RPP Penyadapan Bakal Lindungi Koruptor

50 Persen Lebih Kasus di KPK Hasil Penyadapan

Minggu, 06 Desember 2009 – 15:52 WIB

JAKARTA – Mantan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Erry Riyana Hardjapamekas mengatakan bahwa lebih dari 50 persen kasus korupsi  berhasil ditangani KPK yang berawal dari proses penyadapan.  Karena itu, alasan menghindari saling sadap antar aparat penegak hukum yang dijadikan alasan untuk mengusulkan Rencana Peraturan Pemerintah (RPP) Tata Cara Intersepsi (penyadapan) dinilai tidak tepat.

Menurut Erry, penyadapan sangat penting dalam mengungkap kasus karena akan memperkuat bukti keterlibatan seseorang yang dimulai dari penyelidikan, penyidikan dan penuntutan“Alasan menghindari saling sadap antar institusi bukan alasan yang tepat

BACA JUGA: SBY Kembali Soroti Hari Anti Korupsi

Bukan suatu masalah jika antar aparat penegak hukum saling menyadap,” kata Erry dalam diskusi yang digelar di  kantor Indonesian Corruption Watch (ICW) di Jakarta, Minggu (6/12).

Selain Erry, diskusi yang bertema “Kontroversi RPP Penyadapan” itu juga dihadiri Iskandar Sonhaji (Praktisi Hukum),  Agus Sudibyo dari Yayasan Science Etika dan Teknologi dan Febri Diansyah (Indonesia Corruption Watch)
Erry menjelaskan, di internal KPK mekanisme penyadapannya sangat ketat, sehingga tidak bisa sembarang dilakukan karena perlu pertimbangan yang matang

BACA JUGA: SBY Ajak Demokrat Lawan Fitnah Kasus Century

“Pemerintah nampaknya tidak paham bahwa KPK berwenangan melakukan penyadapan dari proses penyelidikan,” ujarnya.

Dijelaskan pula, penyadapan bukan hanya melalui rekaman atau mendegarkan suara saja.  Tetapi lebih dari itu, penyadapan bisa juga juga membuntuti sehingga posisi yang disadap diketahui serta bentuk melalui dari Short Messenger Service (SMS) bisa mendapat bukti keterlibatan seseorang yang terlibat kasus.

Sementara itu, Iskandar menilai RPP Tata Cara Intersepsi itu akan mempersempit kewenangan KPK
Alasannya, karena untuk melakukan penyadapan KPK harus meminta izin dari pengadilan

BACA JUGA: SBY: Tak Serupiah pun Dana Haram untuk Demokrat

“Kalau ada pejabat yang mengatakan RPP ini tidak mempersempit kewenangan KPK, pejabat itu sedang melakukan kebohongan publikFaktanya RPP membatasi ruang KPK dalam melakukan penyadapan yang hanya bisa dilakukan pada  saat proses penyidikan saja,” tegas Iskandar.

Iskandar mengatakan kalaupun intersepsi ingin diatur itu harus lewat Undang-undang bukan peraturan pemerintahAlasannya, dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada tahun 2006 soal permohonan Uji Materiil UU KPK“Pemerintah tidak boleh membuat suatu regulasi yang bertentangan dengan putusan MK sebagai salah satu lembaga Kekusaaan Kehakiman,” katanya.

Karena itu, Iskandar berharap agar kontroversi RPP Penyadapan ini, Mahkamah Agung (MA) juga perlu bersuara dan menyatakan pendapatnyaMA kata dia tidak seharusnya berdiam diri tetapi harus me-warning pemerintah“ MA tidak hanya mengadili perkara tetapi saatnya mengeluarkan pendapat sebelum RPP yang meresahkan ini disahkan,” pintanya.

Dalam pengusulan RPP Intersepsi ini, Agus Sudibyo mengatakan pemerintah seharusnya melihat skala prioritas“Melindungi privasi itu penting, namun lebih penting adalah upaya pemberantasan korupsi,” ujarnya.

Menurut Agus, masalah privasi yang dijadikan alasan pengusulan RPP Penyadapan itu harus  dudukkan pada tempatnyaPrivasi, katanya, merupakan sesuatu yang harus seiring dengan prinsip transparansi dan keterbukaan informasi

Karenanya Agus justru mensinyalir RPP intersepsi lebih melindungi kepentingan koruptor“Sebenarnya untuk melindungi orang-orang yang terganggu dengan penyadapanDan yang disadap itu orang yang terganggu dengan hukum, korupsi, tindakan amoral dan seterusnya,” katanya.

Sedangkan peneliti hukum ICW, Febri Diansyah mengatakan RPP yang diusulkan itu merupakan  bentuk intervensi Eksekutif terhadap lembaga penegak hukum, khususnya KPKAlasan Febri, dalam RPP itu permintaan intersepsi harus dilaporkan kepada Pusat Intresepsi Nasional (PIN) yang dikendalikan oleh pemerintah.(awa/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... HTI Gelar Demo Kasus Century


Redaktur : Antoni

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler