Rizal Ramli Akui Buat 'Kegaduhan Putih', Tujuannya Ini Loh

Rabu, 25 November 2015 – 22:59 WIB
Menko Bidang Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli. FOTO: DOK.JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA – Berbagai kegaduhan saat ini, menurut Menko Bidang Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli, bersumber dari dirinya seperti kasus perpanjangan kontrak karya PT Freeport Indonesia dan tambang gas abadi Blok Marsela di Maluku.

Namun, Rizal mengaku bahwa kegaduhan yang dibuatnya sesungguhnya “kegaduhan putih’ dengan tujuan untuk mencegah berbagai kepentingan individu dan kelompok di dua sektor tambang tersebut.

BACA JUGA: Pendukung ISIS Terdeteksi Ada di Jakarta, Tangsel dan Pamulang

“Kalau perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia itu tidak diramaikan pasti sudah diperpanjang kontraknya. Bagusnya, Presiden Jokowi bersikap sama dengan Nawacita dan Trisakti. Malahan menambah kewajiban Freeport antara lain harus mengurus lingkungan dan menambah royalty untuk Indonesia,” ungkap Rizal Ramli di rumah dinasnya, Kompleks Widya Candra, Jakarta Selatan, Rabu (25/11).

Menurut Rizal, Presiden Jokowi memerintahkan PT Freeport Indonesia mempercepat pembangunan smelter dan pembangkit listrik dengan kapasitas melebihi kebutuhan smelter.

BACA JUGA: Pantau Keamanan Nelayan, Bakamla Lengkapi Diri dengan Kapal Canggih

“Sisanya harus disalurkan ke masyarakat setempat. Sudah bagus sikap Presiden Jokowi,” ujar Rizal.

Hal ini, kata Rizal, akan beda hasilnya kalau tidak dibuat gaduh putih. “Pasti kontrak Freeport diperpanjang dan yang akan terjadi adalah gaduh hitam. Gaduh hitam itu berebut rente atau menjarah aset negara,” tegasnya.

BACA JUGA: Gunakan Ketoprak untuk Pentaskan Revolusi Mental Ala Majapahit di Depan Jokowi

Sebagai pemain cadangan, Rizal Ramli juga menegaskan bahwa dirinya tetap bekerja dan berpedoman kepada Trisakti dan Nawacita.

“Ibarat main bola, tim nasional ini harus mencetak gol ke gawang lawan. Saya harus mencegah tindakan bunuh diri dengan mencetak ke gawang sendiri. Kalau terjadi, ini masalah besar,” tegas Rizal.

Terpisah, Direktur Eksekutif Nation and Character Building Institute (NCBI), Juliaman Saragih juga menyoal berbagai kegaduhan yang dilakukan elit politik di Tanah Air, diantaranya pencatutan nama Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla, yang diduga dilakukan oleh Ketua DPR Setya Novanto terkait proses perpanjangan kontrak karya PT Freeport Indonesia.

“Restorasi moral pemimpin nasional seharusnya menjadi salah satu  tema besar gerakan pembangunan karakter bangsa,” tegas Juliaman Saragih.

Menanggapi kontraversi kasus pencatutan nama presiden untuk meminta saham kepada PT Freeport Indonesia, Juliaman menegaskan bahwa Presiden Jokowi adalah simbol kewibawaan dan kedaulatan bangsa dan negara Republik Indonesia.

“Maka itu, penegakan hukum atas kasus ‘perdagangan’ nama presiden adalah keharusan sejarah yang tidak dapat diingkari oleh siapapu. Penegakan hukum adalah pagar masyarakat secara berkeadaban,” kata Juliaman.

Juliaman menjelaskan dalam kutipan buku NCBI 2015 “Nasionalisme dan Patritisme Pemimpin”, wartawan senior Budiarto Shambazy menyatakan “demokrasi kita sudah dibajak habis oleh elit yang memerintah (the ruling elite) yang tidak lagi mengindahkan kebajikan, falsafah, ideologi, nilai, etika dan sopan santu politik bangsa yang besar ini.”(fas/fri/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ogah Disebut Bumper Jokowi, Tapi Rizal Ramli Tetap Berpegang Pada Dua Hal Saja


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler