Ribut di Sultan, Damai di Sunan

Jumat, 17 Juni 2011 – 10:47 WIB

Sejuk betul mendengar ungkapan dari hati ke hati dalam Focus Group Discussion (FGD) INDOPOS, kemarinTrauma deadlock Kongres PSSI di Hotel Sultan Jakarta lalu, membawa spirit yang kuat untuk berdamai dalam Kongres Luar Biasa (KLB) di Hotel Sunan Solo, 9 Juli mendatang

Kalau Sultan dan Sunan sudah berjabat tangan, ibarat asam di gunung, garam di laut, bertemu dalam belangaApa sih yang tidak mungkin"

Itulah yang ingin digali dalam diskusi INDOPOS bersama tokoh dan pemerhati bola ituRakyat tidak ingin mendengar kongres kali ini gatal, alias gagal total
Publik sudah bosan dengan keributan para pengurus sepak bolaKata-kata deadlock itu sendiri bukan istilah bola, tidak familiar di telinga penggila bolaIstilah itu lebih layak untuk politisi di parlemen sajaMasyarakat ingin solusi kreatif, penyelesaian elegan, dengan bahasa-bahasa olahraga.

Tentu, lebih asyik menggunakan bahasa ”off side” atau ”kartu kuning” untuk peringatan! Lebih enak didengar, ”kartu merah” untuk mengusir peserta kongres yang kata-katanya sudah tergolong melanggar etikaLebih oke memakai ungkapan ”adu penalti” daripada istilah ”voting” untuk mencapai kesepakatan akhirAneh juga rasanya, kongresnya komunitas olahraga tetapi tutur kata, tingkah laku dan sikapnya jauh dari prinsip-prinsip sportivitas dan fairplay" Filosofi olahraga tenggelam oleh kepentingan sesaat.

Saya senang, FGD INDOPOS kali ini memberi angin kesadaran baru yang lebih hakikiBagaimana menuju KLB Solo tanpa keributan, tanpa deadlock, tanpa banting kursi, tanpa memaki, tanpa bersitegang, tanpa saling mempermalukan" Kalau perlu tanpa dominasi petugas keamanan" Buat apa berbiaya besar, kalau hanya untuk menabur kebencian abadi" Untuk apa mendongkel Nurdin Halid kalau akhirnya hanya berseteru berebut sebagai ”pengganti”" Nurdin Halid pasti akan bilang: ”Nah loe! Gitu aja kok repot!”

Ada yang gokil dari ide Bang Yos –sapaan akrab Sutiyoso, Mantan Gubernur DKI Jakarta--Katanya, solusinya gampang! Cukup dua sampai tiga menit sajaPresiden SBY cukup menelepon Pak George, ”Sudahlah, you saya jadikan Dirut Pindad saja, nggak usah ikut-ikutan di PSSI!” Lalu, Pak GT bisa dengan gagah dan elegan menyampaikan kepada publik dan pendukungnya, ”Wahai para pendukung saya, terima kasih atas dukungan AndaDemi kepentingan yang lebih besar untuk bangsa dan negara, maka dengan ini, saya tidak mau dicalonkan lagi.” Selesai satu persoalan!

Di sisi lain, Komite Normalisasi juga melakukan perbaikan di sana-siniDari soal kelengkapan administratif, persiapan tata tertib sidang, sampai hal-hal sekecil lubang jarum pun, agar tidak menciptakan bahan polemik yang tak berkesudahanBang Yos menyebut, sudah dua kali terantuk batu, di Kongres Riau dan Jakarta, saatnya belajar dari kegagalanKeledai saja tidak mau jatuh di lubang yang samaKalau nanti terperosok lagi, entah apa lagi namanya" Kambing congek"
Sama persis dengan salah satu kandidat IGK ManilaMantan Corp Polisi Militer ini mencontohkan saat bertugas di Sumbagsel, menghandle anggotanya yang berkelahiDia cari marganya apa" Dia cari siapa Tulang-nya yang paling tua dan disungkani" Nah, dialah yang paling bisa menundukkan hati yang berkonflikDialah yang bisa menyelesaikan dengan baikLalu siapa ”Tulang”-nya Pak GT" Peserta FGD pun langsung connect, yang dimaksud adalah Presiden SBY

Mengapa Pak GT seolah-olah sudah mendapat vonis ”bersalah”" Lalu salahnya apa" Mengapa FIFA mencekal beliau, sebelum pemilihan" Mengapa tidak diberi hak untuk klarifikasi atas tuduhan yang disampaikan ke beliau" Apa ini yang dinamai fairplay" Lalu, buat apa kita tunduk pada FIFA" Organisasi sepak bola dunia ini juga tidak bersih-bersih amat dari skandal dan mafia" Kalau mau di sanksi, ya sanksi saja" Kita masih bisa main bola kok, tanpa FIFA"

Iya, suara-suara itu memang masuk akalTidak ada yang salah dari Pak GTHaknya beliau untuk maju sebagai kandidatTetapi, lagi-lagi, sebagai anggota lembaga sepak bola dunia, kita juga harus menghormati hak-hak FIFA dengan segala plus minusnyaPerdebatan soal FIFA, sudah terlalu lama, dan hasilnya hanya berputar-putar tanpa solusiFIFA memang bukan dewa keadilan, tapi bisa menjadi malaikat pencabut nyawaDampak sanksi itu, jauh lebih besar dari kepuasan kita mempertahankan hak untuk berdemokrasi

Konon, demokrasi itu adalah alat untuk menghaluskan irisan perbedaan kepentinganKalau Pilkada, masih ada saluran ke Mahkamah Konstitusi, untuk menuntaskan irisan perbedaan versi yang belum memuaskanTetapi FIFA itu lembaga yang sudah diakui dunia, --termasuk negara-negara bola-- dan negara yang menjadi anggotanya harus taat aturannya, jika masih ingin bergabung"

Toh Pak GT dan Pak AP juga anak bangsa yang peduli sepak bola" Dan membangun fondasi dan prestasi sepak bola itu tidak harus menjadi orang nomor satu" Juga tidak harus berada di dalam struktur" Komitmen terhadap kemajuan sepak bola bisa melalui pintu dan jendela mana saja"

Yang menarik, justru mengapa Pak SBY diam saja" Seolah membiarkan bola salju Kongres PSSI ini bergulir liar" Jangan-jangan Pak GT juga menunggu instruksi SBY" Kok belum ada arahan" Mungkin dulu diminta maju, tetapi sekarang belum ada message untuk diminta mundur" Sebagai seorang tentara yang baik, Pak GT pun berjuang habis-habisan untuk menang" Karena ”haram” hukumnya seorang tentara ”mundur” sebelum berlaga"

Saya bisa membayangkan, betapa sulit posisi Pak GT saat iniMaju kena, mundur kenaMundur tanpa alasan yang kuat dan masuk akal, itu meruntuhkan reputasi dan nama besar beliauMundur dengan ”kehilangan muka” itu jelas tidak mungkin buat seorang jenderal bintang empatPendukungnya yang solid juga tidak bisa terima begitu sajaPsikologi ini yang harus dibaca dengan saksama

Sebaliknya, saya juga bingung kalau berada di posisi SBYNanti dikira intervensi" Dinilai terlalu ikut campur soal teknis" Dicap sebagai tukang obok-obok PSSI" Dibilang ikut merekayasa PSSI" Dikata-katai ”biang kerok” kemelut di kongres yang sampai tiga kali tidak kelar" Nanti dianggap pemimpin ”peragu”, dan dipertanyakan lagi, mengapa tidak dari dulu-dulu" Apa kata dunia" Perasaan yang mungkin berkecamuk di SBY seperti itu juga bisa dimengerti

Lantas, siapa yang bisa menjamin kongres di Solo nanti lancar? Bebas deadlock? Tidak ruwet? Menpora Andi Malarangeng kah? Ketua KONI Rita Subowo kah? Menko Kesra Agung Laksono? Siapa yang bisa menjadi ”Tulang”? Rasanya, pilihannya tetap pada SBY! Orang nomor satu di negeri iniKarena sepak bola memang olahraga rakyat nomor satu di negeri iniOlahraga yang memperoleh perhatian nomor satu oleh rakyat negeri iniOlahraga yang memutar uang paling besar di negeri ini

Jadi, dibutuhkan orang nomor satu, untuk menyelesaikan problem olahraga nomor satu di negeri ini(*)

*Oleh: Don Kardono

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler