Ratifikasi FCTC tak Sesuai Kondisi Indonesia

Minggu, 28 Juli 2013 – 16:18 WIB

jpnn.com - JAKARTA -- Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi boleh-boleh saja bersikukuh untuk meratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) dan akan memberlakukannya pada 2014 nanti. Namun, upaya itu mendapatkan penolakan keras dari kalangan petani dan pekerja di industri tembakau.

Peraturan Pemerintah (PP) kini tengah digodok dengan mengadopsi FCTC tersebut. Bahkan untuk mempercepat ratifikasi, naskah akademik sudah dikirim ke DPR.

BACA JUGA: Politisi PKS Anggap SBY tak Bersuara

Menanggapi hal itu, Ketua Asosiasi Petani Tembakau (APTI) Nurtianto Wisnusubrata menilai sikap Kemenkes yang memasukan draf akademik secara diam-diam ke DPR untuk ratifikasi FTCC merupakan langkah tergesa-gesa. Menurutnya, jika ratifikasi FTCC itu menyangkut pengalihan tembakau ke tanaman lain, kemudian diaksesi pemerintah, maka para petani tembakau yang akan dirugikan.

"Tanah yang sekarang di sentra-sentra tembakau itu karunia Tuhan, diberi keunggulan untuk tanaman tembakau. Jika diganti dengan tanaman lain, kualitasnya tidak akan sama bagusnya dengan tembakau," ujar Nurtianto, dalam keterangan tertulisnya, Minggu (28/7).

BACA JUGA: Polri Tunggu Data Pembanding Jenazah Imigran Gelap

Ditambahkannya, dalam FCTC akan diciptakan suatu standarisasi produk tembakau dengan yang ada di luar negeri. Padahal, produk tembakau di Indonesia memiliki ciri khas sendiri yang tidak bisa begitu saja disamakan. Jika ada standarisasi, sementara perlindungan pemerintah tak ada, maka produk tembakau lokal makin tersisih.

"Jika produk yang dihasilkan harus sama dengan di luar negeri, berarti tembakau-tembakau lokal tidak bisa jadi bahan baku rokok dan produk turunan lain. Itu kita belum bicara pengaturan iklan, promosi dan CSR," kritiknya.

BACA JUGA: Din Desak Densus Bebaskan Anggota Muhammadiyah

Seharusnya, lanjut Wisnu, ketimbang pemerintah memaksakan ratifikasi, mestinya membuat aturan rokok yang benar-benar disesuaikan dengan kondisi sosial ekonomi dan budaya masyarakat. "FCTC bisa saja sesuai dengan kondisi di luar negeri belum tentu akan cocok di Indonesia," tandasnya.

Amerikat Serikat sampai sekarang belum meratifikasi FCTC karena mereka sadar harus melindungi industri rokoknya. Begitu pula Jerman, Swiss, karena mereka punya industri tembakau.

Penolakan juga disampaikan Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Mukhyir Hasan Hasibuan. Menurut Mukhyir, aksesi FCTC sama saja menegaskan industri hasil tembakau tidak diperlakukan sebagai industri prioritas nasional dan tidak dikategorikan sebagai komoditas strategis perkebunan.
 
Mukhyir mengaku sudah mengirimkan surat agar SBY tidak menandatangani FCTC.  Pasalnya, pekerja pabrik rokok sangat rentan menjadi korban lantaran penurunan kesejahteraan akibat berbagai regulasi yang memberatkan industri.

Problem yang bakal muncul di tenaga kerja, mulai dari pengurangan pekerja hingga penutupan pabrik. Kalau ini terjadi, tentu PHK besar-besaran tidak bisa dielakkan.

"Tidak harus mengacu kepada peraturan internasional (FCTC). Indonesia telah memiliki berbagai aturan yang mengatur industri hasil tembakau yakni UU 11 tahun 1995, UU 26 tahun 2009, PP109 Tahun 2012," ujarnya.

Salah satu yang memberatkan jika FCTC diberlakukan yakni tanaman cengkeh khas Indonesia akan tergusur. Rokok kretek merupakan produk budaya bangsa Indonesia yang menggunakan bahan tambahan cengkeh akan musnah. "Petani cengkeh dan pekerja rokok kretek akan menjadi korban FCTC. Indonesia tidak sama dengan negara lainnya dalam hal skala, kontribusi dan permasalahan tembakau lainnya," pungkasnya. (esy/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... SBY Pasti Dukung Pemenang Konvensi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler