jpnn.com, JAKARTA - Direktur Riset Katadata Insight Centre Gundy Cahyadi mengatakan bahwa pasar offline masih mengakar di Indonesia.
Hal itu terungkap dari laporan yang berjudul “Beyond the Digital Frontier: Bagaimana Saluran Offline Memacu Kemajuan Merek Lokal” yang diluncurkan hari ini, Senin (2/10).
BACA JUGA: Relawan Sintawati Tebar Sembako Murah di Pasar Baru & Bendungan Hilir
Katadata Insight Center dan Evermos menemukan bahwa saluran offline masih memiliki persepsi yang lebih positif di kalangan konsumen dibandingkan dengan saluran online, meskipun pada dekade terakhir ini e-commerce memberikan dampak besar pada perekonomian.
“Laporan ini menunjukkan pola yang konsisten di antara merek-merek unggulan nasional, makin besar suatu merek tumbuh, makin besar pula kontribusi dari saluran offline. Meskipun saluran online penting untuk pertumbuhan di era digital, market leader adalah merek yang memiliki akar kuat di saluran offline,” kata Gundy dalam keterangannya di Jakarta, Senin.
BACA JUGA: Usut Penyebab Kebakaran Hebat Pasar Leuwiliang, Puslabfor Bareskrim Polri Turun Tangan
Gundy menjelaskan bahwa merek-merek terkemuka yang diakui secara nasional menyadari pentingnya memiliki strategi connected commerce, sehingga memudahkan konsumen untuk berpindah antara saluran online dan offline secara terintegrasi.
"Oleh karena itu, merek-merek yang sedang naik daun tidak boleh mengabaikan manfaat saluran offline terhadap kinerja bisnis, mengingat dinamika pasar di Indonesia,” jelas Gundy.
BACA JUGA: Buka Pasar Sayur Gratis, Video Pernikahan Warga Surabaya Ditonton 7 Juta Kali
Co-Founder dan CEO, Evermos Ghufron Mustaqim mengatakan sektor e-commerce di Indonesia mengalami pertumbuhan pesat selama satu dekade lalu, apalagi di tengah pandemi Covid-19, tetapi laporan ini menunjukkan bahwa e-commerce masih belum melampaui signifikansi ritel tradisional.
"Terlihat dari hanya satu dari tiga masyarakat Indonesia yang aktif menggunakan e-commerce,” kata Ghufron.
Menurutnya, laporan itu bisa mengidentifikasi pola dan perilaku konsumen dan brand lokal guna memberikan wawasan mengenai pertumbuhan mereka di Indonesia.
“Kami bermitra dengan Katadata Insight Center untuk mengidentifikasi strategi merek-merek lokal yang berhasil berkembang menjadi merek nasional, dengan harapan temuan yang diperoleh dapat membantu merek-merek yang sedang naik daun mencapai kesuksesan di tengah pasar dengan persaingan yang semakin jenuh,” tambahnya.
Ghufron membeberkan laporan itu membeberkan meskipun berdampak besar dan menjadi fokus perhatian dalam dekade terakhir, tetapi e-commerce masih merupakan bagian kecil dari perekonomian Indonesia. Dua dari tiga masyarakat Indonesia bukan pengguna aktif e-commerce.
Konsumen pada umumnya lebih menyukai saluran offline dibandingkan saluran online, meskipun saluran online menawarkan pilihan harga yang lebih baik. Masih rendahnya faktor kepercayaan membuat non-pengguna tidak tertarik berbelanja online.
"Di antara non-pengguna e-commerce, 85 persen enggan berbelanja online karena kekhawatiran terhadap kualitas produk yang dijual online; 79% khawatir barang tidak sampai dalam kondisi baik; dan 79% khawatir akan penipuan dalam transaksi online," katanya.
Kemudian, merek-merek national champion, terutama yang memiliki penjualan tahunan melebihi Rp 500 miliar, telah membangun kehadiran yang kuat di saluran offline, dan secara konsisten mengungguli rekan-rekan online mereka.
Semua merek national champion sepakat bahwa strategi multichannel sangat penting untuk brand awareness dan memandang saluran online dan offline sama pentingnya.
Namun, merek-merek national champion tetap mempertahankan kehadiran offline yang kuat untuk memenuhi permintaan nasional, terutama di kota-kota tier rendah.
"Saluran offline tidak hanya berfungsi sebagai saluran distribusi. Saluran offline juga terbukti meningkatkan brand awareness dan loyalitas konsumen," ungkap Ghufron.
Kesepuluh merek nasional yang diwawancarai sepakat bahwa saluran offline lebih efektif dalam menciptakan brand awareness. Merek yang ingin mempertahankan saluran online-nya dapat memanfaatkan connected commerce untuk memberikan kemudahan konsumen untuk memililih dan berpindah antara saluran offline dan online tanpa mengurangi experience belanjanya.
"Inovasi sangat penting untuk mempertahankan unique selling point suatu merek dan menciptakan dampak jangka panjang di benak konsumen, baik dari segi inovasi produk maupun strategi pemasaran," ungkapnya.
Selain pola konsumen, riset itu juga mencatat meskipun dibantu pertumbuhan e-commerce yang pesat, UMKM masih menghadapi banyak tantangan dalam perkembangan bisnisnya.
UMKM mencakup 99 persen bisnis di Indonesia dan menyumbang 61,9 persen terhadap total PDB Indonesia pada 2022.
"Tetapi banyak bisnis yang kesulitan bersaing dengan pemain besar karena faktor-faktor seperti terbatasnya inovasi, terbatasnya akses pasar, dan kesulitan dalam meningkatkan skala usaha," kata Ghufron.
Walaupun UMKM telah menerapkan upaya transformasi digital dan saluran distribusi online, kesulitan yang mereka hadapi saat berekspansi ke kota-kota kecil di Indonesia—yang merupakan rumah bagi sekitar 87 persen penduduk Indonesia—masih belum terselesaikan.
Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Teten Masduki mengatakan UMKM Indonesia telah lama menjadi tulang punggung perekonomian.
UMKM berkontribusi signifikan terhadap PDB dan lapangan kerja.
"Dan merupakan prioritas utama kita untuk mewujudkan potensi UMKM secara maksimal dan memastikan keberlanjutannya,” kata Teten.
Teten menambahkan pemerintah sangat menekankan inisiatif untuk mengangkat UMKM dengan menawarkan mereka sumber daya dan peluang untuk berkembang.
"Perjalanan dari usaha kecil menuju merek nasional yang berkembang memiliki banyak aspek, dan laporan ini merupakan langkah yang baik untuk memicu diskusi dan pertukaran ide yang diperlukan agar UMKM dapat berkembang,” ungkap Teten.(mcr10/jpnn)
Video Terpopuler Hari ini:
Redaktur & Reporter : Elvi Robiatul