jpnn.com, JAKARTA - Tahun 2018 sudah memasuki tahun politik. Pada tahun 2018 terdapat 171 pemilihan kepala daerah dan pendaftaran calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) pada September 2018. Tahun depan pun sudah dimulai kampanye.
Ketua MPR RI Zulkifli Hasan berharap pada tahun depan isu-isu seperti suku, agama, ras dan antargolongan (SARA) bisa diredam. Ia juga berharap media perlu membantu untuk meredam isu SARA, merekatkan persatuan dan meluruskan kembali janji-janji kebangsaan.
BACA JUGA: Pesan Natal Dari Mangindaan Jelang Pilkada Serentak 2018
“Mari kita bersama-sama untuk meredam. Tugas MPR adalah menjaga persatuan. Saya berharap media membantu MPR untuk meluruskan kembali janji-janji kebangsaan,” ajak Zulkifli Hasan yang mulai popular dengan panggilan Zulhasan dalam Refleksi Akhir Tahun bersama Wartawan Parlemen di Restoran Pulau Dua, Jakarta, Jumat (29/12).
Zulhasan mengajak kalangan media (cetak, online, dan elektronik) untuk memberikan edukasi kepada masyarakat. Jika tidak diberi edukasi, masyarakat akan mempercayai media sosial.
BACA JUGA: Zulkifli Hasan Temui Rhoma Irama
“Persoalan SARA, perbedaan dan keragaman sudah selesai 72 tahun lalu. Jangan lagi kita mempersoalkan agama, suku, dan latar belakang. Jangan lagi kita mempersoalkan apa yang sudah disepakati 72 tahun lalu,” kata Zulhasan yang juga Ketua Umum DPP PAN itu.
Zulhasan juga berharap pada tahun politik itu, kontestasi Pilkada tidak lagi mempertaruhkan segalanya. Jangan lagi Pilkada menghalalkan segala cara.
BACA JUGA: Zulkifli Hasan Temui Rhoma Irama, Ini yang Dibahas
“Pilkada adalah adu konsep dan gagasan. Setelah persaingan, kita bersatu lagi sebagai saudara,” katanya.
Dari berbagai diskusi, Zulhasan mengungkapkan bahwa persoalan utama kita adalah kesenjangan dan social distrust. Publik tidak percaya pada lembaga parlemen (DPR), partai politik, dan ormas-ormas besar secara struktural. Penyebabnya DPR, parpol, dan ormas tidak memperjuangkan apa yang dirasakan masyarakat.
Selain itu, publik juga merasakan kehilangan pengamat politik dan ekonomi yang kritis. Peran pengamat politik dan ekonomi yang kritis sudah diambil alih para ulama dan penceramah agama. Kondisi ini diperparah dengan Pilkada yang menggunakan isu SARA.
“Kondisi ini melahirkan saling curiga, saling menista, dan nilai persaudaraan kebangsaan yang mulai memudar. Ini disebabkan mampetnya saluran aspirasi masyarakat,” pungkasnya.(jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Isi Libur Panjang, Wakil Ketua MPR Berburu Durian Jatuh
Redaktur : Tim Redaksi