Rugi, Davomas Lirik Pasar Asia

Sabtu, 28 Januari 2012 – 08:05 WIB

JAKARTA – Produsen bubuk cokelat PT Davomas Abadi Tbk (DAVO) tengah membidik  perluasan pasar alternatif. Itu dilakukan menyusul pasar utama Eropa dan Amerika Serikat (AS) sedang bergolak. Bidikan pasar tujuan ekspor produk perseroan diarahkan ke daratan China, Jepang dan Korea Selatan (Korsel). Khusus ke China, perseroan telah mengekspor sebagai uji coba dengan jumlah kecil.

"Kami pilih membelokkan tujuan ekspor ke Asia karena lebih prospekstif. Sedangkan untuk regional Malaysia dan Singapura,” tutur Hasiem Willy, Sekretaris Perusahaan Davomas di Jakarta, Jumat (27/1).

Rendahnya permintaan itu terutama dipengaruhi lesunya ekonomi benua biru dan belum pulihnya bisnis AS. Dua kawasan itu merupakan tujuan ekspor seluruh produk Davomas. Perseroan selama ini memroduksi cocoa butter dan cocoa powder dalam porsi yang sama. Davomas mengklaim penurunan penjualan merajam sejak krisis 2008 dan berlanjut hingga 2012. "Sebelum krisis, kami kewalahan melayani permintaan buyer Eropa tapi sekarang menurun drastis,” imbuh Hasiem.

Saat ini manajemen sedang mencari strategic partner dalam mengembangkan perseroan. Opsi format kerja sama terutama berupaya mengintegrasikan kemampuan DAVO dengan keahlian calon mitra. Perseroan menetapkan kualifikasi umum, dimana calon mitra harus memiliki latar belakang industri bubuk coklat. "Misalnya kita kuat di manufakturing, paling tidak mitra strategis memiliki kapasitas suplai bahan baku dan pemasaran," terang Hasiem.

Kondisi itu membuat manajemen tidak berani sesumbar mematok target tahun ini. Paling banter perseroan hanya memasang target penjualan relatif sama dengan proyeksi 2011 sebesar Rp 1,3 triliun. Estimasi 2011 itu sejatinya merosot jika dibanding dengan edisi 2010 dikisaran Rp 1,61 triliun. ”Ya, samalah dengan proyeksi 2011,” ujar Hasiem singkat.

Sementara, hingga kuartal III 2011, penjualan Davomas baru mencapai Rp 729,4 miliar. Penjualan yang masih tertekan juga membuat perseroan terus menerus menanggung rugi bersih dalam beberapa tahun terakhir. Pada 2010, kerugian tercatat Rp 26,5 miliar dan September 2011 sudah menembus Rp 122,14 miliar.

Kapasitas produksi mencapai 140 ribu ton per tahun tetapi utilisasi hanya 40 persen atau sekitar 56 ribu ton. Itu terjadi menyusul melorotnya permintaan. Lemahnya penjualan itu juga membuat perseroan tidak mampu menikmati harga komoditi yang sejatinya membaik. Harga cocoa butter di pasar global mencapai USD 3500 per ton sedangkan cocoa powder lebih dari USD 4000 per ton. Margin juga bagus sekitar USD 800 per ton. Minimal utilisasi produksi antara 60-70 persen untuk mencapai level profit. (far)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Rights Issue, Garap Migas


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler