Revolusi Energi (2)

Oleh Dahlan Iskan

Kamis, 13 Mei 2021 – 06:20 WIB
Dahlan Iskan. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com - Asumsi besar saya ialah:

1. Minyak mentah tidak penting lagi. Gas bumi memang masih penting, tetapi tidak sepenting dulu lagi. (Ditjen Migas mungkin sudah waktunya dihapus –atau hanya jadi direktorat. Satu-satunya yang masih membuat Ditjen itu dipertahankan adalah: masih banyak Ditjen lain yang mestinya lebih dulu tidak ada).

BACA JUGA: Revolusi Energi untuk Negeri (1)

2. Kita tidak bisa bersandar ke gas bumi. Sumur gas lama sudah waktunya menipis dan habis. Juga sudah terikat kontrak lama.

Sumur yang baru yang besar tidak bisa diharap. Proyek Masela yang sudah hampir mulai diubah pada awal periode pertama Presiden Jokowi –dan sampai sekarang belum terlihat akan dimulai.

BACA JUGA: Bukan Kudeta

Sumur Natuna kian jauh dari mata. Letaknya di laut dalam. Kandungan sulfurnya terlalu tinggi.

3. Batu bara akan kian dikecam di seluruh dunia. Kebutuhan batu bara tetap tinggi, tetapi tidak akan naik lagi. Batu bara akan terus dipersoalkan sebagai energi kotor.

BACA JUGA: Mati Darurat

4. Pabrik boiler dan turbin akan banyak ditutup. Terutama untuk ukuran 300 MW ke bawah. (Yang ukuran 600 MW dan 1.000 MW mungkin ada yang bertahan. Khususnya untuk pembangkit tenaga nuklir. Yang ukurannya selalu besar. Indonesia perlu mengamankan kebutuhan boiler dan turbin kecil. Terutama untuk pengganti yang ada dan perawatannya).

5. Pembangkit tenaga surya (dan tenaga angin) akan menemukan puncak kejayaannya. Belum dalam jangka pendek.

Itu akan terjadi bersamaan dengan ditemukannya teknologi baterai yang baru. Mungkin 5 tahun lagi. (Ketika itu harga baterai tinggal sepertiga harga sekarang. Kekuatannya, paling tidak, tiga kali lipat dari yang terbaik saat ini).

6. Pembangkit tenaga air mengalami kesulitan. Itu akibat berubahnya lingkungan. Sungai dan waduk makin dangkal. (Sistem pump storage tidak relevan lagi –tergantikan oleh zaman baru baterai. Mikrohidro menjadi terlalu mahal).

7. Indonesia tetap jadi lumbung energi. Hanya pindah dari migas ke batu bara. Lalu pindah lagi ke surya. ('Rendemen' tenaga surya di wilayah timur jauh lebih tinggi dari wilayah barat).

8. Indonesia tiga kali menjadi lumbung energi: migas, batu bara, surya. Hanya saja, ternyata, status lumbung energi tidak otomatis menjadi sumber kemakmuran negeri.

Sudah terbukti. Era Migas di masa lalu tidak membuat Indonesia makmur. Demikian juga era batubara sekarang.

(Kaltim sebagai lumbung energi utama pernah krisis listrik. Berkepanjangan. Itu karena tidak punya pembangkit listrik. Dan tidak ada rencana membangunnya. Saya pernah ingin mengajak rakyat Kaltim untuk merdeka –istri saya dari Kaltim. Akhirnya saya melakukan pemberontakan yang lain di sana: membangun PLTU tanpa ada izin –saking sulitnya mengurus izin saat itu. Akibatnya, saya berdarah-darah. Itu karena tidak bisa mendapat kredit bank tanpa ada izin).

9. Ekonomi dan daya saing ekonomi negara, tidak akan pernah baik. Itu kalau tidak punya kebijakan energi yang konkret dan murah.

10. Batu bara adalah hasil bumi asli Indonesia. Yang diberikan Tuhan begitu saja. Itu sudah harus untuk sepenuhnya kemakmuran rakyat –bukan kemakmuran segelintir orang saja. Toh mereka sudah berhasil makmur dari batubara selama 20 tahun terakhir.

11. Indonesia masih punya waktu untuk memanfaatkan status sebagai lumbung energi –meski waktu tersebut semakin terbatas.

12. Pemerintah Indonesia sekarang ini punya nyali yang sangat besar. Pemerintah berani melawan apa pun –syukur-syukur tidak hanya berani melawan HTI, FPI, dan yang satu itu.

Pemerintahan ini tentu juga berani melawan dirinya sendiri. Yakni keberanian melakukan revolusi energi untuk kemajuan negara.

Berdasar 12 asumsi besar itulah saya menulis ini: perlunya revolusi energi untuk kemakmuran negeri.

Dalam doktrin lama jurnalisme tulisan pada hari Lebaran harus yang ringan. Yang santai. Tentang pakaian atau makanan.

Itu kalau Lebarannya normal. Maafkan, saya menyajikan tulisan berat ini di Lebaran yang tidak normal.

Inti usulan: lihat edisi besok.

Taqabbalallahu minna waminkum.(disway.id)

 

Jangan Lewatkan Video Terbaru:

BACA ARTIKEL LAINNYA... Tarif Listrik


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
Dahlan Iskan   Disway   listrik   energi  

Terpopuler