Dengan melestarikan dan mengelola danau lindung secara swadaya sejak 12 tahun lalu, masyarakat sudah mulai merasakan manfaat ekonominya secara langsung. “Solidaritas sosial masyarakat semakin kuat terbangun, dan pemerintah daerah juga ikut bangga, karena masyarakat ikut berkontribusi dalam perwujudan Kapuas Hulu sebagai kabupaten konservasi,” ungkap Hermayani.
Perlindungan arwana, kata dia, diatur dalam UU No. 5 Tahun 1990, SK Mentan No.716/Kpts/Um/10/1980, dan PP No. 7 Tahun 1990.
Hermayani memaparkan, masyarakat nelayan Desa Empangau secara langsung mendapat manfaat dari pengembalian arwana ke habitat alamnya. Mereka memanen anak-anak arwana dua kali setiap tahunnya. Sepuluh persen dari manfaat yang diperoleh nelayan dikembalikan ke kas desa untuk kepentingan komunal seperti membangun pos polisi, perbaikan sarana ibadah, membayar tunjangan atau honor para guru honorer di Desa Empangau, serta infrastruktur desa lainnya. “Masyarakat yang menjaganya memang lebih baik karena mereka sendiri yang merasakan hasilnya,” kata dia.
Dalam kurun waktu enam tahun (2004 – 2009), total arwana yang dipanen oleh masyarakat sebanyak 192 ekor. Rata-rata produksi 32 ekor per tahun dengan total nilai Rp739,5 juta. Setiap tahunnya, nilai tersebut terus bertambah. Selama September 2011 – April 2012 masyarakat memanen sebanyak 26 ekor Arwana.
Kepada Hermayani, Kepala Desa Empangau mengaku bangga lantaran prakarsa lokal ini sudah mulai dihargai dan diakui, tidak hanya di tingkat kabupaten dan provinsi, tapi juga di tingkat nasional. “Tahun 2011 lalu, Kelompok Masyarakat Pengawas Danau Lindung Empangau berhasil meraih juara nasional. Penghargaan diserahkan langsung Menteri Kelautan dan Perikanan RI di Dumai, Kepulauan Riau,” katanya.(hen)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jumlah Penumpang Lebaran KA Dipastikan Turun
Redaktur : Tim Redaksi