Ribuan Pengunjung Terpesona di Festival Wisata Religi Manaqib 2016

Senin, 21 Maret 2016 – 03:20 WIB
Menpar Arief Yahya. Foto: pojoksatu

jpnn.com - CIAMIS – Wisata religi, betulkah berdampak signifikan pada ekonomi rakyat? Menpar Arief Yahya menjawab: benar 100 persen. Pergeseran orang dari satu titik kota ke kota yang lain di dalam negeri, itu sudah dihitung sebagai wisata. Karena mereka akan membelajakan uangnya selama berwisata, sekalipun motifnya untuk kepentingan religi. 

“Sebenarnya, orang Umrah dan Haji itu dalam konteks pariwisata juga disebut wisata. Arab Saudi mendapatkan pundi-pundi devisa besar dari wisata ziarah ke tempat-tempat bersejarah itu,” kata Menpar Arief Yahya di Jakarta.

BACA JUGA: Inilah Dugaan Sementara Penyebab Jatuhnya Helikopter TNI AD di Poso

Haji, kata dia, lebih dikategorikan sebagai “Destinasi Waktu”, karena orang datang persis pada waktu yang ditentukan. Harus ada prosesi Wukuf di Arafah, 9 Dzulhijah. Sedangkan, Umrah, itu lebih menitik beratkan pada ziarah, tidak harus menunggu waktu tertentu. Dua-duanya, adalah wisata bertema religi. 

“Anda bisa bayangkan, jutan manusia berkunjung di Makkah dan Madinah untuk menjalankan ibadah. Dalam konteks pariwisata, itu adalah wisata ziarah,” ungkapnya.

BACA JUGA: Pagi Ini, Korban Heli Jatuh Dievakuasi ke Rumah Duka Masing-masing

Bagaimana dengan wisnus? “Kita punya banyak tempat-tempat berziarah dan selama ini dengan amenitas seadanya sudah hidup. Jika ditambah dengan sentuhan pariwisata, tentu itu akan lebih kuat daya dobrak ekonominya,” ujar Mantan Dirut PT Telkom itu.

Seperti halnya, Festival Wisata Budaya Religi Manaqib 2016, yang digelar di Pondok Pesantren (Ponpes) Sirnarasa di Dusun Ciciuri, Desa Ciomas, Kecamatan Panjalu, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat ini. 

BACA JUGA: Kisah Haru Anggota Kopassus yang Sempat Kirim Salam Sebelum Musibah Heli Jatuh

Kemenpar pun mulai membungkus beberapa aktivitas seperti ini sebagai bagian dari wisata religi. Ada pergerakan masyarakat, ada aktivitas kuliner, kerajinan tangan, penyewaan kendaraan, penginapan, souvenir, dan ekonomi kreatif lainnya. 

Ribuan pengunjung tumplek blek ke Ciamis. Daerah-daerah di Jawa Barat seperti Cirebon, Garut, Tasikmalaya, Bandung, Sumedang, Majalengka, Kuningan, Bogor berduyun-duyun datang ke sana. Ada juga yang dari Jawa Tengah seperti Tegal, Pemalang, dan Cilacap. Bahkan dari Jakarta serta Sumatera, seperti Lampung dan Palembang.

Sukses kegiatan ini tak lepas dari support teknologi yang diterapkan Kemenpar. Promosi dilakukan dengan memanfaatkan IT, internet dan sosial media. Kemenpar tak ingin melewatkan potensi jumlah pengguna internet dan tingkat keaktifan netizen dalam mengolah jari dan matanya di dunia maya. Media baru ini benar-benar dimanfaatkan Kemenpar menjadi media promosi.

“Kami mempromosikannya lewat beragam media sosial. Kemenpar tinggal memikirkan strategi yang lebih besar untuk mengejar target wisman 20 juta di tahun 2019. Tentu dengan menggunakan instrumen digital,” papar Asisten Deputi Segmen Pasar Personal Kementerian Pariwisata, Raseno, Sabtu (20/3).

Hasilnya memang efektif. Masyarakat begitu aktif meluncur di dunia maya. Mulai banyak yang mencari tahu. Masyarakat jadi makin mudah mengakses informasi. Nah, kesempatan-kesempatan inilah yang coba dimanfaatkan Kemenpar sebagai media promosi.

"Saya tahu tauziah, khidmad ilmiah serta zikir akbar di festival ini dari media sosial. Saat membaca dari weblog, saya langsung ke Ciamis," kata Fani Ahmad, pengunjung asal Palembang.

Dampak ekonominya luar biasa. Kehadirannya memberi berkah bagi warga lokal dan sekitarnya. Tedy misalnya, penjual beragam buku terkait Abah Gaos, tata cara Manaqib, dan lainnya di depan Ponpes Sirnarasa ini mengaku penjualannya meningkat tajam saat ada festival wisata religi ini. 

"Kalau ada festival manaqib saya jualan 24 jam. Di luar itu buka sampai pukul 4 sore," aku Tedy yang sudah berjualan sejak 2012. Dagangan yang beragam itu pun laris diborong pengunjung festival. 

Begitupun dengan Ratna yang semula berjualan bakso dan es kelapa dari tahun 2012, sejak ada festival budaya religi ini juga membuka warung kelontong di depan rumahnya, tak jauh dari Ponpes. 

"Alhamdulillah kalau ada festival dagangan saya jadi lebih laris terutama mi rebus, bala-bala, makanan kecil, kopi, teh manis, rokok, dan bakso," aku Ratna.(ray/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ciptakan Sebelas Desa Wisata Andalan Baru Bali 2016


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler