Revisi PP 109/2012 Dinilai Tidak Memenuhi Prinsip Good Governance

Selasa, 26 Oktober 2021 – 23:30 WIB
Pekerja di pabrik rokok. Foto: Bea Cukai

jpnn.com, JAKARTA - Revisi PP 109/2012 dinilai akan merugikan Industri Hasil Tembakau (IHT), petani tembakau sampai dengan pedagang rokok ritel.

Dosen sekaligus Ahli Kebijakan Publik Universitas Jenderal Achmad Yani (UNJANI) Riant Nugroho berpandangan untuk menyusun dan membentuk aturan tersebut harus dievaluasi secara mendalam.

BACA JUGA: Ibunda Pastikan Rumah Tangga Celine Evangelista Bertahan tak Lebih dari 5 Tahun, Karma?

“Kalau kebijakan belum ada evaluasinya kemudian mau diubah, itu adalah kejahatan. Pemerintah tidak bisa mengkhianati prinsip good governance, jadi harus ada evaluasi yang benar, baik dilihat dari kepentingan nasional, politik dan evaluasi kebijakan internasional,” ujar Riant dalam diskusi hukum Urgensi Revisi PP 109/2012.

Yang terpenting juga, kata Riant, dalam membuat kebijakan itu harus didasari besarnya kepentingan nasional atau national interset sebanyak 75%, kemudian global interest 23% dan setelah itu enemy interest 3%.

BACA JUGA: Hadirkan Sekolah Drifting Gratis, MS Glow For Men Gandeng J99XAR Drift School

Oleh karena itu, pemerintah jangan sampai memperbesar ruang dominasi global.

“Kalau sampai memperbesar kepentingan global, ini namanya negara jajahan. Pembuatan kebijakan yang unggul itu ada tiga ciri: cerdas, bijaksana dan memberikan harapan. Jadi proses revisi (PP 109/2012) yang hari ini dikerjakan, lebih baik berhenti dulu, back to zero, kemudian baru digagas. Apakah kebijakan sudah ada mencapai hasil yang dikehendaki, atau kurang, atau justru melebihi,” papar Riant.

BACA JUGA: Lensa Kacamata Hoya, 5 Kali Lebih Kuat Melindungi dari Goresan

Pakar Hukum International sekaligus Guru Besar Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana menilai, rencana revisi PP 109/2012 tidak mendesak.

Menurutnya, ada indikasi intervensi asing yang mengganggu kedaulatan negara lewat dorongan rencana revisi PP109/2012.

Itu sebabnya, dia meminta revisi peraturan itu sebaiknya tidak dilanjutkan.

“Masalah revisi PP 109/2012 ini terdapat pihak tertentu yang mengganggu kedaultan negara berkaitan dengan IHT. Padahal kalau kita bicara mengenai industri hasil tembakau ini banyak menopang lapangan kerja, kehidupan masyarakat dan juga perekonomian nasional,” terang Hikmahanto.

Sementara, Plt. Direktorat Harmonisasi Peraturan Perundang-Undangan Kemenkumham Roberia menyampaikan dalam mengajukan perubahan aturan melalui izin prakarsa, maka pemohon tidak bisa jalan sendiri.

Melainkan wajib membentuk panitia antar kementerian untuk masuk ke dalam harmonisasi aturan di Kemkumham.

“Setelah memahami prosedur ini, dinamikanya bisa kita lihat apakah ada urgensi dalam revisi PP 109/2012 itu. Harus ada harmonisasi karena bisa saja kementerian satu bilang ini harus direvisi, kementerian yang lain mengatakan sebaliknya. Maka rapat harmonisasi harus terjadi dan kesepakatan harus terlebih dahulu terjadi,” ungkap Roberia.(chi/jpnn)


Redaktur & Reporter : Yessy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler