“Film Rayya Cahaya di Atas Cahaya ini sudah kita bicarakan sejak Desember 2010 lalu, dan realisasinya sekitar bulan Mei 2011, atau hampir 6 bulan. Yang paling sulit adalah dari sisi naskahnya, karena banyak dilakukan revisi. Kita buat tim khusus untuk itu agar alur ceritanya masuk akal,” ujar Bayu Priyawan Djokosoetono, Produser Eksekutif film RAYYA dalam siaran persnya yang disampaikan, Kamis (20/9).
Ia menjelaskan, RAYYA bukan hanya film komersial tetapi film yang memiliki esensi dalam kehidupan, dengan masing-masing pengalaman pemainnya.
“Pada prinsipnya, film itu diangkat supaya kita diajak untuk selalu lebih bersyukur. Intinya seperti itu. Karena di atas langit masih ada langit, dan di bawah neraka pasti ada neraka. Itu esensi dari film ini sebetulnya,” jelas Bayu.
Bayu mengatakan, naskah dan skenario dipilih Emha Ainun Najib karena beliau merupakan tokoh puisi.
“Kita minta hal yang spesial, dan banyak nilai-nilai filosofis yang muncul dari beliau yang kita angkat di film RAYYA. Kita tidak berencana membuat novelnya, yang penting pesannya sampai," sambungnya.
Keseriusan Bayu dalam menggarap film Rayya ini didorong oleh semangat pribadinya yang tinggi. Selain itu, Bayu yang juga Bendahara Umum BPP Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI), mengaku memiliki hobi menonton film.
Itu sebab, pemilihan properti pendukung film RAYYA menghabiskan dana cukup besar dalam proses produksinya.
"Film ini menghabiskan dana kurang lebih Rp 10 miliar. Yang buat mahal, karena ini adalah film road movie yang dimulai dari Jakarta sampai Bali, propertinya cukup lumayan. Kamera yang digunakan juga cukup mahal, agar bisa menghasilkan gambar yang bagus, karena saya punya visi film ini bukan cuma jadi film biasa," jelasnya.
Bayu menambahkan, proses pembuatan film RAYYA memerlukan waktu sekitar tiga bulan secara intensif tanpa henti. Sementara tingkat kesulitannya, tidak terlalu banyak. Sebab seluruh tim berkolaborasi dan bekerja sama dengan baik.
Namun yang menjadi kendala, kata Bayu, dari sisi jadwal antara tim kreatif dengan tim yang lain.
“Pilihan yang cukup berat adalah saat mencari ide-ide kreatif untuk memberikan efek terbaik bagi film RAYYA. Sampai mobil sendiri kita pikirin kenapa harus putih. Dan itu sengaja kita cat berwarna putih karena kita tidak dapat yang kita rencanakan,” pungkas Bayu.
Sementara itu, Tio Pakusadewo mengakui bahwa RAYYA merupakan film yang berkarakter kuat dalam mengisahkan ucapan syukur manusia dalam perjalanan kehidupannya.
“Selama berpuluh-puluh tahun saya melakoni film, saya nilai RAYYA sangat menarik dan mengisahkan karakter kuat pemainnya dalam menjalani kehidupan,” terang Tio. (fas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Punya KTP Jakarta, Rizal Ragu Mencoblos
Redaktur : Tim Redaksi