jpnn.com, YANGON - Sejak militer Myanmar memblokir sementara media sosial Facebook pada Kamis (4/2), ribuan warga di negara Asia Tenggara itu beralih ke Twitter, berdasarkan jumlah unduhan aplikasi tersebut dan perkiraan Reuters.
Banyak orang di Twitter kemudian menggunakan tagar pro demokrasi untuk mengkritik pengambilalihan tentara dan menyerukan protes damai sampai hasil pemilu November, yang dimenangi secara telak oleh partai Aung San Suu Kyi, agar dihormati.
BACA JUGA: Tegas! Joe Biden Hanya Memberi Satu Pilihan kepada Rezim Militer Myanmar
Hashtag #RespectOurVotes (Hormati Suara Kami), #HearTheVoiceofMyanmar (Dengarkan Suara Myanmar), dan #SaveMyanmar (Selamatkan Myanmar) semuanya memiliki ratusan ribu interaksi pada Jumat, menurut pelacak tagar BrandMentions.
Junta merebut kekuasaan pada Senin (1/2) dalam kudeta terhadap pemerintah Suu Kyi yang terpilih secara demokratis sebagai tanggapan atas apa yang dikatakan tentara sebagai "kecurangan pemilu."
BACA JUGA: India Mengaku Abaikan Kudeta di Myanmar demi Kemanusiaan, Padahal Ini Alasan Sebenarnya
Otoritas militer melarang Facebook Inc---yang menghitung setengah dari populasi Myanmar sebagai pengguna---hingga 7 Februari demi "stabilitas", setelah lawan junta mulai menggunakan wahana tersebut untuk berorganisasi.
Namun, butuh beberapa jam bagi penyedia internet untuk memberlakukan larangan tersebut, di mana para aktivis mulai membuat akun Twitter dan membagikannya di profil Facebook mereka, menurut ulasan pesan media sosial.
BACA JUGA: Kudeta Militer di Myanmar, MUI Keluarkan Seruan
Twitter pada Jumat berada di antara lima aplikasi yang paling banyak diunduh di Google, menurut data dari perusahaan riset SensorTower.
Dari sekitar 1.500 akun Twitter baru yang ditinjau oleh Reuters dan diaktifkan dalam dua hari terakhir menggunakan tagar terkait Myanmar, sebagian besar mengidentifikasi diri mereka sebagai penentang pemerintah militer, sementara beberapa lainnya adalah akun pro militer dan mengunggah tautan ke siaran pers junta .
Beberapa aktivis pro demokrasi menggunakan tagar #MilkTeaAlliance (Aliansi Teh Susu), untuk meminta dukungan kepada gerakan pemuda lintas batas yang mendorong demokrasi.
Tagar, yang dimulai di Thailand pada April, digunakan secara mencolok oleh aktivis Hong Kong, Thailand, dan Taiwan, dengan Twitter menjadi saluran utama bagi para aktivis pro demokrasi di kawasan itu.
Twitter menolak berkomentar tentang lonjakan pengguna di Myanmar. (ant/dil/jpnn)
Simak! Video Pilihan Redaksi:
Redaktur & Reporter : Adil