Remisi Sudah jadi Komoditi, Percuma Ributkan PP

Rabu, 28 Agustus 2013 – 06:39 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Rekomendasi hasil pertemuan Komisi III DPR dengan Pelaksana Harian Dirjen Pemasyarakatan Bambang Krisbanu dan 60 kalapas, Senin (26/8), yang meminta pemerintah merevisi PP Nomor 99/2012 tentang Pembatasan Remisi, mendapat tanggapan kriminolog dari Universitas Indonesia (UI) Erlangga Masdiana.

Menurutnya, permasalahan akut di seputar pemberian remisi selama ini bukan dipicu masalah aturan. Tapi menyangkut masalah kelakuan petugas di lapas, yang tidak fair dalam memberikan remisi kepada para napi.

BACA JUGA: Menlu Kecam Penggunaan Senjata Kimia Di Suriah

Blak-blakan, Erlangga menyebut pemberian remisi sudah menjadi komoditas yang menebalkan kantong para petugas di lapas.

"Remisi sudah menjadi komoditas di LP. Ini yang menjadi problem selama ini. Napi yang tidak punya uang akan marah melihat praktek transaksional pengurusan remisi," ujar Erlangga kepada JPNN di Jakarta, kemarin (27/8).

BACA JUGA: KNPI Sulut Dukung Sinyo Sarundajang Ikut Konvensi

Karena itu, Erlangga tidak tertarik membahas soal PP 99. Pasalnya, sebagus dan seketat apa pun aturan di PP dibuat, akan menjadi percuma saja jika mental pegawai LP tidak berubah. Pemberian remisi diperketat pun, jika napi berkantong tebal berkolusi dengan petugas, tetap saja akan mendapatkan remisi.

"Jadi sebenarnya yang harus dikontrol itu bukan napi, tapi petugas yang punya kewenangan mengurus remisi," cetus dia.

BACA JUGA: Dicopot NasDem Endriartono Pasrah

Bukan hanya soal remisi, menurut Erlangga, penetapan bebas bersyarat juga penuh transaksi. "Penetapan bebas bersyarat juga penuh penyimpangan, dijadikan komoditi," imbuhnya lagi.

Dijelaskan Erlangga, remisi merupakan kebijakan yang berkaitan dengan filosofi pemidanaan, bahwa hukuman dijatuhkan agar yang bersangkutan berperilaku baik di kemudian hari tatkala sudah keluar dari lapas.

Dengan demikian, pemberian remisi juga harus didasarkan pada penilaian obyektif. Ketika seorang napi menunjukkan perilaku yang baik saat berada di lapas, maka dia berhak mendapatkan remisi karena berarti sudah siap untuk hidup berbaur dengan masyarakat.

Banyaknya mantan napi yang tetap saja berbuat kejahatan saat keluar dari lapas, bahkan saat masih di lapas, menunjukkan pemberian remisi ngawur, tidak obyektif.

"Napi bandar narkoba pun tetap saja jadi bandar narkoba meski pun berada di lapas. Ini menunjukkan proses pemberian remisi bermasalah, ada transaksi," pungkasnya. (sam/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Tidak Seluruh Penerima Jamkesda Ditanggung Pemerintah Dalam BPJS


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler