jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi Demokrat Syarief Hasan memberikan catatan tahun 2020.
Sebagai tahun yang penuh cobaan dan tantangan, sekaligus tahun yang penuh hikmah dan pembelajaran.
BACA JUGA: Pimpinan MPR Syarief Hasan Dorong Kampanye Gerakan Kewirausahaan Nasional
Sepanjang tahun 2020, kita diperhadapkan pada problematika di berbagai lini kehidupan oleh karena adanya pandemi Covid-19.
Total kasus pandemi Covid-19 mencapai 743.198 kasus pada 31 Desember 2020.
BACA JUGA: Syarief Hasan Luncurkan Buku Authorized Biography âNakhoda Menatap Lautâ
Bahkan, 22.138 orang di antaranya meninggal dunia.
Sama sekali belum ada tanda-tanda pelandaian kurva kasus pandemi Covid-19.
Tidak adanya pelandaian kasus menunjukkan belum efisien dan efektifnya langkah pemerintah dalam memotong rantai penyebaran Covid-19.
Kita dapat belajar dari negara lain yang berhasil seperti Korea Selatan.
Sejak awal, Korea Selatan melakukan lockdown dengan menutup bandara dan pelabuhan sebagai pintu masuk Covid-19.
Hasilnya terlihat, Korea Selatan kini berhasil meredam pandemi.
Demikian pula dengan New Zealand. Lewat ketegasannya, kasus harian Covid-19 tidak mencapai belasan.
Kondisi Ekonomi Nasional
Keganasan Covid-19 berimbas pada ekonomi Indonesia. Terlihat, ekonomi nasional pertumbuhan ekonomi terkontraksi parah bahkan akhir tahun 2020 masih dperkirakan kontraksi 2 persen.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik di dua Kuartal III/2020 pertumbuhan ekonomi Indonesia berturut-turut -5,32 persen dan -3,49 persen.
Imbasnya, banyak usaha-usaha sektoral yang harus tutup sementara bahkan gulung tikar selamanya karena tidak lagi mampu menanggung beban ekonomi.
Mandeknya ekonomi juga berbuntut pada pengangguran yang bertambah banyak. Tercatat, berdasarkan data dari Kementerian Ketenagakerjaan, pengangguran di Indonesia bertambah 3,05 juta selama pandemi Covid-19. Sebuah angka yang besar dan kondisi yang memprihatinkan.
Tak hanya itu, defisit APBN pun makin melebar dan membahayakan keuangan negara.
Bayangkan saja, defisit APBN mencapai 6 persen yang menunjukkan pengelolaan keuangan negara yang jauh dari frasa efisien.
Bahkan pemasukan pajak sampai akhir bulan Desember 2020 tidak mencapai target sehingga Kuarta 1-2021, pemerintah sudah ancang-ancang ingin buat utang baru Rp 342 triliun.
Sebuah Masukan untuk PEN
Melihat kondisi ekonomi yang serbasulit, dibentuklah kebijakan pemulihan ekonomi nasional (PEN).
Kebijakan ini dirancang untuk memperbaiki kembali ekonomi bangsa, namun nyatanya belum mampu mendongkrak perekonomian nasional.
Tentu, hal ini perlu dievaluasi oleh pemerintah agar lebih efektif pada tahun 2021.
Pemerintah harus mampu merealisasikan anggaran PEN tersebut. Namun nyatanya, realisasi anggaran PEN belum mencapai 50 persen.
Persentasenya masih berada di angka 38,6 persen atau setara dengan Rp 268,3 triliun dari pagu Rp 695,2 triliun.
Akibatnya, program ini belum dirasakan masyarakat dan belum mampu mendongkrak ekonomi Indonesia.
Tak hanya angka tersebut yang perlu dievaluasi, sistem manajemen pemerintahan juga perlu dievaluasi.
Kementerian harus bekerja sesuai tupoksinya. Urusan Food Estate kembalikan ke Kementerian Pertanian, Mentan tidak mengurusi kalung Covid-19, Menteri BUMN bukan mengurusi vaksin Covid-19, dan yang penting maksimalkan Satgas Covid-19 dan Kementerian Kesehatan.
Solusi Pemulihan Ekonomi
Indonesia perlu belajar banyak dari negara tetangga di Asia Tenggara seperti Vietnam atau negara di Afrika seperti Mesir. Ekonomi mereka tetap tumbuh positif meski di tengah gempuran Covid-19.
Pemerintah harus sesegera mungkin memberikan kemudahan, kecepatan dan menguatkan pembiayaan dan pendampingan secara langsung dan menyeluruh kepada Koperasi dan UMKM agar bisa survive di tengah landemi Covid 19. Sehingga ekonomi grassroot dapat normal kembali dan ekonomi nasional dapat bertumbuh positif kembali.
Tak hanya itu, pemerintah juga harus memiliki peta jalan PEN seperti yang pernah dimiliki pemerintahan SBY yakni MP3EI.
Lewat MP3EI, pertumbuhan ekonomi Indonesia rata-rata mencapai 6 persen, tertinggi sejak reformasi.
Master plan inilah yang harusnya dihadirkan kembali pemerintah, utamanya dalam menghadapi pandemi Covid-19.
Tentu, kita berharap pemerintah dapat lebih tegas dalam memutus rantai penyebaran Covid-19, sekaligus efektif dalam mengambil kebijakan pemulihan ekonomi nasional.
Semoga lewat kebijakan reshuffle menteri terakhir, pemerintah menjadi lebih fresh, memiliki sense of crisis, dan mampu merekonstruksi ulang ekonomi Indonesia agar pulih kembali.
Kondisi Hukum, Sosial, Politik Indonesia
Tahun 2020 memang benar-benar menjadi tahun-tahun berat bagi Indonesia. Di samping hadirnya hantaman Covid-19, Indonesia juga dicoba dengan munculnya berbagai masalah hukum di Indonesia. Penyusutan ruang-ruang publik, munculnya pelanggaran HAM, hingga makin kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap pelaksanaan hukum di Indonesia.
Dalam catatan KontraS 2020, banyak sekali pelanggaran HAM dan tindakan kekerasan yang muncul tahun ini. KontraS menemukan dalam satu tahun terakhir terdapat 158 peristiwa pelanggaran, pembatasan, ataupun serangan terhadap kebabasan sipil yang terdiri atas hak asosiasi (4 peristiwa), hak berkumpul (93 peristiwa), dan hak berekspresi (61 peristiwa).
Hal ini menunjukkan perlunya evaluasi besar-besaran dalam pelaksanaan sistem hukum dan demokrasi di Indonesia.
Tak hanya itu, tahun 2020 juga dipenuhi oleh munculnya produk hukum yang kontroversial.
Produk hukum yang tidak diterima masyarakat karena dianggap tidak mengakomodasi kepentingan masyarakat.
Akibatnya, muncul berbagai gerakan perlawanan di masyarakat yang melawan hadirnya produk hukum tersebut.
Sebut saja, RUU Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) yang dianggap telah mencederai nilai-nilai Pancasila. Ia ditolak oleh hampir seluruh elemen bangsa.
Ada juga RUU Cipta Kerja (Omnibus Law), UU Minerba yang dianggap tidak pro masyarakat kecil yang ditolak besar-besaran oleh masyarakat, khususnya mahasiswa dan kaum buruh namun akhirnya tetap menjadi UU.
Partai Demokrat pun turut ambil bagian dalam gerakan menolak RUU dan UU tersebut. Kami menolak keras segala bentuk kebijakan dan UU yang tidak pro rakyat.
Kami memahami betul bahwa kami adalah perpanjangan tangan rakyat yang harus selalu mendengarkan aspirasi rakyat.
Partai Demokrat akan terus berada di barisan terdepan untuk memastikan agar pemerintah dapat membuat kebijakan dan produk hukum yang pro rakyat.
Dalam bidang politik, Indonesia juga menyelenggarakan Pilkada Serentak pada akhir 2020.
Sebuah pertaruhan oleh karena Covid-19 masih belum melandai sama sekali.
Pilkada Serentak 2020 juga menjadi petunjuk bahwa pemerintah dalam menyelenggarakan pesta demokrasi di tengah pandemi mengambil risiko yang besar dan terbukti setelah pilkada kasus Covid-19 makin meningkat.
Dalam bidang sosial, sorotan selama tahun 2020 terbanyak adalah soal BPJS, Tapera, dan berbagai bantuan sosial yang dianggap belum menyentuh masalah kalangan bawah.
Terkait BPJS, banyak masyarakat yang merasa kecewa dengan langkah pemerintah yang menaikkan kembali iuran BPJS.
Terlebih di masa pandemi, kenaikan BPJS menjadi salah satu penanda kurang diakomodasinya harapan masyarakat.
Harapan untuk merasakan jaminan sosial dan kesehatan masyarakat yang memang harusnya dipenuhi oleh pemerintah.
Tak hanya BPJS, pemerintah kembali menarik iuran untuk TAPERA. Iuran sebesar 3 persen ini makin menyulitkan masyarakat Indonesia.
Tentu, hal ini harus menjadi evaluasi pemerintah di tahun 2021.
Pemerintah tidak boleh membuat kebijakan kontraproduktif.
Partai Demokrat akan selalu hadir untuk memastikan suara rakyat diakomodasi.
Kita harapkan tahun 2021 setiap penyusunan RUU, adalah UU yang dibutuhkan dan berpihak kepada rakyat yang dapat memberikan kemaslahatan dan kesejahteraan rakyat.
Kita mendukung pemerintah agar evaluasi dilakukan agar pada tahun 2021 rakyat merasa lebih aman, demokratis dan sejahtera. (*)
Jangan Lewatkan Video Terbaru:
Redaktur & Reporter : Boy