JAKARTA - Rumah sakit (RS) yang tidak memiliki tempat pengolahan limbah dipastikan melanggar hukum dan dapat dikenakan sanksi pidana. Sebab hal tersebut telah sangat jelas diatur dalam Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 tahun 2009 yang juga diikuti dengan Peraturan Menteri Kesehatan.
Demikian diungkapkan Deputy III Bidang Koordinasi Kesehatan, Kependudukan dan KB, Kementerian Lingkungan Hidup (Kemen KLH), Dr.Emil Agustiono kepada JPNN di Jakarta, Kamis (16/2).
"Itu kan regulasinya jelas diatur. Bahwa setiap rumah sakit wajib memiliki tempat pengolahan limbah. Kalau tidak, maka tidak akan diberi izin,” ungkapnya. Apalagi jika sampai telah lama berdiri namun belum juga memiliki, berarti RS tersebut menurutnya telah dengan sengaja melanggar hukum. “Jadi kalau kepolisian mengetahuinya, itu dapat dikenakan sanksi pidana. Karena ini pencemaran lingkungan,” ujarnya.
Pemerintah dipastikan mengatur kebijakan hal ini, tidak lain guna mengantisipasi terjadinya pencemaran lingkungan. Apalagi diketahui limbah dari RS banyak yang meliputi limbah cair yang cukup berbahaya bagi masyarakat sekitar maupun pasien rumah sakit tersebut. “Jadi kalau benar RS-nya berdiri sekian lama tapi tidak juga ada, berarti Dinas Kesehatan dalam hal ini juga tidak bekerja dengan benar.”
Emil mendesak Dinas Kesehatan di daerah untuk memastikan hal tersebut. Dan bekerja lebih maksimal lagi. “Jadi harus rajin keliling, karena tugasnya memang untuk memantau itu. Jangan sampai terjadi dulu baru bertindak,” ujarnya.
Sementara itu secara terpisah, hal senada juga dikemukakan Direktur Eksekutif Lembaga Pengawas Rumah Sakit Indonesia, R.Aulia Taswin. “Setiap RS sudah wajib hukumnya memiliki tempat pengolahan limbah. Apalagi kalau itu RS pendidikan (RS USU Medan), harusnya memberikan contoh.” Untuk itu jika masyarakat mengetahui adanya RS yang belum memiliki tempat pengolahan limbah ujarnya kemudian, masyarakat harus bergerak aktif melaporkannya kepada pihak-pihak yang berkompeten.
“Karena yang urgent itu kan limbah cair. Karena banyak bahan-bahan kimia,” ujarnya sembari menegaskan, dasar hukum harus adanya fasilitas limbah cair dan padat pada RS, diatur dengan jelas dalam SK Menkes Nomor 436/93 tentang berlakunya standar pelayanan RS dan standar pelayanan medis.
Serta juga sebagaimana diatur dalam SK Dirjen Yanmed No.YM.02.03.35.2626 tentang komisi akreditasi RS dan sarana kesehatan lainnya. “Jadi kita ingatkan, Dinas Kesehatan harus beri peringatan keras. Karena sankinya bagi yang melanggar, itu RS bisa ditutup karena termasuk pelanggaran berat," tegasnya. (san/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... KPK Punya Banyak Cara Jerat Angelina
Redaktur : Tim Redaksi