JAKARTA - Republik Indonesia (RI) siap menjadi salah satu contoh negara yang siap dan berhasil menerapkan toleransi dalam keberagaman dan promosi ke tingkat dunia. Menteri Luar Negeri, Marty M Natalegawa meyakinkan agar negara ini menjadi tuan rumah Forum Global ke 6 Aliansi PBB untuk Peradaban (Global Forum of UN Alliance of Civilizations/ UNAoC), tahun depan.
Marty mengatakan itu dalam pidatonya saat menghadiri Forum UNAoC ke 5 itu di Wina, Austria, Rabu (27/02) waktu setempat. "Untuk sebuah negara yang beraneka ragam seperti Indonesia, penerimaan atas pluralisme seperti yang terdapat pada semboyan nasional kita Bhinneka Tunggal Ika, adalah fakta kehidupan nasional," ujarnya dalam keterangan resminya, kemarin.
Meskipun Marty mengakui jelas bukan tanpa berbagai tantangan. Namun RI dinilainya telah senantiasa mengedepankan demokrasi dalam pengaturan, multikultural, dan multi-agama.
Dalam pertemuan itu Marty menggarisbawahi bahwa dialog untuk memeromosikan toleransi dan sikap saling menghargai, harus bersifat inklusif, melibatkan berbagai pihak, terutama pihak-pihak yang mempunyai pandangan-pandangan berbeda.
Menurutnya, Indonesia selama ini secara aktif dan konsisten telah mendorong dan menyelenggarakan berbagai forum interfaith dialogue untuk memeromosikan saling menghargai dan kerjasama di antara berbagai keyakinan yang berbeda-beda, baik di tingkat nasional, regional, dan global.
"Kami yakin bahwa jika dilihat secara umum dan menyeluruh, telah terbentuk arsitektur kerjasama yang cukup mengesankan di tingkat nasional, regional, dan global untuk memeromosikan sikap toleransi, penghargaan, dialog dan kerjasama lintas budaya, agama dan peradaban. Namun demikian, tanpa mengabaikan berbagai perkembangan positif tersebut, dan meskipun jelas terdapat niat dan itikad baik yang kuat kenyataannya adalah masih banyak terdapat bukti-bukti intoleransi," ulasnya.
Sejumlah norma dasar yang sangat penting dalam upaya memeromosikan sikap toleransi dan saling menghargai, kata Marty, terdiri atas pertama, semua pihak harus bisa menerima adanya perbedaan dan menerima keberagaman. Kedua, meskipun demokrasi mencerminkan kepentingan mayoritas, namun suara, harapan, dan aspirasi dari kelompok minoritas tidak bisa dan tidak boleh diabaikan.
Ketiga, adanya budaya damai, yaitu penyelesaian masalah melalui cara-cara damai. Keempat adalah tentang kebebasan berekspresi tidak bisa dijadikan sebagai pembenaran untuk menyebar kebencian berdasarkan kebangsaan, ras atau agama.
Dari hasil pertemuan itu kemudian disepakati Indonesia sebagai tuan rumah untuk pertemuan berikutnya yaitu Pertemuan UNAoC pada tahun 2014. Di sela-sela menghadiri pertemuan UNoAC ke-5 tersebut, Marty melakukan serangkaian pertemuan terpisah dengan Menteri-Menteri Luar Negeri dari Austria, Palestina dan Jordania. Selain itu juga melakukan pertemuan dengan Presiden Majelis Umum PBB dan Sekretaris Jenderal PBB.(gen)
Marty mengatakan itu dalam pidatonya saat menghadiri Forum UNAoC ke 5 itu di Wina, Austria, Rabu (27/02) waktu setempat. "Untuk sebuah negara yang beraneka ragam seperti Indonesia, penerimaan atas pluralisme seperti yang terdapat pada semboyan nasional kita Bhinneka Tunggal Ika, adalah fakta kehidupan nasional," ujarnya dalam keterangan resminya, kemarin.
Meskipun Marty mengakui jelas bukan tanpa berbagai tantangan. Namun RI dinilainya telah senantiasa mengedepankan demokrasi dalam pengaturan, multikultural, dan multi-agama.
Dalam pertemuan itu Marty menggarisbawahi bahwa dialog untuk memeromosikan toleransi dan sikap saling menghargai, harus bersifat inklusif, melibatkan berbagai pihak, terutama pihak-pihak yang mempunyai pandangan-pandangan berbeda.
Menurutnya, Indonesia selama ini secara aktif dan konsisten telah mendorong dan menyelenggarakan berbagai forum interfaith dialogue untuk memeromosikan saling menghargai dan kerjasama di antara berbagai keyakinan yang berbeda-beda, baik di tingkat nasional, regional, dan global.
"Kami yakin bahwa jika dilihat secara umum dan menyeluruh, telah terbentuk arsitektur kerjasama yang cukup mengesankan di tingkat nasional, regional, dan global untuk memeromosikan sikap toleransi, penghargaan, dialog dan kerjasama lintas budaya, agama dan peradaban. Namun demikian, tanpa mengabaikan berbagai perkembangan positif tersebut, dan meskipun jelas terdapat niat dan itikad baik yang kuat kenyataannya adalah masih banyak terdapat bukti-bukti intoleransi," ulasnya.
Sejumlah norma dasar yang sangat penting dalam upaya memeromosikan sikap toleransi dan saling menghargai, kata Marty, terdiri atas pertama, semua pihak harus bisa menerima adanya perbedaan dan menerima keberagaman. Kedua, meskipun demokrasi mencerminkan kepentingan mayoritas, namun suara, harapan, dan aspirasi dari kelompok minoritas tidak bisa dan tidak boleh diabaikan.
Ketiga, adanya budaya damai, yaitu penyelesaian masalah melalui cara-cara damai. Keempat adalah tentang kebebasan berekspresi tidak bisa dijadikan sebagai pembenaran untuk menyebar kebencian berdasarkan kebangsaan, ras atau agama.
Dari hasil pertemuan itu kemudian disepakati Indonesia sebagai tuan rumah untuk pertemuan berikutnya yaitu Pertemuan UNAoC pada tahun 2014. Di sela-sela menghadiri pertemuan UNoAC ke-5 tersebut, Marty melakukan serangkaian pertemuan terpisah dengan Menteri-Menteri Luar Negeri dari Austria, Palestina dan Jordania. Selain itu juga melakukan pertemuan dengan Presiden Majelis Umum PBB dan Sekretaris Jenderal PBB.(gen)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bocah Transgender Ini Alami Diskriminasi di Sekolah
Redaktur : Tim Redaksi