jpnn.com - Pasangan Fajar Alfian / M Rian Ardianto kalah saat menghadapi Kevin Sanjaya/Marcus F Gideon di final cabang olahraga bulu tangkis Asian Games 2018.
Dari empat pemain ini, satu di antaranya berasal dari Bantul. Dia adalah M Rian Ardianto. Siapa dia dan siapa yang paling bangga dengan prestasinya?
BACA JUGA: Asian Games 2018: Puluhan Atlet Didata untuk Menjadi PNS
SEVTIA EKA NOVARITA, Bantul
Di balik prestasi seorang anak, ada orangtua yang selalu memberikan dukungan dan doa. Itu pula yang dialami M Rian Ardianto sejak menapaki prestasi di tingkat pemula hingga saat ini menjadi pemain kebanggaan Tanah Air.
BACA JUGA: Selamat Tinggal Jakarta-Palembang, Sampai Jumpa di Hangzhou
Nah, sosok yang paling bangga dengan prestasi Rian adalah Umi Marwati, sang ibu. Radar Jogja (jawa Pos Group) menemui Umi Marwati di kediamannya Bopongan, Tamanan, Banguntapan, Bantul.
Rian lahir dari keluarga yang sederhana dan bersahaja. Anak bungsu dari 2 bersaudara ini lahir pada 13 Februari 1996.”Rian terpaut usia 12 tahun dengan sang kakak,’’ jelas Umi.
BACA JUGA: Haru, Jokowi Tonton Penutupan Asian Games 2018 di Lombok
Menurutnya, Rian sudah mulai menyukai bulu tangkis sejak usia 7 tahun. Hobinya itu didukung sang ayah juga mempunyai hobi yang sama. Ayahnya sering melakukan latihan bersama dengan Rian. Kendati demikian, Sarbini ayahanda Rian telah meninggal dunia sejak dua tahun lalu.
“Dulu Rian pernah main tenis meja. Hanya saja ayahnya bilang harus memilih bulu tangkis atau tenis meja. Pilih satu saja,” terang Umi mengingat pesan almarhum suaminya.
Setelah sang suami tiada, Umi Marwati terus memberikan dukungan kepada anaknya. Perempuan yang kesehariannya berdagang ini meyakini pilihan anaknya tidak salah. Karena itu, dia yakin anaknya akan mampu mencetak prestasi.
Umi menceritakan dengan penuh haru bagaimana perjuangan Rian bisa sampai ke titik prestasinya seperti ini. Rian mengenyam pendidikan formal di SDN Grojogan, SMPN 3 Banguntapan, dan SMA N 1 Sewon.
Kemudian, dia dia memutuskan untuk ikut bergabung dalam perkumpulan bulutangkis. Sejak kelas 5 SD Rian sudah memperlihatkan prestasi di bidang olahraga bulutangkis. “Hal ini membuat masa bermain Rian semasa kecil berkurang,’’ jelasnya.
Selama di Jogja, Rian berlatih bulutangkis di Klub Trisna Jaya. Dan ketika kelas 2 SMA Rian akhirnya memutuskan untuk bergabung dengan Klub PB Jaya Raya, Jakarta sampai sekarang. Dari klub inilah, Rian lolos seleksi Pemusatan Pelatihan Nasional (Pelatnas) di Cipayung.
Menurut Umi, Rian adalah tipikal anak yang tidak suka ditunggu saat sedang latihan. Umi biasanya hanya mengantar Rian dan tidak pernah menungguinya saat berlatih. Selama Rian di klub Umi hanya dua sampai tiga kali datang untuk menjenguk Rian.
”Di Jakarta pun saya hanya dua kali menengok. Biasanya Rian yang menyempatkan untuk pulang,” jelas Umi.
Ketidaksukaan Rian dilihat oleh orang tuanya saat berlatih maupun bertanding, membuat Umi menonton pertandingan tanpa sepengetahuan Rian.
Namun berbeda saat Rian mengikuti Asian Games 2018, Rian menawarkan Umi untuk hadir dan menonton pertandingannya. Umi pun menyempatkan hadir pada pertandingan final.
Meskipun Rian mendapatkan perak, Umi tetap merasa bangga dan senang. Bagi Umi, perak yang didapatkan Rian tetaplah emas untuknya. Umi berharap agar Rian bisa menjadi pemain yang hebat.
Pesan utama dari Umi adalah, Rian tetap menjadi anak yang baik dan selalu menjaga ibadah di mana pun berada.(din)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jokowi Tak Rela Atlet Indonesia Dicemooh
Redaktur & Reporter : Soetomo