RSBI Keberatan Stop Iuran Sekolah

Senin, 20 Februari 2012 – 11:02 WIB
SAMARINDA - Sejumlah sekolah unggulan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI), di Samarinda juga keberatan dengan keluarnya Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 60 Tahun 2011 tentang Laporan Pungutan Biaya Pendidikan pada SD dan SMP. Sebab jika diterapkan, program-program unggulan di sekolah itu dipastikan tak berjalan tanpa penarikan iuran bulanan.

Seperti SMP 1 RSBI yang mengandalkan iuran bulanan untuk membiayai sebagian operasional sekolah.  Bantuan operasional sekolah nasional (bosnas) tak mencukupi biaya tersebut. Ini lantaran RSBI tak mendapatkan bantuan operasional sekolah daerah (bosda). Tak ada pilihan lain, kecuali menarik iuran. Di RSBI tak dilarang menarik iuran bulanan  selama ada kesepakatan dengan orangtua siswa.

Wakil Kepala SMP 1 Samarinda Agus Sutrisno mengaku, adanya Permen itu jelas memberatkan sekolah yang berlabel RSBI. Tapi, karena ini adalah aturan tetaplah harus dituruti. Mulai bulan depan, untuk sementara SMP di Jalan Bhayangkara ini tak memungut iuran bulanan. “Kami baru mendapatkan surat edaran dari menteri seminggu lalu,” katanya.

Diakuinya, SMP 1 berharap besar pada iuran bulanan. Maka pihaknya mengupayakan mendapat izin dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk tetap menarik iuran tersebut.

“Kami sudah membahas dan mempelajari isi Permen. Ada salah satu pasal disebutkan bisa menarik iuran bulanan dengan catatan seizin menteri. Jadi, keputusan nanti tergantung menteri,” bebernya.

Iuran bulanan per siswa di sekolah itu Rp 250 ribu. Penetapan besaran berdasarkan kemampuan orangtua siswa, setelah sekolah rapat dengan komite. Tiap jenjang kelas ada perbedaan angka iuran.  “Siswa tak mampu kami gratiskan,” ujarnya.

Menurutnya, sejak SMP 1 menjadi RSBI empat tahu lalu, sudah menarik iuran bulanan. Uangnya untuk biaya operasional sekolah, serta perbaikan dan pemeliharaan fasilitas belajar. Selain itu, jika diperlukan fasilitas baru, bisa menggunakan iuran tersebut. Tanpa iuran bulanan, jelas berpengaruh terhadap peningkatan proses belajar dan mengajar. Kalau tak menarik iuran,  akan sangat memberatkan sekolah yang memiliki 909 pelajar ini.

Kepala SMP 22 Samarinda Sudiyo mengatakan, pihaknya tak memungut iuran bulanan, tapi hanya menerima sumbangan dari siswa. “Tahun lalu memang di SMP 21 ada iuran bulanan sebesar Rp 100 ribu per siswa, kini hanya sumbangan. Besarannya sesuai kemampuan orangtua siswa,” ujarnya.

Sebelum menentukan sumbangan itu, pihak sekolah membahas terlebih dahulu dengan orangtua. Bagi orangtua yang tak mampu tidak perlu menyumbang. Pria yang mengaku baru 7 bulan menjadi kepala SMP 21 ini mengatakan, sumbangan sukarela itu untuk perbaikan infrastruktur yang rusak dan menambah fasilitas mengajar. “Kalau mau berharap bosda dan bosnas jelas kurang,” ungkapnya. 

Sebelumnya, Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Samarinda Harimurti menilai, Permen tersebut masih proses penyesuaian. Sehingga belum seluruh SMP melaksanakan aturan itu. Tapi, jelas dia, mulai bulan depan seluruh SMP dilarang memungut iuran bulanan atau sumbangan bentuk apapun dari orangtua siswa.

Dia mengaku, sudah mengirim aturan baru dari menteri itu ke SD dan SMP se Kota Tepian. Khusus SMP 21 Samarinda, kata dia, tak adanya iuran bulanan berarti ke depan sekolah itu tak melaksanakan program unggulan lokal. Karena selama ini SMP 21 melaksanakan program unggulan berharap iuran bulanan dari siswa. “Saya rasa ini sudah jadi resiko bagi SMP 21, apalagi sekolah itu memang beda dengan lainnya,” ungkap dia.

Menurutnya, SMP 21 adalah satu-satunya SMP di Kota Tepian yang melaksanakan keterampilan khusus. Tak hanya belajar sesuai kurikulum standar nasional, tapi mereka juga melaksanakan full day school (sekolah sehari penuh). (*/rom/far)
BACA ARTIKEL LAINNYA... 6 Mahasiswa Unsrat Simulasi Sidang PBB di Harvard University

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler