RASAIN! Hakim Sindir Polisi: Ke Mana Saja Kalian Selama Ini

Jumat, 26 Februari 2016 – 09:57 WIB
Ilustrasi. picxabay.com

jpnn.com - SURABAYA - Sidang kasus penambangan pasir ilegal di Desa Selok Awar-Awar, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang, untuk kali kedua digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Kamis (25/2). Sepuluh terdakwa langsung duduk berjejer di kursi pesakitan. Seorang di antara mereka disebut-sebut memiliki peran utama, yakni si kepala desa, Hariyono. 

Dalam sidang itu, hakim juga menyindir saksi polisi yang mengaku baru tahu ada penambangan pasir ilegal setelah kasus pembunuhan itu terjadi pada September 2015. 

BACA JUGA: Diberi Numpang Nginap, Eh Malah Setubuhi Putri Pemilik Rumah

Saksi pertama yang memberikan keterangan adalah Sudomo, operator mesin pengeruk pasir. Dia menyebut Harmoko, salah seorang terdakwa, sebagai sosok yang memberikan arahan langsung di lapangan. Selama setahun bekerja, Sudomo digaji Rp 175 ribu per hari. 

Dia membenarkan adanya pos penjagaan yang berjarak sekitar 200 meter dari lokasi penambangan. Sudomo juga mengungkapkan, dalam sehari, ada sekitar 150 truk yang datang mengambil pasir. 

BACA JUGA: Dua Siswa Tersangka Pembunuh Manajer Bank Mandiri, Pihak Sekolah Terpukul

Sementara itu, Rulianto, sopir truk pasir, menyatakan, setiap truk yang masuk ke area tambang harus melewati portal penjagaan. Di situ, setiap satu truk harus membayar karcis masuk Rp 270 ribu. 

Setelah itu, penjaga akan memberikan karcis merah bertulisan ''Wisata Bahari Watu Pecah''. Faktanya, Desa Selok Awar-Awar bukan desa wisata. ''Itu hanya dijadikan kedok oleh kepala desa,'' ujar jaksa Dodi Gazali Emil. 

BACA JUGA: Ada Bekas Jeratan di Leher Manajer Bank Mandiri Baturaja

Muhammad Hasan Basri, saksi kedua dari Unit Pidana Khusus Polres Lumajang, disindir Efran habis-habisan selama sidang. Sebab, sebagai reserse, Basri baru mengetahui adanya penambangan ilegal setelah ada penyelidikan pada 22 September 2015. 

Padahal, kegiatan tambang tak berizin yang dipimpin Hariyono itu berlangsung sejak April 2014. Hakim mempertanyakan kinerja kepolisian Lumajang. Sebagai garda terdepan keamanan, ternyata mereka baru turun ke lapangan setelah ada kejadian berdarah-darah. 

''Ini sudah setahun ada pro-kontra dan keributan. Seharusnya kepolisian tahu lebih dulu. Ke mana kalian selama ini?'' ujar Efran dengan nada meletup-letup. 

Hakim yang merangkap humas PN Surabaya itu juga menyebutkan, jika camat, bupati, dan polisi bekerja sesuai dengan sistem, peristiwa yang menewaskan Salim Kancil tidak perlu terjadi. Hakim menyayangkan keterlambatan polisi mengungkap kasus tersebut. Mengingat, setiap hari ada hampir 200 truk yang bolak-balik melintas. (hay/c5/ano) 

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pulang Arisan, 2 Istri Polisi Diserempet, Ditendang, Lemas


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler