Rock in Solo jadi Panggung Kampanye Atasi Kerusakan Lingkungan

Selasa, 17 Desember 2024 – 00:15 WIB
Festival musik tahunan Rock in Solo menjadi momentum gerakan #BersuaraTiapHari yang digagas oleh Trend Asia. Foto dok. Trend Asia

jpnn.com, JAKARTA - Festival musik tahunan Rock in Solo menjadi momentum gerakan #BersuaraTiapHari yang digagas oleh Trend Asia.

Para penikmat musik metal-rock diajak menyuarakan keprihatinan terhadap krisis iklim yang makin mendesak.

BACA JUGA: Ingar Bingar Rock In Solo 2023

“Kampanye ini lahir sejak Pilpres 2024 lalu, tetapi kini menjadi seruan agar suara kritis rakyat tetap terdengar setiap hari, tidak hanya saat pemilu,” ujar dari Tim Kampanye dan Advokasi Trend Asia, Irfan Alghifari, Senin (16/12).

Dia menegaskan pentingnya peran masyarakat untuk mengawal kebijakan pemerintah, terutama di tengah dampak nyata krisis iklim yang kian terasa di Indonesia.

BACA JUGA: Rock In Solo 2023 Digelar Hari Ini, Behemoth dan Cryptopsy Siap Beraksi

Di Trend Asia Corner, pengunjung diajak memahami dampak kerusakan lingkungan melalui pemutaran film, diskusi bersama masyarakat adat dan musisi, hingga stand-up comedy.

Ada pula fasilitas photo box gratis dan sablon kaos dengan slogan #BersuaraTiapHari. 

BACA JUGA: Behemoth Hingga Cryptopsy Siap Gempur Rock In Solo 2023

Irfan menambahkan masyarakat Jawa Tengah, terutama petani telah merasakan dampak krisis iklim, seperti pendapatan yang anjlok akibat cuaca tak menentu hingga ancaman banjir bandang di musim hujan.

“Di tengah krisis iklim, masyarakat juga menghadapi ketidakpastian ekonomi: upah rendah, kebutuhan meningkat, dan ancaman kenaikan pajak,” ucapnya.

Momentum lain yang mencuri perhatian adalah peluncuran video klip "Prahara Jenggala" hasil kolaborasi Trend Asia dengan Down For Life, band metal asal Surakarta.

Video itu mengangkat kisah perjuangan masyarakat adat Dayak Kualan Hilir di Kalimantan Barat melawan ancaman perampasan lahan.

“Sebagai musisi, kami ingin menyuarakan bahwa kerusakan lingkungan tidak mengenal batas wilayah,” ungkap vokalis Down For Life, Stephanus Adjie.

Dia mengatakan, masyarakat adat Dayak di Kualan Hilir, Kalimantan Barat, kini terancam kehilangan hutan yang selama ini menjadi sumber kehidupan mereka.

Sebab, perusahaan menguasai lahan hanya satu kilometer dari desa mereka.

Pengampanye Bioenergi Trend Asia, Amalya Oktaviani, menegaskan bahwa kasus Kualan Hilir hanyalah salah satu contoh dari masifnya deforestasi di Indonesia.

Dampaknya meluas dari hilangnya biodiversitas hingga meningkatnya emisi karbon yang memperburuk krisis iklim.

“Kita butuh energi bersih dan pengelolaan hutan berbasis komunitas sebagai solusi nyata menghadapi krisis ini,” tegas Amalya.

Tak hanya di Rock in Solo, kampanye ini telah hadir dalam berbagai bentuk, mulai dari Tur Grup LAS! di Kalimantan Barat, Festival Iklim di Bali, hingga festival literasi lainnya. Melalui pendekatan lintas media, Trend Asia mengajak masyarakat dari berbagai latar belakang untuk terus menyuarakan perubahan. (esy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Rock In Borneo 2017: Skid Row Sukses Guncang Tenggarong


Redaktur : Dedi Sofian
Reporter : Mesyia Muhammad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler