jpnn.com, PADANG - Anggota Komisi VI DPR, Hj. Nevi Zuairina mengatakan adanya perjanjian perdagangan internasional harus tetap dapat melindungi industri dalam negeri khususnya skala kecil dan menengah.
Politikus PKS ini menerangkan, pada awal Februari 2020 DPR RI menetapkan Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Australia atau Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA).
BACA JUGA: Nevi Zuarina: Perjuangkan Aspirasi Pelaku UMKM Dalam RUU Cipta Kerja
Ratifikasi Perjanjian Perdagangan Internasional tersebut merupakan salah satu RUU Prioritas tahun 2020 dalam kategori kumulatif terbuka tentang Pengesahan Perjanjian Internasional, sehingga dapat dibahas kapan saja dengan melihat kondisi tertentu.
“Sebagai anggota DPR RI Komisi VI, kami akan terus mengawal ratifikasi perjanjian internasional agar tetap berpihak kepada rakyat, UMKM, dan bisa berdampak positif bagi perekonomian Indonesia.” ujar Nevi Zuariana dalam keterangan persnya, Senin (10/8).
BACA JUGA: DPR: Tumpang-tindih Pengelolaan Perhutanan Sosial Memicu Bencana Jangka Panjang
Nevi melanjutkan selain perjanjian perdagangan IA-CEPA masih ada ratifikasi perjanjian perdagangan dengan negara EFTA (Indonesia-EFTA Comprehensive Economic Partnership Agreement), dan juga Perjanjian Pengembangan Niaga Elektronik dengan negara se-ASEAN (ASEAN Agreement on E-Commcerce).
Anggota Fraksi PKS ini menambahkan, bahwa Fraksi PKS telah memberikan catatan terhadap ratifikasi perdagangan IA-CEPA. Ratifikasi ini akan membuka bebas aktifitas ekspor-impor antar kedua negara, sehingga bisa berdampak pada tarif bea masuk produk di kedua negara menjadi 0%.
Apabila hal ini terjadi akan ada sebanyak 6.474 produk ekspor dari Indonesia ke Australia yang bea masuknya di nol persenkan, sedangkan Indonesia akan membebaskan bea masuk dari Australia sebanyak 10.813 pos barang impor.
“Untuk saat ini, pembebasan aktivitas ekspor-impor berupa bea masuk produk di kedua negara menjadi 0% mengakibatkan ketidak seimbangan. Keadaan ini menyebabkan adanya defisit neraca perdagangan bagi Indonesia, yang pada akhirnya bisa mengganggu perekonomian nasional.” katanya.
Nevi melanjutkan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik nilai ekspor Indonesia ke Australia pada tahun 2018 tercatat sebesar USD2,8 miliar dan impor dari Australia ke Indonesia sebesar USD5,8 miliar, sehingga Indonesia mengalami defisit neraca perdagangan dengan Australia sebesar USD3 miliar.
“Ke depannya, adanya kerja sama perdagangan IA-CEPA harus bisa menjadi pemacu untuk meningkatkan kinerja ekspor Indonesia sehingga dapat memberikan dampak positif bagi neraca perdagangan. Oleh karenanya, Pemerintah harus dapat memperhatikan industri dalam negeri khususnya skala kecil dan menengah agar dapat memproduksi barang ekspor yang berkualitas,” ujar Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PKS itu.
Legislator Asal Sumatera Barat II ini menegaskan, agar pemerintah sebagai pemegang kebijakan sebelum melakukan perjanjian kerjasama perdagangan internasional, terlebih dahulu harus bisa memastikan kondisi industri dalam negeri sudah siap bersaing dengan industri asing.
“Pemerintah harus dapat mengembangkan industri dalam negeri dengan meningkatkan kapasitas tenaga kerja lokal, meningkatkan alih teknologi, dan membatasi impor. Hal ini sesuai dengan pasal 54 ayat (3) UU Perdagangan No. 7 Tahun 2014, dimana pemerintah dapat membatasi impor barang dengan alasan untuk membangun, mempercepat, dan melindungi industri tertentu di dalam negeri, atau untuk menjaga neraca pembayaran dan/atau neraca perdagangan,” tutup Nevi Zuairina.(fri/jpnn)
Simak! Video Pilihan Redaksi:
Redaktur & Reporter : Friederich