jpnn.com, JAKARTA - Duta Arsip Nasisonal Republik Indonesia Dr. Rieke Diah Pitaloka, M.Hum mengajukan arsip dan manuskrip Syekh Yusuf pada lembaga bergengsi dunia.
Adapun arsip itu diajukan untuk ditetapkan sebagai Memori Asia Pasifik MOWCAP dan Memori Dunia MoW UNESCO.
BACA JUGA: Jangan Sepelekan Arsip, Indonesia Bisa Maju Karenanya
Pengajuan diputuskan dalam rapat Dewan Komite Nasional MoW Indonesia, Senin (11/9).
"Mohon dukungan dari seluruh rakyat Indonesia, khususnya rakyat Sulawesi. Pengajuan ini tak terlepas dari dedikasi beliau untuk bangsa dan negara Indonesia," ujar Rieke dalam keterangan yang dikutip di Jakarta, Selasa (12/9).
BACA JUGA: Kepemimpinan dan Geopolitik Bung Karno Sudah Teruji, Banyak Arsip yang Membuktikannya
Syekh Yusuf lahir di Gowa, 3 Juli 1626, dan wafat di Afrika Selatan, 23 Mei 1699. Melalui Keputusan Presiden (Kepres) No. 071/TK/1995 ia diberi gelar Pahlawan Nasional Indonesia, pada 7 Agustus 1995.
Syekh Yusuf mendapatkan gelar pada 27 September 2005 sebagai Supreme Companion of OR Tambo in gold, for heads of state and, in special cases, heads of government (SCOT) dari Pemerintah Afrika Selatan.
BACA JUGA: PTPN III dan ANRI Bangun Sistem Pengelolaan Arsip Bersama
Arsip Syekh Yusuf tersimpan di Arsip Nasional Republik Indonesia, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, National Archives of Netherlands, Library of University of Leiden, National Archives of Sri Lanka, South Africa.
Anggota Dewan Komite Nasional MoW Indonesia itu menuturkan Syekh Yusuf memiliki peran besar dalam melakukan perjuangan melawan kolonialisme Belanda di Kesultanan Gowa.
Dia bertutur bahwa ketika Kesultanan Gowa dikalahkan Belanda Syekh Yusuf pindah ke Banten, diangkat sebagai Mufti Kesultanan Banten oleh Sultan Ageng Tirtayasa.
Kesultanan Banten dikalahkan Belanda pada 1682. Syekh Yusuf ditangkap, kemudian diasingkan ke Ceylon, Sri Lanka, pada 1684. Pada 22 Desember 1694.
"Syekh Yusuf diasingkan ke Afrika Selatan," jelas politikus PDI Perjuangan ini.
Rieke menyebut selama menimba ilmu, Syekh Yusuf dengan nama panjang Syekh Yusuf Abul Muhsin Tajul Khalawati Al-Makakasri (Tuanta Salamaka ri Gowa) juga senantiasa memperdalam keilmuan sebagai kecintaannya dalam membela bangsa.
Menurut Rieke, aaat di Pesantren Cikoang Talakar, mempelajari Thariqah dan Hubbul Wathan atau cinta dan membela tanah air.
"Beliau mempelajari Islam sekitar 20 tahun di Timur Tengah, seperti di Mekkah dan Madinnah, Yaman, serta Damaskus," ujar Rieke.
Namun, yang tak kalah penting, Syekh Yusuf menjadi inspirasi bagi banyak orang, seperti pasukan Hizbullah di bawah pimpinan KH. Zainal Arifin Pohan, yang pada perang kemerdekaan bertugas mengkoordinir pelatihan-pelatihan semi militer di Cibarusah Bekasi dan Bogor untuk mengantisipasi Perang Asia Pasifik dan memperjuangkan kemerdekaan RI.
Di Afrika Selatan, salah satu inspirator bagi Nelson Mandela dalam gerakan melawan apartheid atau politik rasial terkait pemisahan hak dan kewajiban ras kulit putih dan kulit hitam.
"Di Indonesia, salah satu inspirator bagi Gerakan Hubbul Wathan Minal Iman (mencintai bangsa merupakan tanda keimanan) yang digagas KH Abdul Wahab Chasbullah dalam gerakan umat Islam Indonesia melawan penjajahan Belanda," ucap Rieke.(mcr10/jpnn)
Redaktur & Reporter : Elvi Robiatul