnya. (fas/jpnn)
"Satu-satunya cara untuk mendapatkan pemimpin bangsa dan negara yang berkualitas harus ada keberanian untuk mendorong rakyat tidak memilih Capres populer yang dikemas melalui media darling," kata Teguh Santosa, di gedung DPD, Senayan Jakarta, Jumat (14/6).
Keberanian untuk mendorong rakyat memilih Capres secara lebih kritis inilah yang tidak dimiliki oleh elit bangsa. Opsi yang ditawarkan ke masyarakat menurut Teguh Santosa selalu berdasarkan politis yang memberikan keuntungan terhadap salah satu kelompok.
"Akibatnya, rakyat secara disengaja oleh elit didorong untuk mengulangi kesalahan yang sama dan selalu memilih orang yang salah," tegasnya.
Dalam perspektif kelembagaan lanjutnya, Dewan Perwakilan Daerah (DPD) bisa berperan dalam mendorong masyarakat untuk menentukan pilihannya berdasarkan rasionalitas yang teruji. "Caranya, DPD bisa saja mengundang para bakal Capres nantinya dan menggali pemikirannya paling tidak untuk mengetahui pemikirannya tentang Indonesia 5 tahun ke depan," sarannya.
Dengan cara begitu, publik akan terhindar dari proses pemaksaan opini yang dibangun secara sistematis oleh tim sukses bakal Capres. "Layak atau tidaknya seseorang jadi Capres mestinya ditentukan oleh respon langsung para kandidat dalam menyikapi satu masalah. Bukannya membangun mimpi melalui media darling atau spanduk yang bertebaran," tegasnya. (fas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... PDIP: Empati Pada Rakyat tak Hanya Lewat BLSM
Redaktur : Tim Redaksi