jpnn.com, JAKARTA - Sarjana terapan dinilai menjadi solusi menghadapi revolusi industri 4.0 saat ini. Dengan bekal kompetensi, soft skill, dan hard skill yang dimiliki mereka akan mampu menjawab tantangan dunia yang semakin kompleks.
"Sekarang ini keadaan dunia makin sulit diprediksi, makin uncertainty, makin kompleks dan ambigu. Dibutuhkan lulusan yang memiliki kompetensi dan kemampuan soft skill, hard skill, sehingga kehadirannya menjadi jawaban dari kebutuhan zaman. Dan itu ada pada sarjana terapan," kata Rektor Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) Prof Asep Saefuddin dalam seminar daring 'Sukses Masa Depan Melalui Sarjana Terapan', Sabtu (30/1).
BACA JUGA: Isi Alquran Bisa Menuntun Umat Menghadapi Era Revolusi Industri 4.0
Ditambahkannya, bagi siapa pun yang tidak memahami perkembangan dunia saat ini akan menjadi hal yang menakutkan.
Namun, yang mampu mendeteksinya bisa menyiapkan diri dan mengantisipasinya dengan solusi yang kreatif inovatif.
BACA JUGA: Bamsoet Puji Pidato Puan Maharani Tentang Revolusi Industri 5.0
Revolusi industri 4.0 bukan sesuatu yang menakutkan, bisa dihadapi dengan program-program vokasi dan menyiapkan lulusan yang dibutuhkan. Sarjana terapan bisa menjadi solusinya.
"Jadi bukan hanya sekadar membawa ijazah tetapi ada keahlian dan kemampuan lainnya yang memang sesuai dengan kebutuhan industri."
BACA JUGA: Ketahuilah, Abu Janda Pernah Ikut Diklat Banser
"Istilahnya mereka itu kan netizen, melek internet dan teknologi, sudah paham medsos dan aplikasinya. Sudah familiar dengan internet of thing, cloud computing, big data dan yang berkaitan dengan aplikasi-aplikasi lainnya," ujar Prof Asep.
Tinggal bagaimana mengoptimumkan semuanya dengan bekal soft skill dan hard skill menjadi blended learning di dalam program vokasi. Itu akan menjadi solusi yang tentunya diharapkan bangsa dan negara.
Dia melanjutkan, dalam lima tahun mendatang ada beberapa kompetensi yang menjadi ciri khas dan dibutuhkan dunia.
Masing-masing adalah complex problem solving, critical thinking, creativity, people management, coordinating with other, emotional intelligence, judgement and decision making, service orientation, negotiation dan congitive flexibility.
Makin jelas kata guru besar Institut Pertanian Bogor (IPB) ini, yang dibutuhkan bukan hanya tetapi teori juga thinking.
Juga kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan case based learning, ada problem ada solusi atau problem based learning. Kemudian kreatif, pro-active learning, bagaimana mencari solusinya dan itu menjadi bagian dari pendidikan vokasi. Ditambah lagi di dalam pendidikan vokasi banyak sekali kegiatan terjun langsung ke lapangan.
Untuk menjawab era revolusi industri 4.0 dengan persoalan yang ada sekarang maka yang diperlukan adalah pendidikan sarjana yang tahu terapannya.
"Sehingga mahasiswa memahami tidak hanya dari teori tetapi dari praktik dan didukung ekosistem yang lebih profesional," pungkasnya. (esy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad