TAKENGON-Duka mendalam dialami ribuan masyarakat Takengon dan Kabupaten Bener Meriah, Aceh, menyusul gempa menghentak dua kabupaten di dataran tinggi Gayo.
Seribuan rumah hancur, tempat ibadah rubuh, jalan tertutup longsor dan aspal retak sampai sepanjang 50 meter dengan kedalaman mencapai 3 meter.
Wartawan Rakyat Aceh (Grup JPNN), Idris Bendung yang kebetulan berada di kabupaten berhawa sejuk itu, melaporkan diawal gempa, Selasa sekira pukul 14.37 wib, sempat membuat kendaraan roda empat yang menuju Takengon, oleng.
Mau tak mau semua mobil harus menghentikan laju kenderaannya guna menghindari jatuh ke jurang. Tidak itu saja, puluhan kenderaan pun dengan cepat menghindar di tepian bukit terjal agar tidak tertimpa tanah longsor.
Panik dan pekikan warga histeris di sisi jalan raya, membuat suasana kian mencekam. Hanya selang per sekian detik saja, abu bercampu pasir berterbangan karena berasal dari rumah warga di tepi jalan Simpang Teritit, Kabupaten Bener Meriah, pada roboh.
Tiang-tiang antena parabola yang dipancang di atas tanah depan rumah, juga nyungsep ke tanah. Tanpa memperdulikan harta benda lagi, warga pun berhamburan ke luar rumah mencari tempat datar dan jauh dari bukit.
Gempa kedua yang cukup menambah ketakutan terjadi sekira pukul 21.00 WIB. Kekuatan gempa dibarengi suara gemuruh kali inilah yang menambah jumlah rumah rusak. Kemudian ditambah lagi, Rabu dini hari sekira pukul 03.00 WIB.
Seperti disampaikan Sugiarto warga Desa Pilar, Kecamatan Bies, Takengon, Kabupaten Aceh Tengah, kepada watawan Rakyat Aceh yang melakukan pantauan, Rabu pagi sekira pukul 07.00 WIB.
Rumah-rumah warga yang bermukim di atas perbukitan pada hancur. Tempat ibadah juga mengalami hal serupa. Isak tangis pemilik rumah yang sebelumnya sempat mengungsi cukup histeris.
Gempa, listrik padam dan hujan gerimis, cukup menambah trauma masyarakat di Takengon dan Lampahan, Kabupaten Bener Meriah.
Terlebih lagi, bagi yang bermukim di kawasan perbukitan seperti di Kecamatan Angkop, Meunje, Ketol dan Bies.
Isak tangis anak-anak pun memecahkan kesunyian malam, setiap terjadi gempa susulan. Langkah mencari lapangan luas untuk berkumpul bersama tetangga senasib sepenanggungan harus ditempuh guna menghindari tertimpa bangunan dan longsor.
Udara sejuk pun tak mampu dilawan kendati api “unggun” yang menemani warga di sisi tenda berdiri.
Baik itu di depan rumah maupun lapangan Bola Volly. Sementara warga yang memiliki halaman luas, langsung memasang seadanya bersama anak keluarga.
Tidak hanya itu, pengungsian mendadak Selasa malam hingga Rabu pagi pun sampai ke lokasi Lapangan Pacu Kuda, Blang Bebangka. Begitu pula terlihat tenda di halaman Kodim, Kota Takengon dan Halaman Kantor Bupati Aceh Tengah. Baru menjelang terlihat matahari warga kembali ke rumah.
Jumlah korban akibat musibah gempa hingga Rabu kemarin, terus bertambah. Jumlah pun mencapai angka 1.500-an. Sampai-sampai RSU Datu Beru, Takengon, hingga pukul 12.05 WIB, Rabu menerima pasien korban gempa 95 orang. Itu data yang diperoleh Rakyat Aceh, dari petugas UGD setempat.
Melihat kondisi ini terpaksa dilakukan pasien rawat di tenda dan jalan menuju ruang sal. Sebab, beberapa korban dari kecamatan pun terpaksa dievakuasi ke RSU Datu Beru, Takengon.
Puluhan mahasiswa mencoba mengajak masyarakat pengguna jalan raya di Kota Tangengon, untuk memberikan sumbangan. Dengan memanfaatkan persimpangan jalan, calon intelektual muda ini, sambil membawa kotak mie instan mengajak warga memberikan uang ala kadarnya. (ung)
Seribuan rumah hancur, tempat ibadah rubuh, jalan tertutup longsor dan aspal retak sampai sepanjang 50 meter dengan kedalaman mencapai 3 meter.
Wartawan Rakyat Aceh (Grup JPNN), Idris Bendung yang kebetulan berada di kabupaten berhawa sejuk itu, melaporkan diawal gempa, Selasa sekira pukul 14.37 wib, sempat membuat kendaraan roda empat yang menuju Takengon, oleng.
Mau tak mau semua mobil harus menghentikan laju kenderaannya guna menghindari jatuh ke jurang. Tidak itu saja, puluhan kenderaan pun dengan cepat menghindar di tepian bukit terjal agar tidak tertimpa tanah longsor.
Panik dan pekikan warga histeris di sisi jalan raya, membuat suasana kian mencekam. Hanya selang per sekian detik saja, abu bercampu pasir berterbangan karena berasal dari rumah warga di tepi jalan Simpang Teritit, Kabupaten Bener Meriah, pada roboh.
Tiang-tiang antena parabola yang dipancang di atas tanah depan rumah, juga nyungsep ke tanah. Tanpa memperdulikan harta benda lagi, warga pun berhamburan ke luar rumah mencari tempat datar dan jauh dari bukit.
Gempa kedua yang cukup menambah ketakutan terjadi sekira pukul 21.00 WIB. Kekuatan gempa dibarengi suara gemuruh kali inilah yang menambah jumlah rumah rusak. Kemudian ditambah lagi, Rabu dini hari sekira pukul 03.00 WIB.
Seperti disampaikan Sugiarto warga Desa Pilar, Kecamatan Bies, Takengon, Kabupaten Aceh Tengah, kepada watawan Rakyat Aceh yang melakukan pantauan, Rabu pagi sekira pukul 07.00 WIB.
Rumah-rumah warga yang bermukim di atas perbukitan pada hancur. Tempat ibadah juga mengalami hal serupa. Isak tangis pemilik rumah yang sebelumnya sempat mengungsi cukup histeris.
Gempa, listrik padam dan hujan gerimis, cukup menambah trauma masyarakat di Takengon dan Lampahan, Kabupaten Bener Meriah.
Terlebih lagi, bagi yang bermukim di kawasan perbukitan seperti di Kecamatan Angkop, Meunje, Ketol dan Bies.
Isak tangis anak-anak pun memecahkan kesunyian malam, setiap terjadi gempa susulan. Langkah mencari lapangan luas untuk berkumpul bersama tetangga senasib sepenanggungan harus ditempuh guna menghindari tertimpa bangunan dan longsor.
Udara sejuk pun tak mampu dilawan kendati api “unggun” yang menemani warga di sisi tenda berdiri.
Baik itu di depan rumah maupun lapangan Bola Volly. Sementara warga yang memiliki halaman luas, langsung memasang seadanya bersama anak keluarga.
Tidak hanya itu, pengungsian mendadak Selasa malam hingga Rabu pagi pun sampai ke lokasi Lapangan Pacu Kuda, Blang Bebangka. Begitu pula terlihat tenda di halaman Kodim, Kota Takengon dan Halaman Kantor Bupati Aceh Tengah. Baru menjelang terlihat matahari warga kembali ke rumah.
Jumlah korban akibat musibah gempa hingga Rabu kemarin, terus bertambah. Jumlah pun mencapai angka 1.500-an. Sampai-sampai RSU Datu Beru, Takengon, hingga pukul 12.05 WIB, Rabu menerima pasien korban gempa 95 orang. Itu data yang diperoleh Rakyat Aceh, dari petugas UGD setempat.
Melihat kondisi ini terpaksa dilakukan pasien rawat di tenda dan jalan menuju ruang sal. Sebab, beberapa korban dari kecamatan pun terpaksa dievakuasi ke RSU Datu Beru, Takengon.
Puluhan mahasiswa mencoba mengajak masyarakat pengguna jalan raya di Kota Tangengon, untuk memberikan sumbangan. Dengan memanfaatkan persimpangan jalan, calon intelektual muda ini, sambil membawa kotak mie instan mengajak warga memberikan uang ala kadarnya. (ung)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bandara Halim Segera Layani Penerbangan Haji
Redaktur : Tim Redaksi