jpnn.com, JAKARTA - Dokter Richard Lee buka suara atas berbagai tudingan yang dilontarkan Dokter Detektif (Doktif) terkait izin praktiknya sebagai dokter kecantikan.
Klarifikasi tersebut disampaikan Dr Richard Lee secara terbuka melalui kanal YouTube Curhat Bang milik Denny Sumargo pada (13/12) kemarin.
BACA JUGA: Dokter Kecantikan Ayu Widyaningrum Berbagi dengan Ribuan Anak Yatim di Banjarmasin
Dalam kesempatan tersebut, Richard Lee menjawab isu terkait surat izin praktik medis yang sempat dipertanyakan oleh Doktif dalam sebuah video singkat yang viral di media sosial.
Richard Lee menegaskan bahwa dirinya memiliki izin praktik yang sah dan masih berlaku hingga tahun 2025.
BACA JUGA: Sindir Kartika Putri, Dokter Lee: Udah Capek-capek Edukasi, ada yang Laporin
“Doktif hati-hati saat memberikan statement, aku sering lihat (kamu) terburu-buru memberikan statement tanpa data. Hati-hati, kita punya UU ITE,” ujarnya.
Tidak berhenti sampai di situ, Dr Richard Lee langsung memberikan secarik kertas di balik tumpukan kertas yang disimpan rapi dalam beberap map, ia pun memperlihatkan surat itu ke depan kamera.
BACA JUGA: Disebut Munafik Oleh Dokter Lee, Kartika Putri Merespons Begini
“Surat Izin Praktik saya atas nama dr Richard Lee berlaku sampai 11 Oktober 2025 di Palembang,” ujarnya.
Tidak hanya itu, Dr Richard Lee juga memperlihatkan Surat Izin Praktiknya (SIP) di Jakarta.
“Ini Surat Izin Praktikku di Jakarta,” ucapnya sambil memperlihatkan berkas SIP yang tersimpan di layar handphone-nya.
“Aku datang ke sini, semua pakai data,” ungkapnya.
Terlepas polemik antara Dokter Richard Lee dan Dokter Detektif, alangkah baiknya masyarakat juga mengenal yang dinamakan Surat Izin Praktik atau SIP.
Menurut situs Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Surat Izin Praktik (SIP) merupakan dokumen resmi yang wajib dimiliki oleh tenaga medis, seperti dokter, dokter gigi, dan tenaga kesehatan lainnya, sebagai syarat untuk menjalankan praktik di Indonesia secara legal.
Keberadaan SIP bukan hanya sekadar formalitas administratif, tetapi juga merupakan landasan hukum yang melindungi tenaga medis, pasien, dan masyarakat secara umum.
Dokumen ini memastikan bahwa dokter yang bersangkutan memiliki kualifikasi dan memenuhi persyaratan yang dibutuhkan untuk memberikan layanan kesehatan kepada masyarakat.
Perlindungan bagi Pasien dan Masyarakat
SIP berfungsi sebagai jaminan bahwa tenaga medis yang memberikan pelayanan kesehatan telah memenuhi standar pendidikan, pelatihan, dan kompetensi yang ditetapkan.
Dengan memiliki SIP, seorang tenaga medis dianggap layak dan mampu menjalankan tugas profesionalnya sesuai dengan standar etika dan prosedur medis. Hal ini penting untuk memastikan pasien mendapatkan perawatan yang aman, berkualitas, dan sesuai dengan kebutuhan medisnya.
Kepastian Hukum bagi Tenaga Medis
Bagi tenaga medis, SIP memberikan perlindungan hukum dalam menjalankan profesinya. Dokumen ini menjadi bukti bahwa mereka berpraktik sesuai dengan aturan yang ditetapkan pemerintah, sehingga mereka memiliki legitimasi dalam memberikan pelayanan kesehatan.
Dalam situasi tertentu, seperti sengketa hukum atau tuduhan malpraktik, SIP dapat menjadi salah satu dasar pembelaan yang kuat bagi tenaga medis.
Pencegahan Praktik Ilegal
Penerapan SIP juga berfungsi untuk mencegah praktik medis ilegal oleh individu yang tidak berkompeten atau tidak memiliki kualifikasi yang diakui. Tanpa pengawasan ketat melalui SIP, risiko pelayanan kesehatan yang tidak sesuai standar dapat meningkat, yang pada akhirnya merugikan masyarakat.
Tanggung Jawab Profesional dan Etika
Memiliki SIP juga mencerminkan komitmen seorang tenaga medis terhadap tanggung jawab profesional dan etika yang tinggi. Proses pengajuan dan pembaruan SIP memerlukan keterlibatan dari organisasi profesi dan institusi pemerintah, seperti Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) dan Dinas Kesehatan, yang memastikan tenaga medis senantiasa mematuhi aturan yang berlaku.
Dampak Jika Praktik Tanpa SIP
Melakukan praktik medis tanpa Surat Izin Praktik (SIP) tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga membawa risiko besar. Tindakan ini dapat mengakibatkan sanksi hukum, merusak reputasi secara signifikan, dan meningkatkan potensi risiko bagi keselamatan pasien.(ray/jpnn)
Redaktur & Reporter : Budianto Hutahaean