jpnn.com - Akhir pekan ini, Ahad (14/11) menjadi momen penting bagi penggemar balapan.
Di Sirkuit Valencia, Spanyol, Valentino Rossi, pembalap motor legendaris dunia asal Italia, mengikuti balapan terakhir dalam kariernya yang cemerlang. Rossi pensiun dari dunia balap MotoGP yang sudah memberinya sembilan gelar juara dunia.
BACA JUGA: Respons Emosional Valentino Rossi Setelah Dibantu Bagnaia di Kualifikasi MotoGP Valencia 2021
Dua hari sebelumnya, Jumat (12/11) masyarakat pencinta balapan di Indonesia menyaksikan Presiden Jokowi menjajal Sirkuit Mandalika di Nusa Tenggara Barat (NTB) yang bakal menjadi venue balapan World Superbike (WSBK) 19-21 November. Kalau event ini sukses, Mandalika akan berkesempatan menjadi tuan rumah penyelenggaraan MotoGP pada 2022.
Di antara dua event itu, Sabtu (13/11) terjadi kebakaran kilang minyak milik Pertamina di Balongan, Cilacap.
BACA JUGA: Peringati Sumpah Pemuda, PDIP Gelar Wayang Kulit, Harap Pemuda Makin Optimistis Hadapi Covid-19
Kebakaran ini mendapatkan liputan luas di media karena kilang Cilacap merupakan depo pusat penyimpanan minyak untuk melayani kebutuhan nasional.
Kebakaran ini juga bukan kali pertama terjadi. Sudah beberapa kali kilang minyak Balongan menjadi sasaran kebakaran.
BACA JUGA: Pensiun dari MotoGP, Valentino Rossi Bakal Jualan Sepeda
Apa hubungan Rossi, Mandalika, dan kilang minyak Pertamina? Tidak ada hubungan langsung.
Namun, kalau Anda percaya bahwa satu event kecil di satu sudut dunia akan memengaruhi kejadian di belahan dunia yang lain, maka ketiga event itu boleh saja dikait-kaitkan.
Kebakaran kilang minyak menjadi sorotan publik terutama karena tata kelola Pertamina yang dianggap masih belum sepenuhnya profesional dan belum memenuhi ekspektasi publik.
Pertamina adalah BUMN migas paling mentereng di republik ini.
Namun, prestasinya masih belum kunjung mentereng, baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
Presiden Jokowi sudah menugaskan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menjadi komisaris utama Pertamina sebagai upaya mendongkrak kinerja Pertamina.
Ahok yang selama ini dikenal suka gebrak-gebrak meja, sudah melakukan banyak gebrakan.
Namun, Ahok masih punya seabrek PR yang harus digarap supaya kinerja Pertamina bisa moncer.
Ahok jadi sorotan dalam kasus kebakaran kilang minyak Balongan, terutama karena pernyataannya bahwa kebakaran itu disebabkan oleh sambaran petir.
Cuaca buruk sepanjang akhir pekan menyebabkan hujan petir di beberapa wilayah Jawa. Di tengah hujan deras itu kilang terbakar.
Ahok menyimpulkan bahwa kebakaran terjadi akibat sambaran petir. Klaim ini menimbulkan pertanyaan karena diragukan akurasinya. Pakar kilang minyak menegaskan bahwa kemungkinan kebakaran terjadi karena kondisi kilang yang robek dan menimbulkan api ketika terjadi sambaran petir.
Bocoran itu kemungkinan terjadi karena kesalahan maintenance sehingga terjadi rembesan. Ketika tersambar petir muncullah api yang memantik kebakaran. Jadi, bukan petir yang harus disalahkan, tetapi kesalahan maintenance yang harus dibenahi.
Ahok terkesan menyalahkan petir. Dia tidak melihat salah urus di lingkungan internal Pertamina. Dengan menyalahkan petir seolah melepaskan kesalahan dari Pertamina. Kebakaran yang bukan sekali terjadi bukan salah Pertamina, tetapi salah petir, force majeure, kesalahan alam.
Kebiasaan menyalahkan orang lain sudah mendarah daging menjadi praktik yang terinternalisasi secara tidak sadar sejak masa kanak-kanak. Ketika belajar berjalan dan seorang anak terpeleset jatuh di lantai, orang tua akan menyalahkan lantai. Kebiasaan menyalahkan pihak lain kemudian menjadi habitus sampai dewasa.
Kebakaran kilang minyak menyalahkan petir. Banjir di Sintang menyalahkan cuaca buruk dan kerusakan hulu sungai. Kambing berwarna hitam mahal harganya karena banyak dicari orang.
Setiap kali terjadi kesalahan, orang pun mencari kambing hitam. Namanya juga kambing, pasti tidak bisa mendebat ketika dipersalahkan.
Banjir sudah sering terjadi. Kebakaran kilang sering terjadi. Namun, cara penyelesaian yang sistematis belum terlihat dilakukan. Publik mengharap Ahok akan bisa mendongkrak citra Pertamina menjadi perusahaan pelat merah yang membanggakan.
Namun, sampai sekarang publik masih harus sabar menunggu.
Pertamina punya semua potensi untuk menjadi ‘’world class enterprise’’, perusahaan kelas dunia yang moncer di event-event internasional.
Kita ingin melihat Pertamina bisa mentereng seperti Petronas milik Malaysia. Tidak usah muluk-muluk mau bersaing dengan perusahaan minyak dari Eropa atau Amerika. Bisa bersaing--apalagi bisa mengungguli—Petronas adalah kebanggaan yang luar biasa.
Petronas bisa menggandeng Yamaha dan mengontrak Valentino Rossi. Setiap kali membalap, Rossi memakai baju rider bertuliskan Petronas besar di dadanya.
Tim Yamaha yang dibela Rossi juga punya nama resmi ‘’Yamaha-Petronas’’. Semua rider Yamaha mengenakan baju balap dengan logo Petronas terpajang di dada dan di badan motor.
Setiap kali Rossi naik ke podium dan mengangkat tropi, logo Petronas akan terekspose ke seluruh dunia.
Perusahaan Indonesia yang terlihat menjadi sponsor MotoGP kelas premier adalah Antangin, jamu antimasuk angin. Logo Atangin terlihat menempel di baju dan motor tim Gresini dalam beberapa seri balapan terakhir.
Persaingan Indonesia dengan Malaysia ini ibarat pertandingan derby dalam sepak bola. Setiap kali tim sekota bertanding selalu ada persaingan yang emosional yang terbawa karena berbagai faktor, mulai dari faktor sejarah, politik, budaya, maupun persaingan ekonomi.
Dalam kiprah dunia balap, Indonesia masih ketinggalan dari Malaysia yang sudah punya Sirkuit Internasional Sepang yang menjadi tuan rumah rutin balapan MotoGP dan Formula 1.
Singapura juga sudah menjadi tuan rumah balapan Formula I yang bergengsi. Indonesia baru tahun ini menjadi tuan rumah WSBK, dan berharap tahun depan bisa menjadi tuan rumah balapan MotoGP.
Untuk sementara Indonesia masih ketinggalan dari Malaysia. Mungkin skornya 0-2 untuk Malaysia. Mudah-mudahan Sirkuit Mandalika bisa menambah skor untuk Indonesia. Kalau belum bisa menang dari Malaysia setidaknya bisa menipiskan ketinggalan menjadi 1-2, syukur-syukur bisa drawa 2-2.
Masih cukup jauh yang harus kita kejar. Pekan lalu (10/11) Indonesia nyaris kecolongan gol lagi ketika perusahaan aparel olahraga internasional Adidas yang berkantor di Singapura menyebutkan bahwa wayang adalah produk budaya asli Malaysia.
Untung pernyataan ini segera dikoreksi. Kalau tidak, Indonesia sama saja dengan kebobolan gol bunuh diri, bukan cuma satu gol, tetapi dua sekaligus.
Pertama, wayang didaku sebagai asli Malaysia, dan yang kedua negara tetangga Singapura pun tidak tahu bahwa wayang adalah produk budaya asli Indonesia.
Kontroversi muncul ketika dalam laman resminya Adidas merilis koleksi sepatu terbaru yang bakal dipasarkan pada tutup tahun 2021. Salah satu koleksi sepatu City Pack itu mengusung tema vintage perpaduan gaya modern dengan gaya tradisional.
Pada sisi kanan sepatu itu terdapat tiga garis khas Adidas. Kemudian ada ornamen wayang yang menampakkan dua figur tokoh wayang. Tidak terlalu jelas siapa tokoh wayang itu, tetapi Adidas jelas mengakui bahwa itu adalah tokoh wayang.
Namun, Adidas menyebut bahwa wayang adalah produk asli Malaysia. Kontan para netizen Indonesia murka dan menyerbu akun Instagram resmi Adidas dengan berbagai protes. Adidas cepat menarik pernyataannya dan meminta maaf kepada Indonesia.
Bahkan perusahaan trans-nasional sekelas Adidas pun tidak tahu bahwa wayang adalah produk budaya asli Indonesia, yang secara resmi sudah diakui oleh UNESCO (badan PBB untuk kebudayaan dan pendidikan) sebagai salah satu warisan budaya dunia.
Siapa yang salah? Adidas bersalah karena sebagai perusahaan trans-nasional seharusnya peka terhadap perkembangan heritage budaya dunia.
Namun, Indonesia juga bersalah karena tidak cukup melakukan promosi supaya dunia tahu bahwa wayang adalah heritage budaya Indonesia. Jangankan dikenal di seluruh dunia, di Singapura pun wayang tidak dikenal sebagai produk Indonesia.
Kalau sudah kecolongan baru ribut. Dahulu Indonesia ribut dengan Malaysia gegara berebut batik. Bahkan kesenian reog yang asli Ponorogo pun diklaim sebagai produk budaya Malaysia.
Angklung, kuda lumping, lagu Rasa Sayange, tari pendet tari piring, dan rendang pun didaku sebagai milik Malaysia. Duh! (*)
Redaktur : Adek
Reporter : Cak Abror