RSA Ikut Larang Merokok dan Dengar Musik Saat Berkendara

Senin, 05 Maret 2018 – 18:37 WIB
Kecelakaan di jalan Raya Bogor - Sukabumi pada Senin (10/7) yang diakibatkan oleh truk mengalami rem blong. Foto: Doni/Radar Bogor/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Pro dan kontra muncul di masyarakat setelah pernyataan pihak kepolisian tentang aktivitas merokok dan mendengar musik ketika berkendara dapat dikenai sanksi hukum, atas dasar UU Nomor 22 Tahun 2009 Pasal 106 Ayat 1 junto Pasal 283 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Menanggapi itu, lembaga swadaya masyarakat pemerhati keselamatan jalan, Road Safety Association (RSA) Indonesia pun angkat suara.

BACA JUGA: Polri Setuju Pengendara Dilarang Dengar Musik dan Merokok

Menurut mereka, segala aktivitas yang dilakukan tidak terkait langsung dengan kegiatan berkendara atau mengemudi, sangat berpotensi mengganggu bahkan mengurangi konsentrasi pengemudi saat berkendara.

“Segala hal diluar aktivitas berkendara berpotensi memecah konsentrasi berkendara, termasuk berponsel, makan dan minum saat berkendara, mendengarkan musik dan merokok pun berpotensi mengurangi konsentrasi berkendara,” tegas Ketua Umum RSA Indonesia, Ivan Virnanda saat dihubungi, Senin (5/3).

BACA JUGA: Hati-Hati Merokok di Mobil, Jangan Sampai Seperti Ini

Aktivitas yang berpotensi mengganggu konsentrasi berkendara itu, Ivan menyebutnya sebagai kejadian “distracted driving”.

“Distracted driving terjadi karena konsentrasi pengendara terpecah akibat melakukan aktivitas lain selain berkendara,” tegasnya.

Ivan juga menekankan, dalam memahami aturan yang berlaku, tidak bisa dipahami secara parsial, RSA Indonesia, kata Ivan, sejak awal kerap menyosialisasikan apa yang mereka sebut sebagai “Segitiga RSA”.

“Pahami rules (aturan), miliki skills (keterampilan mengemudi) dan terpenting attitude (etika atau perilaku). Nah, kira-kira kalau kita berponsel, merokok, atau beraktivitas yang lain di luar berkendara, selain berisiko ngundang bahaya juga bagaimana soal etika?” jelasnya.

Selama ini, Ivan mengaku, kerap menerima keluhan dari sejumlah pengendara khususnya pengendara motor yang terdampak oleh kegiatan merokok yang dilakukan pengendara lainnya saat di jalan.

“Abu rokok yang tertiup angin sering menerpa wajah pengendara lainnya, bahkan gak cuma abu tapi bara api rokok yang masih menyala sangat berbahaya bagi pengendara lain,” jelasnya.

Untuk itu, Ivan mengingatkan soal etika berkendara. Ditegaskannya, di jalan raya, kita tidak sendiri, ada banyak pengguna jalan lainnya yang memiliki hak dan kewajiban yang sama.

Begitu pula soal mendengarkan musik saat berkendara. Ivan menambahkan, mendengarkan musik yang bisa mengalihkan perhatian berkendara juga tidak direkomendasikan.

"Sederhananya adalah fokus, dan berkendra itu adalah perjalanan penuh waktu. Saat fokus teralihkan oleh musik, itu yang gak boleh," tegasnya lagi.

Senada dengan Ivan, Badan Kehormatan RSA Indonesia Riso Octavianus menerangkan, penjelasan dari pasal 106 ayat 1 bagi pihaknya sudah jelas dan tidak bisa ditawar lagi apalagi diinterpretasikan macam-macam. Sebagai warga negara dan pengguna jalan yang baik, semestinya bisa menghormati aturan yang berlaku.

“Gini loh, aturan itu kan dibuat untuk mengatur, UULAJ dibuat untuk mengatur kelancaran, kenyamanan, keamanan dan keselamatan para pengguna jalan. Pahami itu aja dulu, gak usah ribet,” tandasnya.

“Sekarang ini, orang-orang itu lebih suka melakukan pembenaran ketimbang mengedepankan kebenaran,” tambahnya.

Dari data yang dimiliki RSA Indonesia, tercatat 10 kasus kecelakaan lalu lintas terjadi setiap hari di Indonesia. Kecelakaan itu dipicu oleh aspek lengah karena terganggunya konsentrasi saat berkendara. Bahkan, aspek lengah menjadi faktor dominan penyebab kecelakaan dari faktor manusia yakni sebanyak 56%.(mg8/jpnn)


Redaktur & Reporter : Rasyid Ridha

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler