jpnn.com, JAKARTA - Asosiasi Ritel Vape Indonesia (Arvindo), Paguyuban Produsen Eliquid Indonesia (PPEI), dan Asosiasi Konsumen Vape Indonesia (Akvindo) keberatan dengan pemberlakuan pajak produk rokok, khususnya vape.
Mereka menyayangkan regulasi yang dikeluarkan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) yang dinilai terburu-buru dan tidak adil.
BACA JUGA: Demi Kesehatan Publik, CISDI Dukung Rokok Elektrik Dipajaki
"Regulasi DJPK tidak berpihak kepada pelaku UMKM dan merugikan masyarakat yang merasakan dapat berhenti karena vape," uijar Fachmi Kurnia Firmansyah Siregar, Ketua Umum Arvindo di Jakarta, Kamis (18/1),
Selain kenaikan cukai 19,5%, secara bersamaan dan tanpa berdiskusi dengan pelaku industri, DJPK menerbitkan regulasi yang mengatur tentang pembebanan pajak rokok elektrik.
BACA JUGA: APVI Keberatan Pajak Rokok Elektronik Berlaku 2024
"Ini seakan ingin mematikan industri yang bukan hanya masih baru, tetapi di banyak negara dianggap solusi lebih rendah risiko untuk orang-orang yang ingin berhenti merokok," jelasnya.
Ketidakperpihakan pemerintah terhadap pelaku UMKM juga dapat dilihat dari perbandingan kenaikan cukai tiap kategori. REL Sistem terbuka (liquid botol) naik 19,5%, REL Sistem tertutup naik 6%, REL Padat naik 6,5%.
BACA JUGA: Kabar Tak Sedap dari Sri Mulyani, Berkaitan dengan Pajak Rokok, Sabar, ya!
"Hal ini sangat memberatkan dan dirasa tidak adil bagi para pelaku usaha vape," ujar Daniel Boy, Ketua umum PPEI di bidang produsen.
Sementara itu, Ketua Umum Akvindo Paido Siahaan menambahkan, langkah tersebut kontradiktif dengan pemerintah Inggris yang memberikan 1 juta vape gratis untuk perokok.
"Di Indonesia kebijakan yang berjalan malah selalu tidak berpihak pada UMKM dan kesehatan masyarakat," tuturnya.
Pajak rokok elektrik dinilai kurang tepat jika mengutip UU Kesehatan terkait tingkat bahayanya, seperti pada UU Kesehatan No. 17 Tahun 2023 Pasal 149 ayat (4). (jlo/jpnn)
Redaktur & Reporter : Djainab Natalia Saroh