Rakyat Geram, Tolak Ibu Negara Dapat Dana Publik Khusus

Rabu, 09 Agustus 2017 – 23:10 WIB
Ibu negara Prancis Brigitte Macron. Foto: AFP

jpnn.com, PARIS - Presiden Prancis Emmanuel Macron pernah sesumbar akan menjadikan status first lady sebagai jabatan resmi.

Artinya, sang istri, Brigitte, akan punya peran penting yang berkekuatan hukum dalam pemerintahannya.

BACA JUGA: Presiden Jokowi Hadiri Ritual Adat Suku Bugis

Namun, sedikitnya 220.000 warga negara yang terkenal dengan Menara Eiffel itu mencegat rencana tersebut lewat petisi.

''Tidak ada alasan apa pun yang bisa membenarkan seorang istri kepala negara menerima anggaran khusus dari dana publik,'' tegas Thierry Paul Valette, seniman asal Kota Paris yang menggagas petisi tersebut.

BACA JUGA: Ibu Negara Colek Presiden, Tangannya, Pak...Anthem Berkumandang!

Sejak diluncurkan sekitar dua pekan lalu, petisi Valette itu langsung menuai reaksi positif dari masyarakat.

Lebih dari 220.000 orang membubuhkan tanda tangan dalam petisi. Bukan hanya lewat petisi, warga yang menentang rencana Macron juga menyuarakan sikap dalam polling.

BACA JUGA: Cantik Menggoda, Berkilau..Inilah Foto Resmi Ibu Negara

Mengutip hasil jajak pendapat YouGov, Huffington Post menyebutkan bahwa 68 persen warga Prancis menolak usul Macron.

Kubu oposisi menganggap upaya Macron untuk menjadikan posisi first lady sebagai jabatan itu melanggar norma Prancis.

''Amerikanisasi,'' kata seorang pengamat politik ibu kota mengacu pada posisi first lady di Amerika Serikat (AS).

Berbeda dengan Brigitte, First Lady Melania Trump punya wewenang yang lebih besar dalam pemerintahan.

Sebab, dia memangku jabatan sebagai ibu negara.

Jika benar acuan pemimpin 39 tahun tersebut adalah Melania, nanti Brigitte pun punya staf dan kantor khusus. Juga, menerima gaji yang jumlahnya tidak sedikit.

Mengubah status first lady, menurut Valette, bukanlah hal yang mustahil.

Sebab, tidak ada larangan seperti itu dalam konstitusi Prancis. Sayangnya, Macron menggunakan cara yang salah. Sebab, dia tidak melibatkan rakyat.

''Segala hal yang berkaitan dengan rakyat seharusnya diputuskan lewat referendum. Bukan sekadar dekrit presiden,'' paparnya.

Selain itu, Macron menggulirkan wacana dalam waktu yang tidak tepat.

Sebab, bersamaan dengan pembahasan dekrit presiden tersebut, parlemen juga sedang membicarakan proposal yang Macron rancang untuk menghentikan nepotisme.

Yakni, rancangan undang-undang yang berisi larangan bagi para legislator mempekerjakan keluarga atau kerabat sebagai staf atau asisten pribadi.

''Saat (presiden, Red) berusaha memperbaiki moral Prancis dengan menyetop nepotisme dalam parlemen, rakyat jelas tidak bisa mendukung dekrit yang presiden rancang untuk memberikan pekerjaan kepada istrinya,'' kritik Valette. (AFP/Reuters/BBC/CNN/c14/hep/jpnn)


Redaktur & Reporter : Natalia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler