jpnn.com, JAKARTA - Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mendesak rektor yang merangkap jabatan di bank BUMN untuk mundur.
Menurut Ubaid Matraji, koordinator nasional JPPI, sebagai pemegang kuasa atas layanan jasa keuangan, seharusnya BI dan OJK bisa mendeteksi lebih dini serta meniadakan soal kasus rangkap jabatan ini.
BACA JUGA: Rektor UI Didesak Mundur, Kemendikbudristek Bilang Begini
"Namun, nyatanya, ini banyak terjadi dan publik juga menduga, jangan-jangan BI dan OJK melakukan pembiaran," kata Ubaid dalam pesan elektroniknya kepada JPNN.com, Selasa (6/7)
Dia menyebutkan, JPPI mendapatkan pengaduan soal status rektor Universitas Indonesia (UI) yang rangkap jabatan sebagai wakil komisaris di Bank BRI.
BACA JUGA: Andi Asrun: Mari, Desak Mundur Rektor UI
Ini diduga melanggar Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 68 Tahun 2013 tentang Statuta Universitas Indonesia Pasal 35 huruf c yang melarang memegang jabatan di perusahaan BUMN/swasta/daerah.
"Sayangnya, meski mendapat banyak kecaman publik, hingga kini pihak UI masih bungkam dan tak bergeming," ujar Ubaid.
BACA JUGA: Demi Kemajuan UNJANI, Jenderal Andika Berkonsultasi dengan Rektor UI
JPPI juga mendapat pengaduan dari masyarakat, rektor Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) yang berada di bawah Kementerian Agama diduga juga melanggar hukum, persisnya Pasal 41 dalam PP Nomor 23 Tahun 2019 tentang Statuta Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) yang melarang rektor UIII memegang jabatan di BUMN/perusahaan swasta.
Saat ini, kata Ubaid, rektor UIII menjabat sebagai komisaris independen Bank Syariah Indonesia (BSI), bank hasil merger BNI Syariah, BNI Syariah dan BSM.
"Rektor UI maupun rektor UIII diduga kuat melanggar hukum, statuta kampus," ucap Ubaid.
JPPI menduga, ada banyak kemungkinan, rangkap jabatan ini juga dilakukan oleh rektor-rektor di kampus lain. Hanya, publik tidak tahu dan mereka masih menyembunyikan.
"Sebagai pertanggungjawaban moral dan menjaga marwah kampus, JPPI mendesak supaya para rektor tersebut mengundurkan diri," tegasnya.
Desakan ini, lanjutnya, didasarkan pada beberapa dua alasan utama. Pertama, kampus adalah institusi yang berperan sebagai moral force, tempat di mana gerakan moral dan pendidikan karakter para pemimpin bangsa ditempa.
Apa jadinya, kata Ubaid, bila kalangan intelektual di kampus mencohtohkan perilaku yang tidak bermoral dengan melakukan tindakan yang jelas dilarang dalam peraturan. Ini tentu hal buruk yang harus dihindari.
Kedua, kampus juga berperan besar dalam social control. Ketika ribut-ribut soal politik yang sarat kepentingan, Ubaid memaparkan, seringkali gerakan kampus dan juga para rektor menyatakan sikap serta terlibat dalam perseteruan menjadi penengah, menegakkan prinsip-prinsip keadilan, keberpihakan kepada yang lemah.
"Karena itu, peran-peran kampus dan pemimpinnya (rektor) seharusnya tidak tergadai dengan iming-iming jabatan atau kepentingan politik yang mempengaruhinya," pungkasnya. (esy/jpnn)
Jangan Lewatkan Video Terbaru:
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad