Rosa Dicecar untuk Neneng di Pengadilan Tipikor

Selasa, 04 Desember 2012 – 11:11 WIB
JAKARTA-- Mindo Rosalina Manulang akan kembali duduk di kursi panas Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) hari ini (4/12). Tapi kali ini dia dihadirkan sebagai saksi sidang perkara kasus dugaan korupsi proyek PLTS di Kemenakertrans, dengan terdakwa Neneng Sri Wahyuni. Rosa akan didengar keterangannya lantaran dia pernah bekerja di Permai Grup dan menjadi anak buah Muhammad Nazaruddin dan Neneng Sri Wahyuni.

"Hari ini saksi untuk Neneng adalah Rosa, Gatot, Marisi, Tedi dan Ahmad," tutur kuasa hukum Neneng, Elsa Syarief di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Selasa (4/12).

Dari semua saksi yang dihadirkan baru Rosa dan Arifin Ahmad yang hadir di Pengadilan.
Arifin adalah Direktur PT Alfindo Nuratama Perkasa, pemenang tender proyek PLTS di Kemenakertrans tahun 2008.

Seperti diketahui, Neneng Sri Wahyuni telah didakwa melakukan tindak pidana korupsi terkait pengadaan dan pemasangan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang bersumber dari APBN-Perubahan 2008.

Menurut jaksa, Neneng, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama, melakukan perbuatan melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi sehingga merugikan keuangan negara sekitar Rp 2,72 miliar.

Adapun Nazaruddin, Rosa, Marisi, dan Arifin masih berstatus sebagai saksi dalam kasus ini, sementara Timas Ginting divonis sudah dinyatakan bersalah dan divonis dua tahun penjara Februari lalu.

Neneng diduga melakukan perbuatan melawan hukum dengan mengintervensi pejabat pembuat komitmen (PPK) dan panitia pengadaan dalam penentuan pemenang lelang proyek pengadaan dan pemasangan PLTS di Satuan Kerja Direktorat Pengembangan Sarana dan Prasarana Kawasan (Dit PSPK) Depnakertrans.

Dalam pelaksanaan proyek, Neneng juga mengalihkan pekerjaan utama dari perusahaan pemenang tender, yakni PT Alfindo Nuratama Perkasa kepada PT Sundaya Indonesia. Perbuatan ini bertentangan dengan Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pengadaan Barang dan Jasa.

Jaksa mendakwanya dengan dakwaan  secara alternatif, yakni melanggar Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP. Ancaman hukumannya, maksimal 20 tahun penjara ditambah denda maksimal Rp 1 miliar. (flo/jpnn).
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ulil: Indonesia Harus Berbangga Punya SBY

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler