jpnn.com - JAKARTA - Penyidik KPK bergerak cepat menangani kasus suap terhadap tiga hakim PTUN Medan, dengan salah satu bidikan mengarah ke Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho. Ruang kerja Gatot sudah digeledah, dilanjutkan larangan pergi ke luar negeri alias cegah, dan pemanggilan untuk pemeriksaan, Senin (13/7).
Aktivis Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi Ray Rangkuti melihat adanya indikasi kuat Gatot bakal dijadikan tersangka.
BACA JUGA: Ah, Sudah 15 Tahun Debat Penentuan 1 Syawal
"Biasanya, kalu sudah digeledah dan dicegah ke luar negeri, biasanya ya, biasanya, gak tahu untuk kasus ini, biasanya itu tanda ada sesuatu yang mendesak untuk ditetapkan (sebagai tersangka, red)," ujar Ray Rangkuti kepada JPNN kemarin.
Seperti diberitakan, Gatot dipanggil KPK Senin (13/7), namun tidak hadir alias mangkir. Plt Ketua KPK, Taufiequrrachman Ruki, memastikan, Gatot akan dipanggil lagi.
BACA JUGA: Bapak Ibu PNS, Ingat ya...Jangan Nambah Libur, Ini Ancaman Sanksinya
Ray Rangkuti menilai, mangkirnya Gatot dari panggilan KPK memperlihatkan dua kemungkinan. Pertama, Gatot tidak siap menghadapi kasus ini. "Bisa saja pertanda dia tidak siap dan sedang mempersiapkan segala sesuatunya," kata Ray yang juga Direktur Lingkar Madani Indonesia (Lima) itu.
Kemungkinan kedua, Gatot memang tidak ada niat menghormati proses hukum dan tidak punya keinginan menjelaskan posisinya di kasus ini kepada penyidik KPK. "Mestinya ya datang saja, jelaskan, toh belum jadi tersangka," ujar Ray.
BACA JUGA: Para PNS, Perhatikanlah Imbauan Tegas Menteri Yuddy Ini
Terkait dengan pemicu masalah, yakni soal dana bansos, Ray mengakui, memang di mana-mana pengelolaan dana bansos kacau dan sulit dipertanggungjawabkan. Pasalnya, dana bansos diurus secara eksklusif oleh kepala daerah sehingga sulit dikontrol.
"Kalau sistemnya tidak segera diperbaiki, kasus-kasus korupsi bansos akan terus bermunculan. Karena dikelola secara eksklusif, mau didistribusikan kepada siapa terserah kepala daerah. Jadi rawan penyelewengan, sensitif masuk area korupsi," ujar Ray, aktivis asal Mandailing Natal (Madina), Sumut, itu.
Nah, sebagai putra Sumut, Ray mengaku sangat malu lantaran sudah cukup banyak kepala daerah di Sumut yang tersangkut kasus korupsi. "Gubernurnya yang dulu (Syamsul Arifin, red) sudah keluar (dari penjara), begitu walikota Medan, berapa walikota itu. Juga sejumlah bupati. Kurasa Sumut itu sudah record, tak ada provinsi lain seperti Sumut. Malu saya," kata Ray.
Menurut Ray, pilkada di 23 kabupaten/kota di Sumut harus dijadikan momen bagi rakyat Sumut untuk benar-benar memilih pemimpin yang jauh dari watak korup. Dia menyarankan para kaum cendekiawan, akademisi, para aktivis civil society, tokoh agama, berkumpul untuk membahas masalah ini.
"Harus ada gerakan koreksi yang besar, ada apa dengan Sumut ini. Pilkada harus jadi momen untuk melakukan gerakan ini, pilih pemimpin yang bener," pungkas Ray. (sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jokowi Ingin Suasana Lebaran yang Berbeda, seperti apa?
Redaktur : Tim Redaksi