Refleksi Akhir Tahun: Pariwisata Danau Toba Butuh Kemasan Inovatif, Kreatif dan Kerja Sama Semua Pihak

Senin, 16 Desember 2024 – 15:04 WIB
Pemerhati dan Pelaku Pariwisata Ir Sanggam Hutapea, MM. Foto: Dokumentasi pribadi

jpnn.com, JAKARTA - Penetapan Kawasan Danau Toba sebagai Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional (RIPPARNAS) Tahun 2010-2025 belum juga mampu mendongkrak Kawasan Danau Toba sebagai industri andalan di sektor pariwisata yang mampu menjadikannya primadona sumber pendapatan bagi negara.

Di sisi lain, hasil penelitian letusan mahadahsyat gunung purba di dunia yang terjadi pada sekitar 73.000-75.000 tahun lalu dan membentuk kubangan besar yang kemudian dikenal dengan Danau Toba, hingga saat ini dentumannya dinilai baru sampai di tingkat domestik bahkan mungkin hanya sebatas warga Kota Melayu Deli, julukan Provinsi Sumatera Utara.

BACA JUGA: Efek Aquabike Championship 2024 Penumpang Ferry di Danau Toba Melonjak 12,7%

Pemerhati dan Pelaku Pariwisata Ir Sanggam Hutapea, MM mengatakan ada keterkaitan antara sunyinya pengetahuan tentang kisah nyata letusan mahadasyat terbentuknya Danau Toba dengan tak bergairahnya industri pariwisata Danau Toba sebagai destinasi berkelas dunia.

“Siapa bilang Danau Toba terkenal di sentero bumi ini? Apakah itu bukan hanya sekadar halusinasi? Sebab faktanya lebih banyak yang tidak tahu akan keberadaan Danau Toba itu.  Bahkan, didalam negeri pun, masih banyak yang tidak tahu Danau Toba,” ujar Sanggam Hutapea di Jakarta, Senin (16/12/2024).

BACA JUGA: Kepala Daerah Hasil Pilkada 2024 di Kawasan Danau Toba Harus Mampu Kembangkan Pariwisata dan Pertanian

Sanggam menhampaikan pandangan terkait Refleksi Akhir Tahun 2024 sekaligus catatan dinamika pengembangan dan pembangunan Kawasan Danau Toba menuju wisata kelas dunia, mengingat periodeisasi RIPPARNAS sesuai PP Nomor 50 Tahun 2011 untuk periode 15 tahun (2010-2025) akan berakhir tahun depan.

Lalu apa yang akan terjadi dengan nasib pariwisata Kawasan Danau Toba yang kini sudah ditetapkan sebagai industri di sektor pariwisata dan menjadi salah satu tumpuan besar bagi devisa nasional?

BACA JUGA: Minibus yang Jatuh ke Danau Toba Ditemukan di Kedalaman 15 Meter

Sanggam mengungkapkan harapannya bahwa masih ada waktu untuk berbenah, menutup kelemahan dan memperbaiki menjadi lebih baik bahkan sangat baik untuk perkembangan pariwisata Kawasan Danau Toba ke depan.

Menurut Sanggam, saat ini keinginan menjadikan Danau Toba menuju wisata kelas dunia masih jauh dari mimpi.

Padahal, keinginan itu sangat bisa diwujudkan karena hasil penelitian telah menunjukkan kebenaran bahwa Danau Toba terbentuk dari rangkaian letusan gunung berapi purba, termasuk di antaranya adalah satu letusan mahadahsyat di dunia pada sekitar 73.000-75.000 tahun lalu.

Danau ini terkenal sebagai danau terbesar di Indonesia dan danau vulkanik terluas di dunia. Bahkan disebutkan, letusan Gunung Toba ini menjadi salah satu letusan gunung berapi terbesar di dunia yang menjadikan populasi manusia menurun drastis.

Letusan yang akhirnya membentuk Danau Toba membentang di tujuh kabupaten, yakni Simalungun, Toba Samosir, Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan, Dairi, Karo, dan Samosir merupakan potensi besar sebagai destinasi pariwisata berkelas dunia.

Melihat potensi inilah akhirnya pemerintah menetapkan Danau Toba sebagai Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional Tahun 2010-2025.

Namun, letusan dasyat gunung api purba itu gaungnya tidak sampai ke mancanegara.

Sanggam Hutapea mencontoh, selama 10 tahun terakhir, sedikitnya empat kali dalam setahun, dia keliling Eropa Barat dan Timur. Di setiap negara yang ia kunjungi, ia menjumpai banyak orang dan  menanyakan soal Danau Toba.

"Sangat sedikit yang kenal dan tahu apa itu Danau Toba," ungkap Sanggam Hutapea.

Sanggam mengaku tidak terkejut mendapatkan fakta  tersebut, bahwa banyak orang belum tahu tentang Danau Toba.

Dari fakta yang didapatnya itu juga menunjukkan bahwa sebagai Daerah Tujuan Wisata (DTW), Kawasan Danau Toba  ternyata tidak pernah serius dibenahi, diikembangkan dan  dipromosikan.

“Sudah 20 tahun lebih tidak ada promosi tentang Danau Toba,” ungkapnya.

Untuk itu, Sanggam Hutapea menekankan pengembangan kawasan Danau Toba sebagai destinasi wisata internasional harus dilakukan secara terpadu dan terintegrasi di antara aspek pendukung lainnya.

Dia juga secara tegas menyatakan prihatin soal koordinasi antar pemerintah daerah yang belum dilakukan secara maksimal. Artinya pemerintah daerah di tujuh kabupaten masih jalan sendiri-sendiri.

Akses ke Danau Toba di era pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) sudah sangat terbuka, karena pemerintah memberikan perhatian penuh dengan membangun jalan tol guna memperpendek jarak tempuh ke Danau Toba.

Demikian juga dengan pembangunan bandara Internasional Silangit di Siborong-borong Tapanuli Utara, yang makin mendekatkan wisata langsung menikmati keindahan kawasan Danau Toba.

Tetapi, sarana dan prasarana yang dibangun saat ini  tidak serta merta mampu mendatangkan wisatawan, sebab kawasan Danau Toba  yang  mengandalkan keindahan alamnya  tidak memilliki  produk wisata apa yang ditawarkan.

"Sejak pemerintah menetapkan Danau Toba sebagai salah satu destinasi wisata, sampai sekarang belum ada bentuk produk wisata di kawasan Danau Toba yang dimunculkan sebagai usaha memberikan nilai tambah, kecuali monoton hanya menjual keindahan alamnya," gugat Sanggam.

Padahal menurutnya salah satu produk wisata Danau Toba yang mampu menjadi daya tarik yakni sejarah Danau Toba itu sendiri.

Danau ini terbentuk dari letusan gunung vulkanik yang mahadasyat  bahkan disebut sebagai salah satu letusan gunung berapi paling terbesar di dunia, dimana berbulan-bulan lamanya, dunia ini gelap tertutup abu, hingga menyebabkan terjadinya perubahan iklim.

“Kalau sejarah itu dikemas maka akan banyak yang tertarik dan akan datang ke Danau Toba," cetus dia.

Di kawasan Danau Toba juga belum ada tempat kuliner bagi wisatawan untuk menimati suasana kawasan Danau Toba.

Dia mencontohkan di Bali ada Jimbaran tempat wisatawan makan malam di tepi pantai, dan pada saat makan malam, wisatawan disungguhi tari tarian tradisional dan alunan lagu-lagu.

Fasilitas yang begini belum ada di kawasan Danau Toba. Padahal, tambah Sanggam Hutapea, banyak lokasi di kawasan Danau Toba yang bisa dibenahi sebagai tempat kuliner.

“Jadi, perumusan prodak wisata Danau Toba ini harus dibicarakan seluruh pemerintah daerah supaya semua ambil bagian dan semua merasa memiliki. Begitu kita bicara produk maka masyarakat pasti terlibat,” tegas Sanggam.

Di berbagai tempat wisata yang saya kunjungi di Eropa, hampir semua ada pengamen. Para pengamen itu dijadwalkan tampil berbagai sudut kota.

“Talenta masyarakat di kawasan Danau Toba yang rata-rata memilki sura merdu untuk menyanyi sejatinya bisa ditampilkan. Potensi yang dimiliki masyarakat kawasan Danau Toba ini salah satu yang perlu dievaluasi,” ujar Sanggam.

Kerja Sama Antar-Pemda

Sanggam Hutapea mengakui belum melihat banyak peran pemerintah daerah, khususnya Pemda di wilayah kawasan Danau Toba.

Demikian juga, keberadaan Badan Pelaksana Otorita Danau Toba (BPODT) sebagai wakil pemerintah pusat di kawasan Danau Toba hanya membuat konsep, sedang yang mengeksekusi produk-produk itu sejatinya adalah Pemda di kawasan Danau Toba itu sendiri.

Pemerintah, sebutnya, harus lebih kreatif karena salah satu kunci keberhasilan pariwisata adalah kreativitas, termasuk bagaimana mereka kreatif mengemas produk-produk lokal.

Salah satu contoh kreatif yang diutarakan Sanggam yakni bagaimana mengemas narasi untuk mengisahkan kawasan wisata Danau Toba. 

Atraksi budaya juga perlu dikemasi dan digelar setiap akhir pekan di sekitar kawasan Danau Toba.

Upacara adat jika dikemas dengan baik bisa menjadi atraksi hiburan bagi wisatawan. Upacara adat yang masih hidup dan dilestarikan di sejumlah wilayah  di kawasan Danau Toba  menjadi potensi untuk menghadirkan wisatawan sekaligus memperkuat  keberadaan desa wisata setempat.

Sanggam mencontohkan budaya dan adat Batak yang masih asli dan terpelihara hingga saat ini adalah tradisi yang digelar rutin oleh kalangan Parmalim (aliran kepercayaan).

Salah satu tradisi Parmalim yakni Sipaha Lima untuk mensyukuri nikmat atas hasil panen yang diberkati Yang Maha Esa.

Jika tradisi budaya ini dikemas dan digelar secara rutin di kawasan Danau Toba akan menjadi daya tarik tersendiri. Selain mengemas sajian upacara dan ritual adat, juga sebagai upaya melindungi dan melestarikan aset wisata budaya tersebut.

“Upacara adat yang beragam jenisnya jika digelar secara rutin akan merupakan bagian dari upaya melestarikan serta melindungi aset budaya lokal untuk terus tetap bertahan hidup," katanya.

Dari sisi promosi, Sanggam mempertanyakan apakah promosi pariwisata Danau Toba dilakukan di luar negeri atau di dalam negeri. Kalau promosi dilakukan ke luar negri maka harus jelas sasarannya, apakah wisatawan Asia atau Eropa.

Sanggam Hutapea mengingatkan sudah hampir 20 tahun Danau Toba tidak pernah lagi diperhatikan Pemerintah sebelum Presiden Jokowi.

Dengan demikian dapat dikatakan sekitar 20 tahun juga agenda pariwisata dunia melupakan Danau Toba.

"Mereka-mereka (20 tahun lalu) mengenal Danau Toba, tentu sudah pada tua. Jadi harus disadari karena sudah 20 tahun terputus maka diperlukan terobosan untuk mengenalkan pariwisata Danau Toba itu kembali ke pasar potensial," ucap Sanggam.

Sebagai pelaku pariwisata aktif, Sanggam Hutapea berpandangan untuk promosi kawasan destinasi Danau Toba saat ini, penopangnya adalah pasar dalam negeri. Kalau pasar luar negeri (wisatawan manacanegara) butuh waktu.

oleh karena itu, Sanggam lebih mendorong promosi diintensifkan untuk pasar domestik dengan melakukan rekayasa-rekayasa mendatangkan wisatawan domestik ke Danau Toba.

Menurut Sanggam salah satu yang harus dilakukan alam waktu dekat ini  yakni bagaimana membuat kawasan Danau Toba itu menjadi tujuan utama wisatawan lokal untuk berakhir pekan, seperti bagaimana warga Jakarta berbondong bondong ke wilayah Pucak Bogor dan Bandung untuk berakhir pekan dengan keluarga.

“Formula menjadikan kawasan Danau Toba sebagai tujuan utama akhir pekan bagi wsiatawan nusantara perlu  diformulasikan. Apa lagi  di kawasan Danau Toba banyak potensi wisata domestik yang bisa dikembangkan. Jika kawasan Danau Toba menjadi tujuan utama untuk berakhir pekan, tentu merupakan momentum strategis untuk menggerakkan sektor pariwisata. Namun, untuk mengoptimalkan potensi pergerakan wisatawan, diperlukan strategi yang terkoordinasi antara pemerintah dan pelaku industri pariwisata,” tegas Sanggam.

Kata kuncinya tujuh pemerintah kabupaten yang berada di kawasan Danau Toba yakni, Kabupaten Samosir, Dairi, Pakpak Barat, Tanah Karo, Simalungun, Toba Samosir, Humbang Hasundutan dan Tapanuli Utara proaktif menjalin kerja sama dengan pemerintah daerah di provinsi, kabupaten dan kota se-Indonesia, dan menawarkan kunjungan ke Danau Toba dengan memberikan berbagai kemudahan seperti diskon yang besar untuk penginapan. Kemudian menggencarkan kegiatan -kegiatan bagi pelajar dan mahasiswa.

Sanggam Hutapea pun menyarankan peran aktif Pemda mengimbau diaspora orang Batak yang banyak di perantauan, guna datang berwisata ke Danau Toba.

Jika tidak ada upaya dan kerja keras menggali potensi-potensi terpendam di kawasan Danau Toba, maka perubahan dan pembenahan yang bisa membuat wisatawan tertarik tidak akan terjadi. Kalau hanya andalkan keindahan alam Danau Toba maka akan sulit menjadikan Danau Toba sebagai tujuan utama wisatawan.

Menurut Sanggam Hutapea wisatawan yang berkunjung tidak akan betah berlama-lama sebab wisatawan paling dua atau tiga malam saja betah di Danau Toba.

Alumni pasca sarjana Universitas Gajah Mada itu bergarap tujuh kabupaten yang daerahnya bersentuhan langsung di kawasan Danau Toba di Tahun 2023 dapat menjalin kerja sama permanen dan sepakat membangun destinasi wisata di Kawasan Danau Toba.

Artinya setiap daerah harus mampu melahirkan produk dan menghadirkan destinasi-destinansi yang menjadi daya tarik sehingga wisatawan tidak monoton hanya menikmati keindahan alam Danau Tona.

"Produk yang dikemas pun harus punya khas daerah masing-masing dan tidak saling berkompetisi," ujarnya.

Jujur, sebut Sanggam Hutapea, selain keindahan alam Danau Toba, masih banyak potensi yang layak jadi destinasi wisata seperti penenun Ulos di Toba, Jejak peninggalan Dinasti Sisingamangaraja di Bakkara Humbang Hasundutan, Istana Presiden Sukarno di Parapat,  dan ada danau di atas pulau Samosir yakni Danau Sidihoni. Sementara di Tapanuli Utara sangat potensial sebagai kawasan wisata rohani.

Bahkan, sebut Sanggam Hutapea, salah satu contoh kreatif  yakni bagaimana mengemas narasi untuk mengisahkan Tugu-Tugu Marga yang ada di Tapanuli menjadi obyek wisata menarik bagi wisatawan. Tugu-tugu marga itu harus dinarasikan sebab kalau hanya sekedar tugu maka daya tariknya kurang. Perlu kreativitas, termasuk bagaimana kreatif mengemas produk produk lokal," tandasnya.

Karenanya tujuh kabupaten di kawasan Danau Toba harus bekerja keras menggali dan mengembangkan potensi-potensi.

"Jika Pemerintah daerah proaktif merangkul BUMN  (Badan Usaha Milik Negara ), saya kira hal ini bukanlah hal yang susah. Perlu diingat bahwa untuk membangun pariwisata, pemerintah daerah harus proaktif,” tegas Sanggam Hutapea.

Fasilitas Rumah Sakit Memadai

Hal lain yang menjadi catatan Sanggam Hutapea untuk pengembagangan dan pembangunan Kawaaan Danau Toba adalah pentingnya fasilitas kesehatan. Salah satunya ada peelunya dibangun rumah sakit yang memadai di Kawasan Danau Toba.

Sebagai destinasi yang masuk dalam KSPN dan memiliki visi destinasi wisata kelas dunia, Sanggam Hutapea menekankan pentingnya dibangun rumah sakit memadai. Apalagi targetnya wisatawan mancanegara.

"Pengadaan rumah sakit memadai di Kawasan Danau Toba juga menjadi salah satu hal yang harus diwujudkan. Apalagi yang akan databg adalah wisatawan mencanegara," pesan Sanggam.

Meski ada fasilitas kesehatan berupa rumah sakit umum daerah (RSUD) di tiap kabupaten, namun Sanggam mengingatkan keberadaan rumah sakit umum yang memadai tetap diperlukan untuk mendukung pengembangan dan pembangunan Kawasan Danau Toba.(fri/jpnn)


Redaktur & Reporter : Friederich Batari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler